Langsung ke konten utama

Sistem yang Tidak Mendukunglah Penyebab Tidak Tepatnya Membangun Pengadilan Tipikor di Daerah

Masih ingat ketika Ketua Mahkamah Konstitusi tidak mempercayai kompetensi hakim pengadilan tindak pidana korupsi (tipikor) di daerah? Apakah pantas pemimpin lembaga negara seperti Mahkamah Konstitusi tidak mempercayai kompetensi hakim di suatu peradilan? Kepercayaan (trust) adalah sangat penting. Kalau kita tidak memiliki trust kepada pihak lain, tentu akan sangat sulit untuk membangun kerja sama dengan pihak lain tersebut.
 
Saya lebih melihat permasalahan pengadilan tipikor bukan semata-mata pada hakim pengadilan tipikor, tetapi permasalahan yang sifatnya sistemik. Pembentukan pengadilan tipikor, dari awalnya, memang telah menimbulkan masalah. Masyarakat sudah melihat dari dahulu bahwa keputusan pemerintah dan DPR dalam membentuk pengadilan tipikor adalah bagian dari upaya untuk melemahkan pemberantasan korupsi.
 
Dalam menghadapi kasus korupsi di daerah, sampai sekarang tidak ada sistem yang bisa memberikan perlindungan atau mengendalikan agar pengadilan berjalan dengan independen. Kita bisa melihat bahwa budaya komunal kita sangat memungkinkan untuk mengintervensi para hakim di daerah. Jika pengadilan tipikor dijalankan di daerah, para hakim dengan mudahnya didekati oleh pihak-pihak yang berperkara. Sebab, di daerah itu budaya kekeluargaan sangat kental. Jika seseorang terlibat kasus korupsi, ia akan melibatkan jalur melalui keluarganya agar dapat menghubungi para hakim. Hal semacam ini sudah sangat sulit dilakukan jika hakim tersebut berada di Jakarta.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MANAJEMEN KINERJA: MENGGUNAKAN SISTEM PENGENDALIAN SECARA STRATEGIS SEBAGAI ‘REM’ DAN ‘GAS’ DI ORGANISASI SEKTOR PUBLIK

Secara regulasi, Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 11 Tahun 2015  ternyata telah mengarahkan perubahan birokrasi kita dari yang dulunya kebanyakan berorientasi pada peraturan ( rules-oriented)  menjadi berorientasi kinerja ( performance-oriented). Dengan kata lain, regulasi kita telah mengarahkan agar kita berubah dari tadinya lebih menekankan pada pengendalian administratif ( administrative control ) menjadi lebih menekankan pada pengendalian hasil ( results control ). Namun, nyatanya, masih banyak yang ragu-ragu dan mempertanyakan apakah kita mesti lebih berorientasi pada peraturan atau lebih berorientasi pada kinerja  (Hartanto, 2018) . Keraguan terkait orientasi tersebut konsisten dengan keluhan beberapa kali Presiden Joko Widodo ketika melihat perilaku birokrasi kita. Ber kal -kali ia telah menyatakan bahwa organisasi sektor publik di Indonesia (baca: instansi pemerintah) kebanyakan menggunakan sumber dayanya ( resources ) ...

PENGALAMAN MELELAHKAN DI HOTSPOT J.CO

Hari Minggu 13 April 2008 lalu saya mampir di J.CO Donuts & Coffe di Bintaro Plaza. Sambil mencicipi kopi latte seharga Rp26 ribu, yang tentunya cukup mahal bagi kantong orang sekelas saya, saya mencoba mengakses Internet dari Hotspot café ini.  Setelah membayar di kasir dan menunggu antrian dari seorang pria peracik kopi yang tidak terlalu ramah, saya kemudian dipanggil untuk mengambil kopi saya yang masuk dalam antrian. Kalau tidak bertanya, ternyata petugas kopi café ini tidak menawarkan langsung akses gratis hotspot ke Internet yang dipromosikan café ini.   Setelah saya bertanya, apa password hotspot -nya, barulah diberi tulisan password di kertas bill saya, yaitu "hazelle dazele". Cukup bingung, saya tanya ke petugasnya, apakah password itu pakai spasi atau tidak. Dia jawab, “Tidak”. Kemudian, saya mencoba men- setup akses dengan O2. Aneh juga, signal hotspot -nya hilang-hilang timbul.  Yang cukup kuat malah dari café Ola La yg berada di lantai 2. ...

KENAPA SPBU PETRONAS GAGAL BERBISNIS DI INDONESIA?

Muncul publikasi di media tentang ditutupnya SPBU Petronas di Indonesia. Akhirnya, perusahaan unggul milik pemerintah Malaysia ini hengkang juga dari Indonesia. Sebenarnya, saya telah lama melihat keanehan SPBU Petronas ini. Setiap saya melewatinya, bisa dibilang hampir-hampir tidak ada pengunjungnya. Keanehan kedua, menurut saya, pemilihan lokasinya yang tidak tepat. Hal ini berbeda sekali dengan SPBU Shell. Walaupun harganya mahal mengikuti harga minyak dunia, SPBU milih Belanda ini masih memiliki pengunjung yang lumayan. Salah satu sebabnya adalah pemilihan lokasi yang tepat. Saya menjadi bertanya, kenapa perusahaan sekaliber Petronas bisa salah menempatkan SPBU-nya di Indonesia. Anehnya, Petronas dengan semangat langsung memasang jumlah pompa yang banyak. Bandingkan dengan SPBU Shell yang jumlahnya sesuai dengan kebutuhan pasar. Saya menduga ada 2 penyebab kesalahan strategi Petronas tersebut. Keduanya terkait perencanaan masuk ke pasar. Dugaan pertama saya, Petronas salah ...