Langsung ke konten utama

Facebooker: Silahkan Join Diskusi Transisi PBB dan BPHTB ke Pemerintah Daerah

UU 28/2009 telah memperluas objek pajak dan retribusi daerah. Salah satunya adalah PBB (pedesaan dan perkotaan) dan BPHTB. Pada dasarnya, perluasan objek pajak ini adalah untuk meningkatkan pelayanan ke masyarakat. Transisi BPHTB ini harus diselesaikan dalam waktu 1 tahun (sampai awal 2011), sedangkan PBB sekitar 4 tahun (sampai awal 2014).

Saat ini, peraturan yang terkait dengan peralihan itu sedang disiapkan. Banyak pertanyaan terkait transisi ini. Salah satunya, bagaimana transisi aspek TI pelayanan PBB dan BPHTB ini sebaiknya. Kita tentu mengetahui bahwa aspek TI pelayanan PBB dan BPHTB yang selama ini dikelola oleh Ditjen Pajak termasuk yang paling canggih di Indonesia, bila dibandingkan dengan aspek TI pelayanan publik yang ada di instansi lain.

Tentu kita juga tahu bahwa saat ini kondisi TI di instansi pemerintah daerah sangat lemah. Hanya beberapa instansi saja yang mempunyai sistem TI yang baik. Karena itu, proses transisi ini harus dipertimbangkan dengan matang. Banyak hal yang perlu dipertanyakan pada proses transisi ini. Salah satunya, bagaimana tahapan ideal proses transisi tersebut? Berapa estimasi cost yang harus disiapkan? Bagaimana partisipasi yang diharapkan dari masing-masing pihak? Dan seterusnya.

Silahkan bergabung di Forum Diskusi PBB dan BPHTB di Facebook. Saya berharap Anda semua yang sudah berpartisipasi pada group ini dapat mulai memberikan pandangannya. Semua pandangan yang disampaikan adalah tanggung-jawab masing-masing pihak dan tidak mewakili perusahaan atau organisasi tempatnya bekerja. Namun, semua hal yang didiskusikan pada group ini hanya akan digunakan untuk pemberian masukan ke Pemerintah, dan tidak dimaksudkan untuk kepentingan komersial pihak manapun.

Terima kasih dan selamat berdiskusi!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MANAJEMEN KINERJA: MENGGUNAKAN SISTEM PENGENDALIAN SECARA STRATEGIS SEBAGAI ‘REM’ DAN ‘GAS’ DI ORGANISASI SEKTOR PUBLIK

Secara regulasi, Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 11 Tahun 2015  ternyata telah mengarahkan perubahan birokrasi kita dari yang dulunya kebanyakan berorientasi pada peraturan ( rules-oriented)  menjadi berorientasi kinerja ( performance-oriented). Dengan kata lain, regulasi kita telah mengarahkan agar kita berubah dari tadinya lebih menekankan pada pengendalian administratif ( administrative control ) menjadi lebih menekankan pada pengendalian hasil ( results control ). Namun, nyatanya, masih banyak yang ragu-ragu dan mempertanyakan apakah kita mesti lebih berorientasi pada peraturan atau lebih berorientasi pada kinerja  (Hartanto, 2018) . Keraguan terkait orientasi tersebut konsisten dengan keluhan beberapa kali Presiden Joko Widodo ketika melihat perilaku birokrasi kita. Ber kal -kali ia telah menyatakan bahwa organisasi sektor publik di Indonesia (baca: instansi pemerintah) kebanyakan menggunakan sumber dayanya ( resources ) ...

PENGALAMAN MELELAHKAN DI HOTSPOT J.CO

Hari Minggu 13 April 2008 lalu saya mampir di J.CO Donuts & Coffe di Bintaro Plaza. Sambil mencicipi kopi latte seharga Rp26 ribu, yang tentunya cukup mahal bagi kantong orang sekelas saya, saya mencoba mengakses Internet dari Hotspot café ini.  Setelah membayar di kasir dan menunggu antrian dari seorang pria peracik kopi yang tidak terlalu ramah, saya kemudian dipanggil untuk mengambil kopi saya yang masuk dalam antrian. Kalau tidak bertanya, ternyata petugas kopi café ini tidak menawarkan langsung akses gratis hotspot ke Internet yang dipromosikan café ini.   Setelah saya bertanya, apa password hotspot -nya, barulah diberi tulisan password di kertas bill saya, yaitu "hazelle dazele". Cukup bingung, saya tanya ke petugasnya, apakah password itu pakai spasi atau tidak. Dia jawab, “Tidak”. Kemudian, saya mencoba men- setup akses dengan O2. Aneh juga, signal hotspot -nya hilang-hilang timbul.  Yang cukup kuat malah dari café Ola La yg berada di lantai 2. ...

[eKTP] Skandal e-KTP Gamawan Fauzi: Persekongkolan Proyek Rp 5,8 Triliun

Kamis, 15/09/2011 15:24 WIB Skandal e-KTP Gamawan Fauzi Persekongkolan Proyek Rp 5,8 Triliun Deden Gunawan - detikNews Jakarta - Baru saja dimulai, proyek KTP Elektronik (e-KTP) sudah menuai kontroversi. Bau korupsi meruyap dari proyek yang digagas Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) ini. Negara ditaksir merugi hingga Rp 1 triliun. Korupsi dalam proyek senilai Rp 5,8 triliun terjadi dalam proses lelang. Ada indikasi kuat, selama proses lelang terjadi persekongkolan agar tender dimenangkan konsorsium PT Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI). Dugaan persekongkolan itu dilaporkan Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia (Peruri), salah satu peserta tender yang kalah, ke panitia lelang e-KTP ke Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Proses lelang proyek e-KTP berlangsung pada 21 Februari- 1 Maret 2011. Saat itu ada 9 konsorsium yang ikut tender, yakni PNRI, Astra Grafia, Telkom, Berca, Peruri, Murakabi, Mega Global, Transtel, dan I-Forte. Saat prakualifikasi yang...