Dalam beberapa literatur, dan advise para konsultan, selalu didengungkan pentingnya dukungan pimpinan dalam menjaga berhasilnya proyek teknologi informasi. Dengan melihat pengalaman saya selama ini, saya menjadi bertanya, apakah benar dukungan pimpinan yang sangat besar akan menjadi faktor utama keberhasilan implementasi proyek TI di sektor publik? Kalau memang benar demikian, kenapa banyak proyek TI yang gagal di sektor publik, walaupun dukungan pimpinan sudah sangat besar?
Saya rasa benar bahwa dukungan pimpinan itu sangat penting untuk membuat sebuah proyek TI berjalan dengan baik. Namun, asumsi ini umumnya berlaku untuk sektor swasta. Di perusahaan swasta, jika Anda ingin proyek TI berhasil, maka hal utama adalah inisiatif proyek berasal dari bos Anda.
Lain halnya dengan sektor publik. Walaupun bos Anda sudah mendukung penuh, kenyataan di lapangan bisa berbeda jauh. Sebab, di sektor publik sangat sulit mendefinisikan siapakah sebenarnya yang bisa disebut bos tersebut. Dalam kenyataannya, di sektor publik banyak bos, atau orang yang menjadi pimpinan. Katakanlah di sebuah kementerian. Apakah dukungan seorang dirjen itu sangat menentukan keberhasilan sebuah proyek TI? Ternyata tidak.
Kita bisa melihat contoh kasus proyek SIAK. Saya melihat dukungan pimpinan dari dirjen sangat tinggi. Akan tetapi, kenapa proyek ini tampak sangat terseok-seok?
Ternyata, proyek SIAK bukan hanya dikendalikan oleh Dirjen Adminduk. Banyak tangan-tangan invisible yang bermain di proyek tersebut, dari mulai menteri, anggota DPR, bahkan para jenderal.
Peran pemimpin di sektor publik pun sering malah di-steer oleh unit-unit yang bersifat crash program. Anda bisa melihat peran dari panitia pengadaan. Walaupun umumnya mereka hanya terdiri dari para kroco, yang bukan pejabat penting, panitia pengadaan sering membuat pimpinan menjadi uring-uringan. Panitia pengadaan sering mengulur-ulur proses pengadaan dengan alasan tertentu.
Akhirnya, saya melihat, banyak proyek TI yang sudah diarahkan dan didukung oleh pimpinan ternyata malah gagal. Sang pemimpin sering malah disalahkan. Lebih parahnya lagi, banyak pemimpin instansi pemerintah yang masih mau atau terperangkap menerima gratifikasi dari pihak ketiga. Itulah salah satu sebab banyaknya proyek TI yang gagal di Indonesia.
Lantas, bagaimana agar dukungan pimpinan menjadi tidak sia-sia? Saya rasa, dukungan pimpinan di sektor publik harus ditempatkan sebagai prasyarat awal sebuah proyek TI. Setelah diperolehnya dukungan dari pimpinan, maka perlu dilakukan due process dari pihak-pihak yang ada di internal. Setiap pihak perlu didengar pendapatnya. Pola lama yang hanya memaksakan pemikiran pimpinan ke bawahan sudah tidak bisa diterapkan lagi saat ini di Indonesia yang sudah demikian demokratisnya.
Hal berikutnya, selain due process, maka perlu ditetapkan target kinerja masing-masing pihak. Penyamaan visi akan tercapai dengan adanya target kinerja yang menjadi target bersama. Dengan target kinerja ini, masing-masing pihak akan mau saling berkolaborasi agar proyek TI dapat berjalan dengan sukses.
Selain itu, satu hal yang sangat perlu, saya rasa, adalah melibatkan fasilitasi dari eksernal. Para auditor dari internal pemerintah bisa ditempatkan sebagai fasilator agar due process dan peningkatan ownership masing-masing pihak terhadap inisiatif proyek TI meningkat. Dengan demikian, proyek TI dapat bermanfaat dan meminimalkan kerugian bagi masyarakat.
Satu hal juga yang paling penting adalah adanya kesadaran dari semua pihak untuk mau bekerja dengan ikhlas, terhindar dari kepentingan-kepentingan negatif yang bertentangan dengan kepentingan publik. Karena itu, harus ada kesepakatan dari semua pihak untuk tidak mau menerima gratifikasi, baik sebelum, selama, atau setelah proyek TI selesai.
Percayalah, jika Anda menjalankan semua proses di atas, maka proyek TI Anda akan berjalan dengan sukses.
Saya rasa benar bahwa dukungan pimpinan itu sangat penting untuk membuat sebuah proyek TI berjalan dengan baik. Namun, asumsi ini umumnya berlaku untuk sektor swasta. Di perusahaan swasta, jika Anda ingin proyek TI berhasil, maka hal utama adalah inisiatif proyek berasal dari bos Anda.
Lain halnya dengan sektor publik. Walaupun bos Anda sudah mendukung penuh, kenyataan di lapangan bisa berbeda jauh. Sebab, di sektor publik sangat sulit mendefinisikan siapakah sebenarnya yang bisa disebut bos tersebut. Dalam kenyataannya, di sektor publik banyak bos, atau orang yang menjadi pimpinan. Katakanlah di sebuah kementerian. Apakah dukungan seorang dirjen itu sangat menentukan keberhasilan sebuah proyek TI? Ternyata tidak.
Kita bisa melihat contoh kasus proyek SIAK. Saya melihat dukungan pimpinan dari dirjen sangat tinggi. Akan tetapi, kenapa proyek ini tampak sangat terseok-seok?
Ternyata, proyek SIAK bukan hanya dikendalikan oleh Dirjen Adminduk. Banyak tangan-tangan invisible yang bermain di proyek tersebut, dari mulai menteri, anggota DPR, bahkan para jenderal.
Peran pemimpin di sektor publik pun sering malah di-steer oleh unit-unit yang bersifat crash program. Anda bisa melihat peran dari panitia pengadaan. Walaupun umumnya mereka hanya terdiri dari para kroco, yang bukan pejabat penting, panitia pengadaan sering membuat pimpinan menjadi uring-uringan. Panitia pengadaan sering mengulur-ulur proses pengadaan dengan alasan tertentu.
Akhirnya, saya melihat, banyak proyek TI yang sudah diarahkan dan didukung oleh pimpinan ternyata malah gagal. Sang pemimpin sering malah disalahkan. Lebih parahnya lagi, banyak pemimpin instansi pemerintah yang masih mau atau terperangkap menerima gratifikasi dari pihak ketiga. Itulah salah satu sebab banyaknya proyek TI yang gagal di Indonesia.
Lantas, bagaimana agar dukungan pimpinan menjadi tidak sia-sia? Saya rasa, dukungan pimpinan di sektor publik harus ditempatkan sebagai prasyarat awal sebuah proyek TI. Setelah diperolehnya dukungan dari pimpinan, maka perlu dilakukan due process dari pihak-pihak yang ada di internal. Setiap pihak perlu didengar pendapatnya. Pola lama yang hanya memaksakan pemikiran pimpinan ke bawahan sudah tidak bisa diterapkan lagi saat ini di Indonesia yang sudah demikian demokratisnya.
Hal berikutnya, selain due process, maka perlu ditetapkan target kinerja masing-masing pihak. Penyamaan visi akan tercapai dengan adanya target kinerja yang menjadi target bersama. Dengan target kinerja ini, masing-masing pihak akan mau saling berkolaborasi agar proyek TI dapat berjalan dengan sukses.
Selain itu, satu hal yang sangat perlu, saya rasa, adalah melibatkan fasilitasi dari eksernal. Para auditor dari internal pemerintah bisa ditempatkan sebagai fasilator agar due process dan peningkatan ownership masing-masing pihak terhadap inisiatif proyek TI meningkat. Dengan demikian, proyek TI dapat bermanfaat dan meminimalkan kerugian bagi masyarakat.
Satu hal juga yang paling penting adalah adanya kesadaran dari semua pihak untuk mau bekerja dengan ikhlas, terhindar dari kepentingan-kepentingan negatif yang bertentangan dengan kepentingan publik. Karena itu, harus ada kesepakatan dari semua pihak untuk tidak mau menerima gratifikasi, baik sebelum, selama, atau setelah proyek TI selesai.
Percayalah, jika Anda menjalankan semua proses di atas, maka proyek TI Anda akan berjalan dengan sukses.
Komentar