Langsung ke konten utama

Dapatkah Nilai Tukar Rupiah Membaik atas Dollar Amerika Serikat?

 Grafik berikut, sebagaimana dikutip dari xe.com per hari ini tanggal 27 Februari 2025, menarik untuk dibahas. Tampak pada Grafik berikut, mata uang Rupiah sebenarnya pernah mengalami nilai tukar yang terbaik dalam 5 tahun terakhir, yaitu sekitar Rp14 ribu per 1 US dollar pada awal Januari 2021. 



Tentu kita ingat dan bisa berargumentasi bahwa nilai tukar tersebut bisa disebut sebagai keberhasilan berbagai program/kegiatan tahun pertama periode kedua pemerintahan Presiden Joko Widodo dari 2019 - 2024. Presiden Joko Widodo waktu itu dilantik pada akhir Oktober 2019. 

Tentu saja perlu dilakukan penelitian penyebab kuatnya nilai tukar Rupiah tersebut. Bisa jadi, kejadian Pandemi Covid-19 berperan besar, yaitu impor Indonesia dari luar negeri menurun karena kebanyakan rakyat berada di rumah dengan pendapatan yang terbatas. Kemudian, tidak banyak orang Indonesia ke luar negeri yang akan bisa memunculkan peningkatan nilai tukar dollar Amerika Serikat sebagai mata uang dunia. 

Pertanyaannya kemudian, apakah bisa hasil tahun pertama periode pemerintahan Presiden Prabowo 2024 - 2029, yaitu di awal tahun depan, Indonesia juga mengalami masa keemasan tersebut? Hal itu mengingat begitu meroketnya nilai dollar Amerika Serikat jika dibandingkan dengan nilai tukar Rupiah pada 5 tahun terakhir. 

Apalagi, jika kita telusuri pergerakan nilai tukar Rupiah terhadap dollar Amerika Serikat selama 10 tahun terakhir sebagaimana tampak pada Grafik berikut, tidak tampak penguatan nilai tukar Rupiah terhadap dollar Amerika Serikat, tetapi malah semakin menurun nilainya. 



Pertanyaannya lagi, apakah usaha Presiden Prabowo dengan membentuk Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara Indonesia) dan Bank Emas dapat mengembalikan kejayaan nilai tukar Rupiah? Paling tidak menjadi senilai Rp13 ribu sebagaimana terjadi pada awal tahun 2015.

Hal itu mungkin saja terjadi mengingat dengan keberadaan Danantara Indonesia, badan usaha milik negara (BUMN) tidak lagi dikelola seperti mengelola birokrasi yang lebih banyak pada sisi kepatuhan pada regulasi (regulatory compliance). Sebagaimana banyak terjadi di negara lain yang berhasil mereformasi sektor publiknya, mengerahkan badan usaha untuk mengimplementasikan kebijakan negara sudah menjadi kelaziman dan berhasil. Dengan demikian, terjadi pemisahan antara mereka yang terlibat dalam pembuatan kebijakan dengan mereka yang mengimplementasikan kebijakan. 

Memang, tantangan besarnya yang selalu memunculkan pesimisme adalah kebanyakan organisasi sektor publik di Indonesia tidak terlalu ramah dengan kompetisi, merit, dan kinerja. Kebanyakan yang mencapai jenjang tinggi adalah mereka yang mampu membangun jaringan politik dan sosial ataupun yang dapat membuat senang pihak lain, termasuk atasannya, daripada benar-benar berkinerja. Jika ini tidak kita tangani, maka BUMN Danantara Indonesia bisa menjadi seperti Gambar berikut (didapat dari group whatsapp):


Hal tersebut harus diatasi sejak ini agar terobosan Presiden Prabowo benar-benar bisa direalisasikan. Tentu kita semua tidak ingin Indonesia menjadi negara gagal (failed state). ***




Komentar

Postingan populer dari blog ini

MANAJEMEN KINERJA: MENGGUNAKAN SISTEM PENGENDALIAN SECARA STRATEGIS SEBAGAI ‘REM’ DAN ‘GAS’ DI ORGANISASI SEKTOR PUBLIK

Secara regulasi, Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 11 Tahun 2015  ternyata telah mengarahkan perubahan birokrasi kita dari yang dulunya kebanyakan berorientasi pada peraturan ( rules-oriented)  menjadi berorientasi kinerja ( performance-oriented). Dengan kata lain, regulasi kita telah mengarahkan agar kita berubah dari tadinya lebih menekankan pada pengendalian administratif ( administrative control ) menjadi lebih menekankan pada pengendalian hasil ( results control ). Namun, nyatanya, masih banyak yang ragu-ragu dan mempertanyakan apakah kita mesti lebih berorientasi pada peraturan atau lebih berorientasi pada kinerja  (Hartanto, 2018) . Keraguan terkait orientasi tersebut konsisten dengan keluhan beberapa kali Presiden Joko Widodo ketika melihat perilaku birokrasi kita. Ber kal -kali ia telah menyatakan bahwa organisasi sektor publik di Indonesia (baca: instansi pemerintah) kebanyakan menggunakan sumber dayanya ( resources ) ...

PENGALAMAN MELELAHKAN DI HOTSPOT J.CO

Hari Minggu 13 April 2008 lalu saya mampir di J.CO Donuts & Coffe di Bintaro Plaza. Sambil mencicipi kopi latte seharga Rp26 ribu, yang tentunya cukup mahal bagi kantong orang sekelas saya, saya mencoba mengakses Internet dari Hotspot café ini.  Setelah membayar di kasir dan menunggu antrian dari seorang pria peracik kopi yang tidak terlalu ramah, saya kemudian dipanggil untuk mengambil kopi saya yang masuk dalam antrian. Kalau tidak bertanya, ternyata petugas kopi café ini tidak menawarkan langsung akses gratis hotspot ke Internet yang dipromosikan café ini.   Setelah saya bertanya, apa password hotspot -nya, barulah diberi tulisan password di kertas bill saya, yaitu "hazelle dazele". Cukup bingung, saya tanya ke petugasnya, apakah password itu pakai spasi atau tidak. Dia jawab, “Tidak”. Kemudian, saya mencoba men- setup akses dengan O2. Aneh juga, signal hotspot -nya hilang-hilang timbul.  Yang cukup kuat malah dari café Ola La yg berada di lantai 2. ...

KENAPA SPBU PETRONAS GAGAL BERBISNIS DI INDONESIA?

Muncul publikasi di media tentang ditutupnya SPBU Petronas di Indonesia. Akhirnya, perusahaan unggul milik pemerintah Malaysia ini hengkang juga dari Indonesia. Sebenarnya, saya telah lama melihat keanehan SPBU Petronas ini. Setiap saya melewatinya, bisa dibilang hampir-hampir tidak ada pengunjungnya. Keanehan kedua, menurut saya, pemilihan lokasinya yang tidak tepat. Hal ini berbeda sekali dengan SPBU Shell. Walaupun harganya mahal mengikuti harga minyak dunia, SPBU milih Belanda ini masih memiliki pengunjung yang lumayan. Salah satu sebabnya adalah pemilihan lokasi yang tepat. Saya menjadi bertanya, kenapa perusahaan sekaliber Petronas bisa salah menempatkan SPBU-nya di Indonesia. Anehnya, Petronas dengan semangat langsung memasang jumlah pompa yang banyak. Bandingkan dengan SPBU Shell yang jumlahnya sesuai dengan kebutuhan pasar. Saya menduga ada 2 penyebab kesalahan strategi Petronas tersebut. Keduanya terkait perencanaan masuk ke pasar. Dugaan pertama saya, Petronas salah ...