Langsung ke konten utama

Buku Kudeta Mekkah

Sekitar 2 minggu lalu, saya duduk-duduk di TB Gramedia sambil menunggu anak-anak saya yang sedang bermain di sebuah tempat permainan Bintaro Plaza. Kebetulan, saya duduk di area buku-buku Islam. Iseng-iseng baca, saya tertarik membaca buku "Kudeta Mekkah" tulisan Yaroslav Trofimov yang masih baru terbit. Isi bagian depan buku ini membuat saya tertarik untuk membeli buku ini karena ada hal yang menarik untuk dibaca tentang Mekkah dari perspektif penulis yang bukan beragama Islam.

Dalam buku ini, penulis mencoba berargumentasi tentang adanya kaitan antara kudeta Mekkah yang pernah dipimpin oleh Juhaiman dan gang Al-Qaeda. Saya mencoba membaca buku ini sampai akhir dan selesai pada hari ini. Dengan harga sekitar Rp50 ribu, tulisannya cukup enak dibaca untuk menambah wawasan kita.
Penulis mencoba mengaitkan tindakan Al-Qaeda dengan kaum Wahabbi, Ikhwanul Muslimin, pejuang Afghanistan, dan lainnya di masa sebelumnya. Sayangnya, saya tidak memperoleh informasi yang cukup dari buku ini untuk meyakinkan argumentasi penulis. Terkesan, kejadian yang ada, seperti pembunuhan Anwar Sadad dan lainnya, dicoba untuk dirangkai-rangkai kaitannya dengan Al-Qaeda.

Yang saya tidak mengerti, kenapa TB Gramedia sampai menaruh buku ini di kelompok buku-buku Islam. Saya rasa buku ini lebih tepat ditaruh di kelompok Sejarah atau kelompok buku-buku "Propaganda", kalau memang ada. Mungkin, ini bukan kesengajaan.
Bagi Anda yang mempunyai hubungan kerja dengan TB Gramedia, layak kiranya menginformasikan peletakan ini sebelum nanti malah menjadi isu besar yang dapat menurunkan citra TB Gramedia dari pandangan komunitas Muslim Indonesia.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MANAJEMEN KINERJA: MENGGUNAKAN SISTEM PENGENDALIAN SECARA STRATEGIS SEBAGAI ‘REM’ DAN ‘GAS’ DI ORGANISASI SEKTOR PUBLIK

Secara regulasi, Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 11 Tahun 2015  ternyata telah mengarahkan perubahan birokrasi kita dari yang dulunya kebanyakan berorientasi pada peraturan ( rules-oriented)  menjadi berorientasi kinerja ( performance-oriented). Dengan kata lain, regulasi kita telah mengarahkan agar kita berubah dari tadinya lebih menekankan pada pengendalian administratif ( administrative control ) menjadi lebih menekankan pada pengendalian hasil ( results control ). Namun, nyatanya, masih banyak yang ragu-ragu dan mempertanyakan apakah kita mesti lebih berorientasi pada peraturan atau lebih berorientasi pada kinerja  (Hartanto, 2018) . Keraguan terkait orientasi tersebut konsisten dengan keluhan beberapa kali Presiden Joko Widodo ketika melihat perilaku birokrasi kita. Ber kal -kali ia telah menyatakan bahwa organisasi sektor publik di Indonesia (baca: instansi pemerintah) kebanyakan menggunakan sumber dayanya ( resources ) ...

KENAPA SPBU PETRONAS GAGAL BERBISNIS DI INDONESIA?

Muncul publikasi di media tentang ditutupnya SPBU Petronas di Indonesia. Akhirnya, perusahaan unggul milik pemerintah Malaysia ini hengkang juga dari Indonesia. Sebenarnya, saya telah lama melihat keanehan SPBU Petronas ini. Setiap saya melewatinya, bisa dibilang hampir-hampir tidak ada pengunjungnya. Keanehan kedua, menurut saya, pemilihan lokasinya yang tidak tepat. Hal ini berbeda sekali dengan SPBU Shell. Walaupun harganya mahal mengikuti harga minyak dunia, SPBU milih Belanda ini masih memiliki pengunjung yang lumayan. Salah satu sebabnya adalah pemilihan lokasi yang tepat. Saya menjadi bertanya, kenapa perusahaan sekaliber Petronas bisa salah menempatkan SPBU-nya di Indonesia. Anehnya, Petronas dengan semangat langsung memasang jumlah pompa yang banyak. Bandingkan dengan SPBU Shell yang jumlahnya sesuai dengan kebutuhan pasar. Saya menduga ada 2 penyebab kesalahan strategi Petronas tersebut. Keduanya terkait perencanaan masuk ke pasar. Dugaan pertama saya, Petronas salah ...

INOVASI PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DENGAN QR CODE

Bagi pemerintah daerah, program efisiensi anggaran Presiden Prabowo telah memberikan tekanan yang keras. Mereka harus segera mampu membiayai sendiri pembangunan daerahnya masing-masing.  Jika mereka ingin tetap   bertahan ( sustain ) ke depan, mereka tidak bisa lagi bekerja dengan sistem ataupun kultur lama. Mereka harus segera berubah.  Untuk membiayai sendiri pembangunan daerah, mereka harus melakukan berbagai inovasi yang akan memungkinkan kemandirian fiskal daerah.  Jika hal itu tidak dilakukan, tentu Presiden Prabowo bisa memilih alternatif lain, seperti melakukan penggabungan ( merger ) pemerintah daerah yang tidak mandiri secara fiskal.  Sebab, dengan perubahan yang cepat di tingkat global, tidaklah mungkin jika ke depannya Pemerintah Pusat masih mempertahankan pemerintah daerah yang tidak mampu membiayai gaji dan tunjangan pegawainya secara mandiri. Hal ini sudah begitu membebani anggaran Pemerintah Pusat. Agar bisa bertahan dan mempunyai kemandiria...