Langsung ke konten utama

Panduan Konflik Kepentingan di Pertamina

Tentang konflik kepentingan, pernah diulas khusus di majalah internal Pertamina, yaitu Warta Pertamina, edisi Agustus 2008

"Konflik Kepentingan"

Dalam Wikipedia disebutkan bahwa konflik kepentingan (conflict of interest) adalah suatu keadaan sewaktu seseorang pada posisi yang memerlukan kepercayaan, seperti pengacara, politikus, eksekutif atau direktur suatu perusahaan, memiliki kepentingan profesional dan pribadi yang bersinggungan. Persinggungan kepentingan ini dapat menyulitkan orang tersebut untuk menjalankan tugasnya.

Suatu konflik kepentingan dapat timbul bahkan jika hal tersebut tidak menimbulkan tindakan yang tidak etis atau tidak pantas. Suatu konflik kepentingan dapat mengurangi kepercayaan terhadap seseorang atau suatu profesi.
Selama ini peraturan yang mengatur konflik kepentingan hanya Pasal 5 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Pasal 12i, dan Pasal 3 No.71 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Diluar itu konflik kepentingan hanya dibatasi dengan norma etika semata.

Seorang pejabat sedang menghadapi hal yang membingungkan. Fungsi di bawah kewenangannya sedang mengadakan tender pengadaan barang dan jasa. Ternyata salah satu peserta tender adalah perusahaan milik keluarganya. Malahan si pejabat memiliki saham di perusahaan keluarga itu. Kasus seperti ini yang mengundang konfik kepentingan (conflict of interest). Yang membingungkan, apakah ia harus berpihak kepada perusahaan milik keluarga atau peserta tender lain?

Kalaupun peserta milik keluarga itu memenuhi kualifikasi dan persyaratan yang dibutuhkan, ia bingung apakah nanti kata orang, kalau keputusannya adalah memenangkan perusahaan itu. Itulah konflik kepentingan.
Seorang blogger bernama Rudy M. Harahap menuturkan bahwa di beberapa negara seperti Australia, konflik kepentingan masih dimungkinkan terjadi. Namun, seseorang yang terlibat konflik kepentingan harus menyatakan di awal adanya konflik kepentingan tersebut. Seseorang bisa dianggap melakukan pelanggaran jika di kemudian hari dia terbukti memiliki konflik kepentingan dan ternyata tidak pernah mengungkapkannya sejak awal. Dalam pengambilan keputusan strategis, orang yang memiliki konflik kepentingan pun dilarang untuk terlibat lebih jauh.

Kalau kasus seperti seorang pejabat yang perusahaan keluarganya ikut, saran yang paling bagus adalah perusahaan itu tidak ikut serta dalam tender tersebut. Tetapi kalau berbicara hak, setiap perusahaan sejauh memenuhi kualifikasi bisa mengikuti tender di manapun, maka langkah minimalnya adalah ketika rapat penentuan pemenang dan rapat-rapat pengambilan keputusan lain si pejabat janganlah terlibat.

Apa yang menjadi rambu-rambu konflik kepentingan?
• Apakah Anda atau pasangan Anda memiliki kepentingan di perusahaan lain?
• Apakah Anda memiliki jabatan khusus di perusahaan lain yang bukan joint venture maupun anak perusahaan Pertamina?
• Apakah Anda memiliki pekerjaan paruh waktu?
• Apakah Anda melakukan transaksi dengan perusahaan di mana keluarga dan teman Anda mempunyai kepentingan financial?
• Apakah Anda mengetahui keluarga dan teman yang sedang atau akan berbisnis dengan Pertamina?
• Apakah Anda menerima bantuan financial atau non financial (selain yang diatur dalam gift and entertainment policy) dari orang lain?
• Apakah Anda diminta oleh orang lain untuk mengeluarkan kontrak, lisensi/izin, rating kinerja tinggi, dan lain-lain?
• Apakah Anda memberikan informasi tentang perusahaan kepada orang-orang yang tidak berwenang. Contohnya harga perkiraan sendiri, anggaran, informasi penawaran vendor?

• NS

Komentar

Aldebaran Chandra mengatakan…
Salam Pak Rudi, saya pegawai BPKP Perwakilan Kalimantan Barat
Selama ini memang banyak kami temui indikasi conflict of interest (COI) di daerah kerja kami, akan tetapi kendala yang kami temui seringkali adalah lingkup penugasan kami yang tidak menyentuh hal tersebut
Katakanlah kami sedang asistensi sebuah sistem di mana terdapat indikasi COI, namun krn namanya asistensi (fasilitasi) tetappenentu keputusan akhir adalah satker yg bersangkutan. Sementara pada saat audit oleh bidang lain,hal ini bisa diangkat menjadi temuan dan satker nggak mau tahu. Dia tahu-nya yg asistensi BPKP, yg audit BPKP, harusnya udah bersih dari temuan. Eh, tau2 muncul temuan dari BPKP sendiri...
Wah,pusing kita Pak...

Postingan populer dari blog ini

PENGALAMAN MELELAHKAN DI HOTSPOT J.CO

Hari Minggu 13 April 2008 lalu saya mampir di J.CO Donuts & Coffe di Bintaro Plaza. Sambil mencicipi kopi latte seharga Rp26 ribu, yang tentunya cukup mahal bagi kantong orang sekelas saya, saya mencoba mengakses Internet dari Hotspot café ini.  Setelah membayar di kasir dan menunggu antrian dari seorang pria peracik kopi yang tidak terlalu ramah, saya kemudian dipanggil untuk mengambil kopi saya yang masuk dalam antrian. Kalau tidak bertanya, ternyata petugas kopi café ini tidak menawarkan langsung akses gratis hotspot ke Internet yang dipromosikan café ini.   Setelah saya bertanya, apa password hotspot -nya, barulah diberi tulisan password di kertas bill saya, yaitu "hazelle dazele". Cukup bingung, saya tanya ke petugasnya, apakah password itu pakai spasi atau tidak. Dia jawab, “Tidak”. Kemudian, saya mencoba men- setup akses dengan O2. Aneh juga, signal hotspot -nya hilang-hilang timbul.  Yang cukup kuat malah dari café Ola La yg berada di lantai 2. Setelah b

Menafsirkan Kerugian Negara

Teringat Kasus Indosat-IM3 dan munculnya diskusi kerugian perekonomian negara, saya jadi teringat lagi dengan tulisan lama saya beberapa dekade lalu yang sayang untuk dibuang di KONTAN EDISI 36/IV Tanggal 5 Juni 2000.   Menafsirkan Kerugian Negara Rudy M. Harahap Pengamat Akuntabilitas dan Transparansi Pemerintah                                       Saya pernah bertanya kepada mahasiswa di kelas, ketika menyajikan kuliah akuntansi perbankan. Menurut saya, pertanyaan ini mestinya cukup sulit dijawab: "Misalkan Anda menjadi manajer bank dan ada kredit nasabah yang macet. Tentu, Anda tidak ingin gara-gara kredit macet ini kinerja Anda dinilai jelek. Apa yang akan Anda lakukan?" Ternyata, beberapa mahasiswa merasa tak sulit menjawab pertanyaan itu. Dengan enteng, mereka menjawab: "Ya, diskedul ulang saja, Pak. Terus, naikkan plafon pokok utangnya. Selisih antara pokok utang yang lama dengan pokok utang yang baru dikompensasikan saja ke tunggakan cicilan pokok dan tung

MANAJEMEN KINERJA: MENGGUNAKAN SISTEM PENGENDALIAN SECARA STRATEGIS SEBAGAI ‘REM’ DAN ‘GAS’ DI ORGANISASI SEKTOR PUBLIK

Secara regulasi, Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 11 Tahun 2015  ternyata telah mengarahkan perubahan birokrasi kita dari yang dulunya kebanyakan berorientasi pada peraturan ( rules-oriented)  menjadi berorientasi kinerja ( performance-oriented). Dengan kata lain, regulasi kita telah mengarahkan agar kita berubah dari tadinya lebih menekankan pada pengendalian administratif ( administrative control ) menjadi lebih menekankan pada pengendalian hasil ( results control ). Namun, nyatanya, masih banyak yang ragu-ragu dan mempertanyakan apakah kita mesti lebih berorientasi pada peraturan atau lebih berorientasi pada kinerja  (Hartanto, 2018) . Keraguan terkait orientasi tersebut konsisten dengan keluhan beberapa kali Presiden Joko Widodo ketika melihat perilaku birokrasi kita. Ber kal -kali ia telah menyatakan bahwa organisasi sektor publik di Indonesia (baca: instansi pemerintah) kebanyakan menggunakan sumber dayanya ( resources ) hanya untuk ke