Langsung ke konten utama

Perbandingan Kondisi Politik Indonesia dan India

Tempo hari, di acara IBM Lotusphere Comes to you, secara kebetulan saya sempat ngobrol dengan Mr. Sandeep Bakhshi, Business Unit Executive Lotus Software, Asean, tentang beberapa hal. Berhubung beliau besar di India, dan sudah sekitar 20 tahun di Singapura, saya ingin tahu perbandingan kemajuan demokrasi antara India (termasuk negara-negara Asean) dan Indonesia. 

Menurutnya, arah perpolitikan Indonesia sudah menuju ke yang semakin baik. Bila dibandingkan India, ada beberapa hal yang menurutnya Indonesia bisa terus menuju ke yang semakin baik. Pertama, bahasa pemersatu. Ternyata, di India itu tidak ada bahasa pemersatu seperti halnya bahasa Indonesia. Di India, memang bahasa utamanya adalah hindi, tetapi untuk wilayah Selatan India mereka tidak menggunakan bahasa tersebut. Karena itu, tidak aneh, ketika orang di wilayah Utara India berkunjung ke wilayah Selatan India, mereka menggunakan bahasa Inggris untuk berkomunikasi di antara mereka.

Kedua, agama. Menurutnya, di India tidak ada agama yang menjadi acuan kenegaraan. Sebab, pemerintahan mereka adalah pemerintahan sekuler. Meskipun mayoritas beragama Hindu, praktiknya agama Hindu hanya digunakan dalam urusan individu. 

Selanjutnya, jika dibandingkan dengan Thailand, Indonesia juga lebih beruntung. Saat ini, demokrasi di Thailand semakin tidak jelas. Saat ini mereka masih bersatu karena adanya raja Thailand. Jika raja Thailand mangkat, maka kemungkinan besar akan terjadi perpecahan. 

Terhadap Malaysia, ia melihat bahwa proses demokrasi di Malaysia masih terseok-seok, seperti halnya Philiphina. Yang lebih mirip kemajuan demokrasinya seperti Indonesia di wilayah Asia Tenggara ini adalah Vietnam. 

Dengan demikian, kompetitor terbesar kita ke depan adalah Vietnam. Mari kita bangga terhadap Indonesia!


Komentar

Postingan populer dari blog ini

MANAJEMEN KINERJA: MENGGUNAKAN SISTEM PENGENDALIAN SECARA STRATEGIS SEBAGAI ‘REM’ DAN ‘GAS’ DI ORGANISASI SEKTOR PUBLIK

Secara regulasi, Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 11 Tahun 2015  ternyata telah mengarahkan perubahan birokrasi kita dari yang dulunya kebanyakan berorientasi pada peraturan ( rules-oriented)  menjadi berorientasi kinerja ( performance-oriented). Dengan kata lain, regulasi kita telah mengarahkan agar kita berubah dari tadinya lebih menekankan pada pengendalian administratif ( administrative control ) menjadi lebih menekankan pada pengendalian hasil ( results control ). Namun, nyatanya, masih banyak yang ragu-ragu dan mempertanyakan apakah kita mesti lebih berorientasi pada peraturan atau lebih berorientasi pada kinerja  (Hartanto, 2018) . Keraguan terkait orientasi tersebut konsisten dengan keluhan beberapa kali Presiden Joko Widodo ketika melihat perilaku birokrasi kita. Ber kal -kali ia telah menyatakan bahwa organisasi sektor publik di Indonesia (baca: instansi pemerintah) kebanyakan menggunakan sumber dayanya ( resources ) ...

KENAPA SPBU PETRONAS GAGAL BERBISNIS DI INDONESIA?

Muncul publikasi di media tentang ditutupnya SPBU Petronas di Indonesia. Akhirnya, perusahaan unggul milik pemerintah Malaysia ini hengkang juga dari Indonesia. Sebenarnya, saya telah lama melihat keanehan SPBU Petronas ini. Setiap saya melewatinya, bisa dibilang hampir-hampir tidak ada pengunjungnya. Keanehan kedua, menurut saya, pemilihan lokasinya yang tidak tepat. Hal ini berbeda sekali dengan SPBU Shell. Walaupun harganya mahal mengikuti harga minyak dunia, SPBU milih Belanda ini masih memiliki pengunjung yang lumayan. Salah satu sebabnya adalah pemilihan lokasi yang tepat. Saya menjadi bertanya, kenapa perusahaan sekaliber Petronas bisa salah menempatkan SPBU-nya di Indonesia. Anehnya, Petronas dengan semangat langsung memasang jumlah pompa yang banyak. Bandingkan dengan SPBU Shell yang jumlahnya sesuai dengan kebutuhan pasar. Saya menduga ada 2 penyebab kesalahan strategi Petronas tersebut. Keduanya terkait perencanaan masuk ke pasar. Dugaan pertama saya, Petronas salah ...

INOVASI PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DENGAN QR CODE

Bagi pemerintah daerah, program efisiensi anggaran Presiden Prabowo telah memberikan tekanan yang keras. Mereka harus segera mampu membiayai sendiri pembangunan daerahnya masing-masing.  Jika mereka ingin tetap   bertahan ( sustain ) ke depan, mereka tidak bisa lagi bekerja dengan sistem ataupun kultur lama. Mereka harus segera berubah.  Untuk membiayai sendiri pembangunan daerah, mereka harus melakukan berbagai inovasi yang akan memungkinkan kemandirian fiskal daerah.  Jika hal itu tidak dilakukan, tentu Presiden Prabowo bisa memilih alternatif lain, seperti melakukan penggabungan ( merger ) pemerintah daerah yang tidak mandiri secara fiskal.  Sebab, dengan perubahan yang cepat di tingkat global, tidaklah mungkin jika ke depannya Pemerintah Pusat masih mempertahankan pemerintah daerah yang tidak mampu membiayai gaji dan tunjangan pegawainya secara mandiri. Hal ini sudah begitu membebani anggaran Pemerintah Pusat. Agar bisa bertahan dan mempunyai kemandiria...