Langsung ke konten utama

[eKTP] Skandal e-KTP Gamawan Fauzi: e-KTP Tetap Jalan Walau Muncul Skandal

Kamis, 15/09/2011 16:00 WIB

Skandal e-KTP Gamawan Fauzi

e-KTP Tetap Jalan Walau Muncul Skandal

M. Rizal - detikNews

Jakarta - Bagaimana nasib proyek e-KTP selanjutnya? Apakah proyek senilai Rp 5,8 miliar ini akan dihentikan menyusul mencuatnya dugaan korupsi?

Sejumlah kalangan telah mendesak agar proyek ini dihentikan. Desakan muncul dari masyarakat, LSM dan anggota DPR. Fraksi PDIP misalnya, meminta agar program yang saat ini tengah berjalan dievaluasi, bahkan dihentikan dulu sampai ada penjelasan terkait tudingan adanya korupsi dan persekongkolan dalam pemenangan tendernya.

“Sejak awal Poksi II PDIP selalu mengkritisi program e-KTP, mulai perencanaan hingga proses tender sampai pelaksanaannya. Sikap kita tetap meminta agar program itu harus dievaluasi dahulu dan dihentikan,” kata Ketua FPDIP DPR, Tjahjo Kumolo kepada detik+.
Selain karena adanya dugaan praktik korupsi, program e-KTP ini dinilai sarat dengan nuansa politis dan berkembang ke arah yang tidak proporsional. “Daripada menjadi polemik dan akhirnya tidak dapat mencapai target yang diharapkan pemerintah khususnya Kemendagri, sebaiknya dihentikan dulu,” tegas Tjahjo.

Desakan agar proyek e-KTP dihentikan ditolak pemerintah. Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menegaskan, tetap akan terus menjalankan program tersebut hingga selesai di tahun 2012. “Ini akan jalan terus, emang di lapangan ada beberapa kendala, tapi itu tidak signifikan,” kata Kepala Pusat Penerangan Kemendagri, Raydonnyzar Moenek kepada detik+.

Kemendagri telah menetapkan target pelaksanaan e-KTP di seluruh Indonesia. Untuk tahun anggara (TA) 2011, diharapkan program e-KTP ini bisa terlaksana di 197 Kabupaten atau Kotamadya dengan 67 juta penduduk yang sudah memiliki e-KTP. “Kita harapkan ini bisa selesai mulai Agustus hingga akhir Desember 2011 nanti,” terang pria yang akrab disapa Dony ini.

Sisanya, dilakukan pada TA 2012 di mana program e-KTP ini akan dilakukan di 300 Kabupaten dan Kotamadya dengan pencapaian 105 juta penduduk ber-e-KTP. “Jadi totalnya ada sekitar 172 juta penduduk yang memiliki e-KTP, ini wajib mulai tahun 2011 sampai 2012,” tuturnya.

Sementara untuk wilayah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang memiliki lima Pemkot dan satu Pemkan diharapkan sudah ada 267 kantor kelurahan yang siap melayani e-KTP. Sisanya di luar Jakarta itu ada 191 Kabupate atau Kota yang juga telah diistribusikan peralatan pendukung e-KTP ini. “Kita harapkan setting intallation and stolmen selesai pada minggu ketiga di bulan Desember 2011 ini,” katanya.

Pemerintah menegaskan manfaat dari e-KTP begitu banyak. Mulai dari soal akurasi jumlah penduduk, validasi data, pencegahan terorisme dan kejahatan lainnya seperti pemalsuan identitas seperti KTP, Paspor, Ijazah, Surat Nikah, Akte Kelahiran, pembagian Raskin, BLT sampai persoala illegal lainnya. “Untuk memudahkan itu semua ini yang harus segera diperbaharui, bukan saja soal pendataan kependudukan saja,” kata Dony..

Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Sugiri Syarief mengingatkan bila program e-KTP tertunda-tunda akan berdampak besar terhadap persoalan kependudukan, apalagi selama ini masyarakat menjadi subyek dan obyek dari pembangunan. "Jadi kalau terganggu sudah pasti akan membawa implikasi bagi peningkatan penduduk itu sendiri. Atau dari sisi penggerakan penduduk itu sendiri. Jadi pasti akan ada persoalan," ujar Sugiri.

Selain menghambat program peningkatan kesejahteraan penduduk, belum adanya Nomor Induk Kependudukan (NIK) juga akan mengacaukan data Pemilu. Hal ini pernah terjadi pada pemilu sebelumnya. "Pemerintah berusaha agar hal ini diselesaikan sebelum pemilu. Jadi kalau kemudian tertunda misalnya itu akan memberikan peluang bagi mereka yang bisa memanfaatkan hal itu," katanya.
Fraksi Partai Demokrat (PD) tentu saja berseberangan dengan PDIP dan mendukung sikap pemerintah untuk tidak menghentikan proyek e-KTP. Namun bila memang benar dugaan dalam proyek ini terjadi perbuatan melawan hukum, semua yang terlibat harus diproses. “Jadi program e-KTP ini saya kita harus tetap berjalan, karena ini juga sudah menjadi keputusan bersama antara DPR dan pemerintah. Apalagi negara kita sangat tertinggal jauh dalam pendataan penduduknya,” tegas Pasek Suardika.

Sementara DPR hingga kini belum ada kata sepakat soal dilanjutkan atau distopnya proyek e-KTP. Komisi II DPR telah membahas kasus dugaan korupsi e-KTP dalam rapat internal mereka. Hanya saja, Komisi II masih menyerahkan sepenuhnya kepada KPK untuk memprosesnya. Komisi akan memanggil Mendagri Gamawan Fauzi untuk dimintai penjelasan.

"Di Komisi II nampaknya nanti juga akan ada upaya pendalaman. Bisa Panja bisa jadi Tim pengawas. Tentu memang dari Komisi II akan melakukan pengawasan dengan lebih intensif," kata Wakil Ketua Komisi II DPR Hakam Naja.

KPK sendiri saat ini tengah melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan e-KTP. Apalagi, KPK pernah diminta masukan dan memberikan rekomendasi atas kajian program e-KTP yang diberikan ke Kemendagri. KPK juga tengah melakukan identifikasi dugaan tindak pidana korupsi dalam proyek itu seperti dituduhkan LSM Gowa itu.
"Kita sambil mengidentifikasi ada atau tidaknya kemungkinan adanya penyimpangan yang berindikasi korupsi," kata Wakil Ketua KPK M Jasin ketika dihubungi detik+.

Yang jelas sejumlah kalangan mengharapkan jangan sampai program e-KTP ini membuat keruwetan baru. Setidaknya justru membuat kacau pendataan penduduk, seperti terjadi dalam Pemilu. Tidak hanya itu, kesiapan konsorsium PNRI juga menjadi tanda tanya, apakah sanggup atau tidak, mengingat kasus lembaran surat pemilih dan surat suara dalam Pemilu yang pernah dibuat mereka juga kacau.
(iy/nrl)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENGALAMAN MELELAHKAN DI HOTSPOT J.CO

Hari Minggu 13 April 2008 lalu saya mampir di J.CO Donuts & Coffe di Bintaro Plaza. Sambil mencicipi kopi latte seharga Rp26 ribu, yang tentunya cukup mahal bagi kantong orang sekelas saya, saya mencoba mengakses Internet dari Hotspot café ini.  Setelah membayar di kasir dan menunggu antrian dari seorang pria peracik kopi yang tidak terlalu ramah, saya kemudian dipanggil untuk mengambil kopi saya yang masuk dalam antrian. Kalau tidak bertanya, ternyata petugas kopi café ini tidak menawarkan langsung akses gratis hotspot ke Internet yang dipromosikan café ini.   Setelah saya bertanya, apa password hotspot -nya, barulah diberi tulisan password di kertas bill saya, yaitu "hazelle dazele". Cukup bingung, saya tanya ke petugasnya, apakah password itu pakai spasi atau tidak. Dia jawab, “Tidak”. Kemudian, saya mencoba men- setup akses dengan O2. Aneh juga, signal hotspot -nya hilang-hilang timbul.  Yang cukup kuat malah dari café Ola La yg berada di lantai 2. Setelah b

Menafsirkan Kerugian Negara

Teringat Kasus Indosat-IM3 dan munculnya diskusi kerugian perekonomian negara, saya jadi teringat lagi dengan tulisan lama saya beberapa dekade lalu yang sayang untuk dibuang di KONTAN EDISI 36/IV Tanggal 5 Juni 2000.   Menafsirkan Kerugian Negara Rudy M. Harahap Pengamat Akuntabilitas dan Transparansi Pemerintah                                       Saya pernah bertanya kepada mahasiswa di kelas, ketika menyajikan kuliah akuntansi perbankan. Menurut saya, pertanyaan ini mestinya cukup sulit dijawab: "Misalkan Anda menjadi manajer bank dan ada kredit nasabah yang macet. Tentu, Anda tidak ingin gara-gara kredit macet ini kinerja Anda dinilai jelek. Apa yang akan Anda lakukan?" Ternyata, beberapa mahasiswa merasa tak sulit menjawab pertanyaan itu. Dengan enteng, mereka menjawab: "Ya, diskedul ulang saja, Pak. Terus, naikkan plafon pokok utangnya. Selisih antara pokok utang yang lama dengan pokok utang yang baru dikompensasikan saja ke tunggakan cicilan pokok dan tung

MANAJEMEN KINERJA: MENGGUNAKAN SISTEM PENGENDALIAN SECARA STRATEGIS SEBAGAI ‘REM’ DAN ‘GAS’ DI ORGANISASI SEKTOR PUBLIK

Secara regulasi, Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 11 Tahun 2015  ternyata telah mengarahkan perubahan birokrasi kita dari yang dulunya kebanyakan berorientasi pada peraturan ( rules-oriented)  menjadi berorientasi kinerja ( performance-oriented). Dengan kata lain, regulasi kita telah mengarahkan agar kita berubah dari tadinya lebih menekankan pada pengendalian administratif ( administrative control ) menjadi lebih menekankan pada pengendalian hasil ( results control ). Namun, nyatanya, masih banyak yang ragu-ragu dan mempertanyakan apakah kita mesti lebih berorientasi pada peraturan atau lebih berorientasi pada kinerja  (Hartanto, 2018) . Keraguan terkait orientasi tersebut konsisten dengan keluhan beberapa kali Presiden Joko Widodo ketika melihat perilaku birokrasi kita. Ber kal -kali ia telah menyatakan bahwa organisasi sektor publik di Indonesia (baca: instansi pemerintah) kebanyakan menggunakan sumber dayanya ( resources ) hanya untuk ke