Ternyata, tulisan saya tentang "Kesadaran Berkolaborasi Data" mendapat tanggapan lagi.
Berikut tulisan pada komentar tersebut:
"Komentar singkat. Membangun sistem seperti itu harusnya nggak sulit-sulit amat, tapi yang sulit niat baik dan kemauan keras dari pemerintah untuk mengimplementasikan dengan benar dan baik (tidak harus perfect, minimal sudah dimulai dengan arsitektur yang benar yang secara gradual ditingkatkan/disempurnakan).Contoh belakangan ini adalah SIN (Single Identity Number), secara teknologi maupun kemampuan SDM Indonesia (tidak perlu konsultan asing)kita mampu membangunnya dan tidak sesulit membangun pesawat. Tapi saat ini saya tidak mendengar kabar bagaimana kelanjutannya, yang pernah saya tahu, ini diperebutkan oleh Kementerian PAN, Dirjen Pajak dan Depdagri, dan seperti biasa Presiden kita tidak bisa memutuskannya dengan cepat.Padahal kalau sistem ini ada, sistem ini akan memudahkan administrasi warga negara."
Saya setuju memang dibutuhkan leadership ketika akan membangun sistem semacam ini. Masalahnya, bisakah kita menunggu leadership dari pemerintah ketika pemerintahnya pun belum IT-literate? Atau lebih teknis lagi, bisakah leadership atas hal ini diperoleh dari seorang pemimpin yang tidak memahami bagaimana mengelola TI?
Saya rasa, tidak tepatlah kita membebankan sesuatu pada orang yang tidak memiliki kompetensi yang dibutuhkan. Pada akhirnya, keberhasilan melakukan ini datang dari diri kita dulu. Janganlah kita terus mencari kambing hitamnya adalah pemerintah. Kita semua secara bersama-sama--dengan membuang ego masing-masing--harus mulai membangun arsitektur tersebut. Pemerintahan bisa berganti, tetapi inisiatif tersebut haruslah terus berjalan.
Foto: dilate.choonz.com
-
Komentar
Mengenai SIN, pernah saya mendengar kuliah umum dari pejabat BAPENAS (lupa namanya) yang berpendapat: SIN banyak diperebutkan oleh banyak departemen dan beliau mengatakan siapa yang sangup memecahkan masalah bakal menjadi superhero.
Menurut saya, proyek ini gede jadi banyak yang pengen dpt duit nya (korupsi lagi huh ... ).
Usul kalau bisa SIN digabung dengan teknologi bio metrik (bener ya istilahnya) seperti sidik jari atau retina, jadi benar2 unik.
Nantinya tidak ada lagi no ktp, no pasport, nomor induk mahasiswa dlsbnya. semuanya pake satu namanya SIN.
Mulai dari lahir, nomor surat lahir, akta lahir sudah pake SIN. cukup mengingat satu nomor.
Mau gak pa, saya bikinin SIN secara gratis (tidak termasuk hardware ya) untuk negara Indonesia ini. GRATIS LAH POKOKNYA jadi gak ada duitnya dan tidak ada orang yang berebutan.
Atau kalau pembelian hardware takut dikorup, saya juga deh yang sediain servernya GRATIS. daripada nanti berebutan.
Atau jangan2 setelah saya kasih gratis, ada kemungkinan negara keluarin duit juga dan duitnya dikorup seolah2 buat pembeliah SIN. Padahal dah dibikinin gratis. Susah ya negara ini
Kalau ada lowongan di bidang IT boleh dong di share :D
Pengadaan tender DW/BI di BPKP belakangan ini, belum-belum sudah ada produk jagoan, disamping tidak fair, juga tidak berorientasi solusi untuk memecahkan masalah.
Kalau pak Rudy lihat di RKS, semua berbasis produk IBM, sayang sekali bertolak belakang dengan spirit pak Rudy di blog ini (padahal cukup dekat dengan lokasi bapak, supaya tidak cari kambing hitam)...
Tapi BPKP masih mending, yang lebih parah lagi Bappenas. Isi RFP/RKS-nya menyalin dari brosur-brosur produk SAS, padahal konsultannya dari Universitas Indonesia, apa kekurangan informasi dari literatur/buku akademik/praktis yang indenpenden tentang teknologi yang diperlukan dalam pembuatan Data Warehouse dan Business Intelligence??????
Nilai (budget) pengadaan produk (tidak termasuk services) adalah 6 miliar lebih????
Sayang sekali otak (intelek) ditempatkan di bawah uang....
Kebanyakan pegawai pemerintahan ini tidak memiliki dignity (harga diri)...
Kambing hitam???? Kami yang tidak di pemerintahan, sekurang-kurangnya telah melakukan prestasi yang cukup baik dalam membantu negara ini, kalaupun bukan dari tenaga dan pemikiran, tapi dari pajak yang kami bayarkan. Tidak ikut menghancurkan negara ini secara perlahan-lahan...Tidak kabur keluar negeri hanya untuk mendapatkan sesuap nasi... Memberikan kritik bagaimana seharusnya bekerja di bidangnya (tentu kami sudah membuktikan melakukan sesuatu)... Bukan hanya bicara normatif saja....