Langsung ke konten utama

Di Mana Kerahasiaan Konsultan?

Seorang teman, Pak Hemat, yang juga menjadi konsultan TI di KPU mengirimkan laporannya ke Ketua KPU. Cerita tidak sampai di sini. Ternyata, teman saya itu mempublikasikan laporannya ini ke berbagai milis dan ditembuskan juga ke banyak pihak, termasuk ke berbagai redaksi media massa dan vendor-vendor. Wow, hebat juga ini Pak Hemat. Transparan sekali. 

Hanya saja, yang jadi pertanyaan saya sekarang ini, apakah seorang konsultan tidak terikat dengan pasal kerahasiaan? Kalau suratnya ditujukan ke Ketua KPU, dan Pak Hemat dikontrak sebagai konsultannya, apakah tepat untuk me-cc kan isi surat ini ke banyak pihak?

Saya rasa, perlu dibuat edisi khusus atas suatu laporan yang memang kepentingannya untuk dipublikasikan secara luas. Dan itu mestinya juga dikeluarkan secara resmi oleh KPU, bukan oleh konsultannya. 

Jangan-jangan, dalam pandangan saya, Pak Hemat ini sudah frustasi dengan KPU sehingga surat ini perlu diungkapkan secara terbuka seperti ini. Namun, saya melihat, persoalan TI KPU pada Pemilu kali ini akan lebih ruwet dibandingkan dengan Pemilu yang lalu. Hal ini didukung oleh kenyataan ternyata Biro TI KPU pun sudah dibubarkan. Dengan demikian, siapa penanggung-jawab TI di KPU sudah tidak jelas. 

Untuk meminimalkan risiko, saya sarankan agar KPU tidak lagi menggunakan TI yang rumit untuk kepentingan pemilu tahun ini. Toch, perhitungan yang dijadikan acuan secara resmi adalah yang manual. Untuk mengimbangi dan sebagai
control terhadap perhitungan tersebut, jika dipandang perlu, sebaiknya banyak pihak independen (entahitu berasal dari LSM atau universitas), dengan didukung oleh donor tentunya, mengadakan alat TI untuk kepentingan counting 
ini. Dengan demikian, ketidakefisienan penggunaan uang negara bisa diminimalkan. 

Waktu sudah tidak ada lagi untuk membuat kegiatan semacam ini di KPU. Kalau pun mau dijalankan, malah makin tinggi risikonya. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENGALAMAN MELELAHKAN DI HOTSPOT J.CO

Hari Minggu 13 April 2008 lalu saya mampir di J.CO Donuts & Coffe di Bintaro Plaza. Sambil mencicipi kopi latte seharga Rp26 ribu, yang tentunya cukup mahal bagi kantong orang sekelas saya, saya mencoba mengakses Internet dari Hotspot café ini.  Setelah membayar di kasir dan menunggu antrian dari seorang pria peracik kopi yang tidak terlalu ramah, saya kemudian dipanggil untuk mengambil kopi saya yang masuk dalam antrian. Kalau tidak bertanya, ternyata petugas kopi café ini tidak menawarkan langsung akses gratis hotspot ke Internet yang dipromosikan café ini.   Setelah saya bertanya, apa password hotspot -nya, barulah diberi tulisan password di kertas bill saya, yaitu "hazelle dazele". Cukup bingung, saya tanya ke petugasnya, apakah password itu pakai spasi atau tidak. Dia jawab, “Tidak”. Kemudian, saya mencoba men- setup akses dengan O2. Aneh juga, signal hotspot -nya hilang-hilang timbul.  Yang cukup kuat malah dari café Ola La yg berada di lantai 2. Setelah b

Menafsirkan Kerugian Negara

Teringat Kasus Indosat-IM3 dan munculnya diskusi kerugian perekonomian negara, saya jadi teringat lagi dengan tulisan lama saya beberapa dekade lalu yang sayang untuk dibuang di KONTAN EDISI 36/IV Tanggal 5 Juni 2000.   Menafsirkan Kerugian Negara Rudy M. Harahap Pengamat Akuntabilitas dan Transparansi Pemerintah                                       Saya pernah bertanya kepada mahasiswa di kelas, ketika menyajikan kuliah akuntansi perbankan. Menurut saya, pertanyaan ini mestinya cukup sulit dijawab: "Misalkan Anda menjadi manajer bank dan ada kredit nasabah yang macet. Tentu, Anda tidak ingin gara-gara kredit macet ini kinerja Anda dinilai jelek. Apa yang akan Anda lakukan?" Ternyata, beberapa mahasiswa merasa tak sulit menjawab pertanyaan itu. Dengan enteng, mereka menjawab: "Ya, diskedul ulang saja, Pak. Terus, naikkan plafon pokok utangnya. Selisih antara pokok utang yang lama dengan pokok utang yang baru dikompensasikan saja ke tunggakan cicilan pokok dan tung

MANAJEMEN KINERJA: MENGGUNAKAN SISTEM PENGENDALIAN SECARA STRATEGIS SEBAGAI ‘REM’ DAN ‘GAS’ DI ORGANISASI SEKTOR PUBLIK

Secara regulasi, Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 11 Tahun 2015  ternyata telah mengarahkan perubahan birokrasi kita dari yang dulunya kebanyakan berorientasi pada peraturan ( rules-oriented)  menjadi berorientasi kinerja ( performance-oriented). Dengan kata lain, regulasi kita telah mengarahkan agar kita berubah dari tadinya lebih menekankan pada pengendalian administratif ( administrative control ) menjadi lebih menekankan pada pengendalian hasil ( results control ). Namun, nyatanya, masih banyak yang ragu-ragu dan mempertanyakan apakah kita mesti lebih berorientasi pada peraturan atau lebih berorientasi pada kinerja  (Hartanto, 2018) . Keraguan terkait orientasi tersebut konsisten dengan keluhan beberapa kali Presiden Joko Widodo ketika melihat perilaku birokrasi kita. Ber kal -kali ia telah menyatakan bahwa organisasi sektor publik di Indonesia (baca: instansi pemerintah) kebanyakan menggunakan sumber dayanya ( resources ) hanya untuk ke