Langsung ke konten utama

SBY, Seorang Penakut atau Sekedar Ingin Menjaga Keselarasan?

Anda masih ingat tulisan saya di blog ini tanggal 25 Mei 2011 tentang perlu atau tidaknya kita memiliki pemimpin bernyali saat ini? Dugaan saya adalah, jangan-jangan, dengan lemahnya style dan karakter kepemimpinan saat ini justru dibutuhkan untuk menjaga keutuhan NKRI?

Bisa dibayangkan jika saat ini Indonesia dipimpin oleh kepemimpinan sekelas Habibie dan Gus Dur yang berani mengambil dobrakan, bahkan dengan risiko terlepasnya sebuah provinsi seperti Timor-Timor. Dengan style dan karakter kepemimpinan saat ini kita tidak mendengar lagi isu-isu terkait pendirian negara yang terpisah dari NKRI. Artinya, perlu juga kita bersyukur bahwa Tuhan telah memberikan presiden pada era saat ini dengan style dan karakter saat ini.

Rupanya, dugaan saya tersebut direspon langsung oleh SBY. Dalam suatu kesempatan di hadapan pengurus DPP HIPMI, ia menyatakan bahwa dirinya bukanlah tipe pemimpin yang penakut dan peragu. "Bukan saya ragu atau tidak berani, tetapi karena saya tidak ingin konflik makin menjadi-jadi. Benturan politik itu pada akhirnya dapat membawa negara kita persis seperti situasi 11, 12, atau 13 tahun yang lalu," katanya. Dia mengakui, itulah gaya, pilihan, dan kepercayaannya dalam memimpin.

Ia cenderung mengambil jalan reformasi, bukan revolusi. Reformasi memungkinkan pembangunan yang berkelanjutan, stabil, dan seimbang, sementara revolusi hanya mengakibatkan penjungkirbalikan dan kekacauan.

Akhirnya, terjawab sudah dugaan saya selama ini.

Selengkapnya pernyataan SBY itu bisa diakses pada halaman :
http://www1.kompas.com/read/xml/2011/06/09/15371661/SBY.Saya.Bukan.Penakut.dan.Peragu

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MANAJEMEN KINERJA: MENGGUNAKAN SISTEM PENGENDALIAN SECARA STRATEGIS SEBAGAI ‘REM’ DAN ‘GAS’ DI ORGANISASI SEKTOR PUBLIK

Secara regulasi, Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 11 Tahun 2015  ternyata telah mengarahkan perubahan birokrasi kita dari yang dulunya kebanyakan berorientasi pada peraturan ( rules-oriented)  menjadi berorientasi kinerja ( performance-oriented). Dengan kata lain, regulasi kita telah mengarahkan agar kita berubah dari tadinya lebih menekankan pada pengendalian administratif ( administrative control ) menjadi lebih menekankan pada pengendalian hasil ( results control ). Namun, nyatanya, masih banyak yang ragu-ragu dan mempertanyakan apakah kita mesti lebih berorientasi pada peraturan atau lebih berorientasi pada kinerja  (Hartanto, 2018) . Keraguan terkait orientasi tersebut konsisten dengan keluhan beberapa kali Presiden Joko Widodo ketika melihat perilaku birokrasi kita. Ber kal -kali ia telah menyatakan bahwa organisasi sektor publik di Indonesia (baca: instansi pemerintah) kebanyakan menggunakan sumber dayanya ( resources ) ...

PENGALAMAN MELELAHKAN DI HOTSPOT J.CO

Hari Minggu 13 April 2008 lalu saya mampir di J.CO Donuts & Coffe di Bintaro Plaza. Sambil mencicipi kopi latte seharga Rp26 ribu, yang tentunya cukup mahal bagi kantong orang sekelas saya, saya mencoba mengakses Internet dari Hotspot café ini.  Setelah membayar di kasir dan menunggu antrian dari seorang pria peracik kopi yang tidak terlalu ramah, saya kemudian dipanggil untuk mengambil kopi saya yang masuk dalam antrian. Kalau tidak bertanya, ternyata petugas kopi café ini tidak menawarkan langsung akses gratis hotspot ke Internet yang dipromosikan café ini.   Setelah saya bertanya, apa password hotspot -nya, barulah diberi tulisan password di kertas bill saya, yaitu "hazelle dazele". Cukup bingung, saya tanya ke petugasnya, apakah password itu pakai spasi atau tidak. Dia jawab, “Tidak”. Kemudian, saya mencoba men- setup akses dengan O2. Aneh juga, signal hotspot -nya hilang-hilang timbul.  Yang cukup kuat malah dari café Ola La yg berada di lantai 2. ...

[eKTP] Skandal e-KTP Gamawan Fauzi: Persekongkolan Proyek Rp 5,8 Triliun

Kamis, 15/09/2011 15:24 WIB Skandal e-KTP Gamawan Fauzi Persekongkolan Proyek Rp 5,8 Triliun Deden Gunawan - detikNews Jakarta - Baru saja dimulai, proyek KTP Elektronik (e-KTP) sudah menuai kontroversi. Bau korupsi meruyap dari proyek yang digagas Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) ini. Negara ditaksir merugi hingga Rp 1 triliun. Korupsi dalam proyek senilai Rp 5,8 triliun terjadi dalam proses lelang. Ada indikasi kuat, selama proses lelang terjadi persekongkolan agar tender dimenangkan konsorsium PT Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI). Dugaan persekongkolan itu dilaporkan Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia (Peruri), salah satu peserta tender yang kalah, ke panitia lelang e-KTP ke Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Proses lelang proyek e-KTP berlangsung pada 21 Februari- 1 Maret 2011. Saat itu ada 9 konsorsium yang ikut tender, yakni PNRI, Astra Grafia, Telkom, Berca, Peruri, Murakabi, Mega Global, Transtel, dan I-Forte. Saat prakualifikasi yang...