Pak Rudy, mungkin mulai kerja (bukan bicara normatif) bersih-bersih di BPKP dulu...
Pengadaan tender DW/BI di BPKP belakangan ini, belum-belum sudah ada produk jagoan, disamping tidak fair, juga tidak berorientasi solusi untuk memecahkan masalah.
Kalau pak Rudy lihat di RKS, semua berbasis produk IBM, sayang sekali bertolak belakang dengan spirit pak Rudy di blog ini (padahal cukup dekat dengan lokasi bapak, supaya tidak cari kambing hitam)...Tapi BPKP masih mending, yang lebih parah lagi Bappenas.
Isi RFP/RKS-nya menyalin dari brosur-brosur produk SAS, padahal konsultannya dari Universitas Indonesia, apa kekurangan informasi dari literatur/buku akademik/praktis yang indenpenden tentang teknologi yang diperlukan dalam pembuatan Data Warehouse dan Business Intelligence??????
Nilai (budget) pengadaan produk (tidak termasuk services) adalah 6 miliar lebih????
Sayang sekali otak (intelek) ditempatkan di bawah uang....
Kebanyakan pegawai pemerintahan ini tidak memiliki dignity (harga diri)...
Kambing hitam???? Kami yang tidak di pemerintahan, sekurang-kurangnya telah melakukan prestasi yang cukup baik dalam membantu negara ini, kalaupun bukan dari tenaga dan pemikiran, tapi dari pajak yang kami bayarkan. Tidak ikut menghancurkan negara ini secara perlahan-lahan...Tidak kabur keluar negeri hanya untuk mendapatkan sesuap nasi... Memberikan kritik bagaimana seharusnya bekerja di bidangnya (tentu kami sudah membuktikan melakukan sesuatu)... Bukan hanya bicara normatif saja....
Rupanya, teman-teman yang berlatar-belakang swasta sangat mengena dengan artikel tersebut. Saya akan menanggapinya satu per satu. Kita mulai dari paragraf terakhir tentang pajak. Sudah jelaslah bahwa sekarang ini hampir semua orang yang bekerja itu membayar pajak. Tidak terkecuali saya ini yang pegawai negeri. Walaupun di pegawai negeri pajak ditanggung oleh negara, itu terbatas untuk gaji. Itu pun yang dibayarkan dari dana APBN. Ketika kita dibayar honor untuk sesuatu kegiatan tertentu dari APBN, pajaknya tidak ditanggung negara. Bahkan jumlah potongan pajaknya jauh lebih besar, yaitu 15%. Begitu juga ketika kita, para PNS, dibayar oleh honor mengajar dari perguruan tinggi swasta, misalnya. Pembayaran pajaknya akan sama dengan pegawai swasta lainnya.
Tentunya, dengan dasar tersebut semua warga negara, apakah berlatar-belakang swasta atau pegawai negeri, harus peduli untuk perbaikan negaranya ke depan. Jangan takut untuk berfikir, berbicara, dan bersikap normatif. Dari sinilah sebenarnya kita mulai untuk melakukan perubahan bagi perbaikan negeri ini ke depan.
Mengenai pengadaan di BPKP, jelaslah kami sangat concern untuk terus melakukan perbaikan. Sebenarnya, pengadaan tersebut tidak memihak kepada siapa-siapa. Namun, peserta biasanya sudah terperangkap tidak berani memberikan solusi alternatif. Sebuah PT yang menjadi peserta lelang tersebut bahkan pernah saya tegor kenapa tidak memberikan solusi lain. Rupanya, PT tersebut tidak berani memberikan solusi lain karena hardwarenya tidak akan mendapat surat dukungan dari prinsipal yang sama dengan solusi tersebut. Dalam bahasa kerennya, sudah dikunci oleh prinsipalnya. Ketika saya katakan bahwa dia bisa menggunakan hardware lain, ternyata untuk mendapatkan surat dukungan dari prinsipal lain, waktunya malah lebih lama, dan dia tidak mengantisipasi sebelumnya. Jadi, jelas ini juga faktor ketidaksiapan pihak swasta, selaku calon vendor, dalam berkompetisi, terutama pada penyiapan aspek administratifnya.
Tapi, ada yang menarik dalam pengadaan di BPKP ini, bahwa ternyata yang menang adalah bukan yang diskenariokan oleh prinsipal sebelumnya. Bahkan, seorang wakil prinsipalnya pun sampai call ke saya tentang apakah mungkin terjadi penggantian terhadap vendor yang terpilih. Jelas saja, karena saya bukan anggota panitia pengadaannya, saya tidak bisa mengganggu-gugat keputusan panitia pengadaan. Mereka sudah bekerja secara independen.
Mengenai pengadaan di Bappenas, saya kurang tahu. Tapi, rekan-rekan dari UI, saya yakin sudah bekerja dengan baik. Memang ilmu tentang DW dan BI di Indonesia masih terbatas. Apalagi untuk implementasi di sektor pemerintahan. Saya yakin, kalaupun ada kelemahan, bukan faktor uang, tetapi itulah kenyataannya. Kita masih lemah dalam pengetahuan tentang DW dan BI ini. Saya berdoa semoga teman-teman di Bappenas bisa bekerja dengan baik dan mencapai kinerjanya untuk implementasi DW dan BI ini.
Komentar
http://www.mail-archive.com/indonesia@nextbetter.net/msg01489.html
Yang paling parah adalah spesifikasi pengadaan softwarenya menyalin dari brosur produk SAS dan hardwarenya menyalin dari brosur Hewlett-Packard. Memang menyedihkan.....