Saya barusan mendapat comment atas tulisan saya tentang "Kesadaran Berkolaborasi Data".
Tulisannya adalah sebagai berikut:
"Setelah saya membaca seluruh artikel dalam blog sdr, rasanya sungguh sedih sekaligus miris, melihat tulisan anda yg begitu menyentuh dan bersih, padahal kalau melihat sepak terjang anda, sungguh bertolak belakang, Anda ini spt orang yg berlaga bersih tapi kenyataan ternyata nga seperti itu, anda bersikap seolah olah ingin membersihkan negara ini dari koruptor koruptor padahal anda sendiri mlakukan kolusi dan mendapatkan fee dari kolusi tersebut (sama aja koruptor juga tau), saya tau lah pa Rudy jgn terlalu so bersih saya kenal dengan pt. yg suka anda bawa dalam lelang. Negara ini akan semakin rusak dan ancur dengan adanya orang yg munafik seperti anda dan orang orang yg sama dilingkungan anda. Didepan keliatannya bersih tetapi dibelakang melakukan kolusi entah dengan principle, dengan distributor, pola nya dengan membocorkan hasil evaluasi teknis karena anda sebagai evaluatornya, juga men-seleksi perusahaan berdasarkan suka atau tidak suka. sungguh ironi negeri ini kalau pegawai negerinya banyak yg seperti ini ... Demikian saya smapaikan semoga menjadi perhatian, bahwa jika tidak ada orang yg melihat tetapi tuhan masih melihat, tuhan maha adil ... Merdeka"
Saya sebenarnya tidak terlalu surprise dengan komentar ini. Ketika akhirnya kantor saya melakukan reposisi, di mana kami juga berperan sebagai konsultan dan melakukan asistensi, khususnya dalam pengadaan TI, memang risiko inilah yang akan dihadapi. Risiko disalahartikan atau risiko terkena suap. Ketika dalam peran tersebut akhirnya kita harus berinteraksi dengan banyak pihak (termasuk prinsipal), risiko salah interpretasi tersebut tidak terhindarkan.
Tapi, saya tegaskan, saya tidak pernah membocorkan hasil evaluasi teknis kepada siapapun. Godaan seperti ini tentu banyak, termasuk dari prinsipal, yang beberapa orangnya kadang sudah seperti teman dekat saya. Namun, saya selalu berusaha untuk menjaga independensi saya. Bahkan dalam lelang Depsos belakangan ini yang nilainya sekitar Rp13 milyar, pernah saya sampai mengirim SMS berikut ke salah satu pemilik perusahaan yang akan menjadi sub kontraktor suatu peserta lelangnya: "Dengan segala hormat, untuk menjaga independensi saya, saya dan keluarga mohon maaf belum bisa menerima tawaran Bapak". Sampai-sampai orang tersebut kaget dan menelepon balik ke saya. Dia bilang tawaran itu bukan dalam rangka mempengaruhi, tetapi hanya karena pertemanan selama ini.
Memang sering, beberapa vendor yang pernah menang di kantor saya, kemudian ikut lelang di instansi yang saya asistensi dalam pengadaan TI-nya. Ini bisa menjadi bias dan terkesan perusahaan ini dibawa oleh saya. Persepsi ini pernah saya dengar dari seorang panitia lelang di Depsos. Dia dengar dari direktur PT Medcom Indosa Engineering, salah satu peserta lelang SIM PKH, bahwa saya membawa PT Datatel. Padahal, itu salah mengerti. PT Medcom memang kualitasnya kurang bagus ketika bekerja di kantor Menpan ketika saya asistensi. Dan yang bersangkutan tahu kalau saya ikut asistensi di suatu instansi, sangat berat PT Medcom bisa menang jika kualitas dan kompetensinya tidak ditingkatkan. Bahkan, saat ini di PON Kaltim pun, pekerjaan PT Medcom akhirnya bermasalah.
Kalau saya dibilang bersih, secara total sich, saya yakin saya belum sampai tahap ke sana. Masih banyak hal-hal yang perlu diperbaiki di sisi saya. Misalnya, sering juga hari perjalanan dinas tidak sesuai dengan yang dipertanggungjawabkan. Tapi, saya mencoba semakin baik.
Untuk perbaikan bagi diri saya sendiri, alangkah baiknya jika diungkapkan secara jelas di blog ini, kasusnya di mana, kejadian seperti apa, sehingga saya bisa menjelaskan dari posisi saya secara lebih baik. Soal Anda bisa menerima penjelasan dari saya atau tidak, itu soal lain. Setuju? Jika setuju, saya nantikan uraian dari Anda di blog ini.
Tulisannya adalah sebagai berikut:
"Setelah saya membaca seluruh artikel dalam blog sdr, rasanya sungguh sedih sekaligus miris, melihat tulisan anda yg begitu menyentuh dan bersih, padahal kalau melihat sepak terjang anda, sungguh bertolak belakang, Anda ini spt orang yg berlaga bersih tapi kenyataan ternyata nga seperti itu, anda bersikap seolah olah ingin membersihkan negara ini dari koruptor koruptor padahal anda sendiri mlakukan kolusi dan mendapatkan fee dari kolusi tersebut (sama aja koruptor juga tau), saya tau lah pa Rudy jgn terlalu so bersih saya kenal dengan pt. yg suka anda bawa dalam lelang. Negara ini akan semakin rusak dan ancur dengan adanya orang yg munafik seperti anda dan orang orang yg sama dilingkungan anda. Didepan keliatannya bersih tetapi dibelakang melakukan kolusi entah dengan principle, dengan distributor, pola nya dengan membocorkan hasil evaluasi teknis karena anda sebagai evaluatornya, juga men-seleksi perusahaan berdasarkan suka atau tidak suka. sungguh ironi negeri ini kalau pegawai negerinya banyak yg seperti ini ... Demikian saya smapaikan semoga menjadi perhatian, bahwa jika tidak ada orang yg melihat tetapi tuhan masih melihat, tuhan maha adil ... Merdeka"
Saya sebenarnya tidak terlalu surprise dengan komentar ini. Ketika akhirnya kantor saya melakukan reposisi, di mana kami juga berperan sebagai konsultan dan melakukan asistensi, khususnya dalam pengadaan TI, memang risiko inilah yang akan dihadapi. Risiko disalahartikan atau risiko terkena suap. Ketika dalam peran tersebut akhirnya kita harus berinteraksi dengan banyak pihak (termasuk prinsipal), risiko salah interpretasi tersebut tidak terhindarkan.
Tapi, saya tegaskan, saya tidak pernah membocorkan hasil evaluasi teknis kepada siapapun. Godaan seperti ini tentu banyak, termasuk dari prinsipal, yang beberapa orangnya kadang sudah seperti teman dekat saya. Namun, saya selalu berusaha untuk menjaga independensi saya. Bahkan dalam lelang Depsos belakangan ini yang nilainya sekitar Rp13 milyar, pernah saya sampai mengirim SMS berikut ke salah satu pemilik perusahaan yang akan menjadi sub kontraktor suatu peserta lelangnya: "Dengan segala hormat, untuk menjaga independensi saya, saya dan keluarga mohon maaf belum bisa menerima tawaran Bapak". Sampai-sampai orang tersebut kaget dan menelepon balik ke saya. Dia bilang tawaran itu bukan dalam rangka mempengaruhi, tetapi hanya karena pertemanan selama ini.
Memang sering, beberapa vendor yang pernah menang di kantor saya, kemudian ikut lelang di instansi yang saya asistensi dalam pengadaan TI-nya. Ini bisa menjadi bias dan terkesan perusahaan ini dibawa oleh saya. Persepsi ini pernah saya dengar dari seorang panitia lelang di Depsos. Dia dengar dari direktur PT Medcom Indosa Engineering, salah satu peserta lelang SIM PKH, bahwa saya membawa PT Datatel. Padahal, itu salah mengerti. PT Medcom memang kualitasnya kurang bagus ketika bekerja di kantor Menpan ketika saya asistensi. Dan yang bersangkutan tahu kalau saya ikut asistensi di suatu instansi, sangat berat PT Medcom bisa menang jika kualitas dan kompetensinya tidak ditingkatkan. Bahkan, saat ini di PON Kaltim pun, pekerjaan PT Medcom akhirnya bermasalah.
Kalau saya dibilang bersih, secara total sich, saya yakin saya belum sampai tahap ke sana. Masih banyak hal-hal yang perlu diperbaiki di sisi saya. Misalnya, sering juga hari perjalanan dinas tidak sesuai dengan yang dipertanggungjawabkan. Tapi, saya mencoba semakin baik.
Untuk perbaikan bagi diri saya sendiri, alangkah baiknya jika diungkapkan secara jelas di blog ini, kasusnya di mana, kejadian seperti apa, sehingga saya bisa menjelaskan dari posisi saya secara lebih baik. Soal Anda bisa menerima penjelasan dari saya atau tidak, itu soal lain. Setuju? Jika setuju, saya nantikan uraian dari Anda di blog ini.
Komentar