Pertanyaan berikutnya, apakah style dan karakter kepemimpinan ini merupakan style dan karakter nyata kebanyakan pemimpin saat ini, termasuk banyaknya para safety player, atau sebenarnya itu merupakan bentukan dari pengaruh lingkungan sebuah negara yang menuju transisi demokratis. Indikator paling gampang tentang ini adalah munculnya kepemimpinan kolektif, tersebarnya kekuasaan, dominannya kekuasaan legislatif dan yudikatif, dan seterusnya.
Atau, jangan-jangan, lemahnya style dan karakter kepemimpinan saat ini justru dibutuhkan untuk menjaga keutuhan NKRI? Bisa dibayangkan jika saat ini Indonesia dipimpin oleh kepemimpinan sekelas Habibie dan Gus Dur yang berani mengambil dobrakan, bahkan dengan risiko terlepasnya sebuah provinsi seperti Timor-Timor. Dengan style dan karakter kepemimpinan saat ini kita tidak mendengar lagi isu-isu terkait pendirian negara yang terpisah dari NKRI. Artinya, perlu juga kita bersyukur bahwa Tuhan telah menentukan nasib kita dengan mendapatkan style dan karakter kepemimpinan saat ini. Dalam proses debat, ini bisa dibilang kita sedang melalui fase cooling down. Fase semacam ini penting agar sebuah proses transisi ke demokratis tidak over heating, yang malah menjadi efek negatif demokratisasi itu sendiri.
Kebanyakan teman saya tidak setuju dengan pandangan saya tersebut. Anda punya pendapat lain tentang ini? Silahkan diposting di sini.
Sabtu, 21 Mei 2011, 06:01 WIB
NASIONAL
Anggota KPU: RI Butuh Pemimpin Bernyali
» Anggota KPU I Gusti Putu Artha
Hadi Suprapto | Sabtu, 21 Mei 2011, 17:39 WIB
VIVAnews - Anggota Komisi Pemilihan Umum I Gusti Putu Artha mengatakan saat ini Indonesia membutuhkan pemimpin yang memiliki nyali tinggi, berintegritas, berkapasitas memadai, serta kuat dan berani pasang badan untuk melakukan penindakan hukum. Para pemimpin tersebut bukan hanya presiden, tetapi juga menteri, pemimpin departemen, gubernur, bupati, hingga kepala desa.
"Kondisi yang terjadi akhir-akhir ini banyak pemimpin yang sebenarnya memiliki kapasitas, tetapi tidak bisa berbuat banyak," kata dia saat Rapat Koordinasi Nasional Partai Demokrasi Pembaharauan di Grand Shanti Hotel Denpasar, Sabtu 21 Mei 2011.
Dia mengatakan, banyak sekali pemimpin yang sebenarnya mampu berbuat banyak sesuai tugas pokok dan fungsinya, tetapi tidak mau melakukannya. Lataran itu, banyak pula kasus-kasus mulai dari pusat hingga ke daerah yang tidak bisa diselesaikan dan akhirnya mengendap begitu saja. Di sini lah, peran pemimpin harus benar-benar teruji. Bila tidak, entah sampai kapan pun Indonesia tetap tidak bisa maju dengan cepat, padahal potensi dan kekayaan sungguh luar biasa.
Putu Artha mengaku, dalam berbagai kesempatan Bintek bagi anggota DPRD dari partai mana pun, dirinya selalu menekankan pentingnya seorang pemimpin yang berkualitas untuk membangun daerahnya masing-masing. Tujuannya, aga para anggota parpol dan legislatif benar-benar memilih pemimpin di daerah yang berkualitas. "Seorang pemimpin perlu pasang badan, mengambil tanggungjawab atas pelanggaran yang terjadi," ujarnya.
Seharusnya, siapa pun yang diamanatkan undang-undang untuk memimpin dalam setiap lini di Indonesia, maka sudah menjadi tanggungjawab untuk mengambil risiko, sekali pun hal itu tidak populer. Di satu sisi, banyak pemimpin yang memiliki banyak kelemahan, tetapi di sisi lain banyak juga pemimpin yang memiliki visi nasionalisme yang tinggi. Ia menyarankan agar kita mau belajar dari sejarah pemimpin di Indonesia dengan segala kelebihan dan kekurangan. "Sisi baiknya diambil sedangkan yang buruk segera diperbaiki," katanya.
Apakah artinya pemimpin Indonesia saat ini lemah? Ditanya begitu, Artha tidak dengan tegas menjawab. Ia hanya mengatakan, sejatinya banyak persoalan yang bisa diselesaikan, mulai dari korupsi, hingga fundamentalisme agama sebagainya yang bisa diselesaikan dengan catatan pemimpinnya memiliki nyali besar untuk melakukannya. (Laporan Bobby Andalan, Bali)
Komentar