Langsung ke konten utama

Tentang IT KPU (Lagi)

Hari Rabu yang lalu, saya beruntung bertemu dengan Pak Moyong dalam sebuah acara Transparency International-Indonesia. Pak Moyong, atau nama lengkapnya Moyong Haryanto, ini ternyata adalah orang KPU yang sangat mengetahui betul mengenai IT KPU, bahkan dari mulai Pemilu di zamannya Pak Harto.

Dulu, kata Pak Moyong, petugas yang menghitung hasil Pemilu itu di zaman Pak Harto langsung dari tentara. Pernah seorang vendor keceplosan ngomong di media, akhirnya dipanggil ke BIN dan disuruh jongkok 3 hari, katanya.

Pak Moyong ini pernah menjadi Wakil Kepala Biro TI KPU di tahun 2004. Saat ini, beliau itu Wakil Kepala Biro SDM. Beliau juga menjadi panitia pengadaan yang terkait dengan TI di KPU.

Sudah lama saya ingin mengetahui bagaimana sebenarnya ceritanya sehingga akhirnya 3 spesifikasi perangkat ICR itu terpilih. Dan siapa sebenarnya yang bertanggung-jawab untuk mengambil keputusan penggunaan ICR tersebut di KPU.

Rupanya, cukup ruwet juga masalahnya. Yang jelas, Pak Boradi, Wakil Kepala Biro Logistik yang juga ada di acara tersebut juga bingung dengan permasalahan ICR tersebut. Yang jelas, itu bukan masuk pengadaan KPU katanya.

Tapi, Pak Moyong menceritakan juga bahwa dulu awalnya akan menggunakan teknologi OMR. Pak Moyong didatangi langsung oleh Pak Hemat untuk menawarkan teknologi tersebut. Namun, dengan beberapa pertimbangan di lapangan nantinya, Pak Moyong menolak ide tersebut.

Kemudian, muncul nama Hafiz yang membawa teknologi tersebut. Ntah bagaimana ceritanya, akhirnya teknologi tersebut digunakan. Kemudian, ditentukan 3 merk perangkat yang bisa menjalankan teknologi tersebut. Katanya, itu diusulkan oleh tim ahli. Ini sebenarnya juga sudah pernah ditulis di vivanews.com (http://teknologi.vivanews.com/news/read/53818-_keputusan_kpu_memilih_icr__vendor_driven_)

Kemudian, saya tanya, apakah memang ada keputusan dari KPU tentang 3 merk tersebut? Sebab, KPUD yang akan mengadakan perangkat tersebut tentu tidak akan berani langsung mengadakan tanpa adanya suatu keputusan. Namun, menurut Pak Moyong itu tidak ada. Yang ada hanyalah KPUD dipanggil untuk mengikuti suatu acara. Kemudian, KPUD diberitahu untuk menggunakan salah satu dari 3 merk tersebut.

Ketika saya tanyakan siapa yang mengundang acara tersebut, Pak Moyong tidak mengetahuinya. Saya teringat posting Pak Hemat tentang pengadaan perangkat ICR ini. Dari sini kelihatan jelas bahwa yang mengundang adalah Sekjen KPU. Acara dihadiri oleh pengurus KPU.
Yang aneh, kenapa sampai sekarang mereka tidak pernah dipanggil KPK, ya? Apakah mungkin alasannya untuk menunggu Pemilu 2009 ini selesai?

Mengenai DPT, dari penjelasan Pak Moyong memang sudah jelas itu adalah karena ketidakprofesionalan Depdagri, dalam hal ini Ditjen Adminduk. Bayangkan, ternyata format file yang berisi data pemilih potensial adalah dalam format yang beragam, yaitu spreadsheet, word processor, dan PDF. Tidak ada satupun yang dalam bentuk database.

Dengan demikian, perbaikan Pemilu ke depan tidak akan terlepas dari perbaikan database kependudukan nasional. Karena itu, konsep single identity number (SIN) sudah harus segera diimplementasikan. Para pihak yang berkepentingan mestinya mulai tahun ini berfikir agar data tersebut dapat dipakai untuk kepentingan Pemilu 2014 dengan baik. Tentu kita tidak ingin terantuk dua kali seperti keledai yang malang, kan?***

Komentar

Krisdianto mengatakan…
setuju, kembali ke pertanyaan "biasa", bagaimana memunculkan kesadaran tersebut agar membumi dan tidak hanya melalui sangsi hukum tapi pengajaran yang tertanam dalam benak para pelaksananya...?????
Krisdianto mengatakan…
Link ini mungkin bisa jadi pelajaran bagi kita semua.

http://koran.kompas.com/read/xml/2009/08/03/03441053/coba.kalau.pemilu.presiden.seperti.ini
Rudy M Harahap mengatakan…
Ya, untuk membentuk pengajaran yang tertatam, caranya dengan edukasi terus-menerus. Jangan pernah lelah.

Postingan populer dari blog ini

MANAJEMEN KINERJA: MENGGUNAKAN SISTEM PENGENDALIAN SECARA STRATEGIS SEBAGAI ‘REM’ DAN ‘GAS’ DI ORGANISASI SEKTOR PUBLIK

Secara regulasi, Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 11 Tahun 2015  ternyata telah mengarahkan perubahan birokrasi kita dari yang dulunya kebanyakan berorientasi pada peraturan ( rules-oriented)  menjadi berorientasi kinerja ( performance-oriented). Dengan kata lain, regulasi kita telah mengarahkan agar kita berubah dari tadinya lebih menekankan pada pengendalian administratif ( administrative control ) menjadi lebih menekankan pada pengendalian hasil ( results control ). Namun, nyatanya, masih banyak yang ragu-ragu dan mempertanyakan apakah kita mesti lebih berorientasi pada peraturan atau lebih berorientasi pada kinerja  (Hartanto, 2018) . Keraguan terkait orientasi tersebut konsisten dengan keluhan beberapa kali Presiden Joko Widodo ketika melihat perilaku birokrasi kita. Ber kal -kali ia telah menyatakan bahwa organisasi sektor publik di Indonesia (baca: instansi pemerintah) kebanyakan menggunakan sumber dayanya ( resources ) ...

Internal Auditor dan Jasa Consulting

Pernyataan berikut sering muncul: “Bahwa BPKP itu fungsinya audit. Audit itu mencocokan apakah sesuatu sesuai dengan suatu standar tertentu. Jadi harus ada standardnya dulu. Kemudian ada pekerjaan atau proses melakukan sesuatu (yang diatur oleh standardnya) terlebih dulu. Baru kemudian bisa di audit. Oleh BPKP Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan? Nah kalau BPKP mendampingi … mestinya ya nggak tepat ??? Kapan meng-audit dan assessment-nya? Kalau ada yang menyimpang, yang salah yang menyimpang atau yang mendampingi?” Hal itu tidaklah salah total. Sebab, masyarakat awam selama ini sering menganggap bahwa kegiatan auditor hanyalah membandingkan antara apa yang diimplementasikan di lapangan dengan apa yang seharusnya. Kegiatan audit ini biasanya dikenal sebagai compliance audit yang sebenarnya hanyalah salah satu peran yang dapat diberikan oleh internal auditor sebagai bagian dari jasa assurance. Padahal, sebenarnya banyak kegiatan jasa assurance lainnya yang dapat diberikan auditor. Ar...

KENAPA SPBU PETRONAS GAGAL BERBISNIS DI INDONESIA?

Muncul publikasi di media tentang ditutupnya SPBU Petronas di Indonesia. Akhirnya, perusahaan unggul milik pemerintah Malaysia ini hengkang juga dari Indonesia. Sebenarnya, saya telah lama melihat keanehan SPBU Petronas ini. Setiap saya melewatinya, bisa dibilang hampir-hampir tidak ada pengunjungnya. Keanehan kedua, menurut saya, pemilihan lokasinya yang tidak tepat. Hal ini berbeda sekali dengan SPBU Shell. Walaupun harganya mahal mengikuti harga minyak dunia, SPBU milih Belanda ini masih memiliki pengunjung yang lumayan. Salah satu sebabnya adalah pemilihan lokasi yang tepat. Saya menjadi bertanya, kenapa perusahaan sekaliber Petronas bisa salah menempatkan SPBU-nya di Indonesia. Anehnya, Petronas dengan semangat langsung memasang jumlah pompa yang banyak. Bandingkan dengan SPBU Shell yang jumlahnya sesuai dengan kebutuhan pasar. Saya menduga ada 2 penyebab kesalahan strategi Petronas tersebut. Keduanya terkait perencanaan masuk ke pasar. Dugaan pertama saya, Petronas salah ...