Langsung ke konten utama

Merambah Gurita Cikeas

Sebenarnya, saya agak malas menulis ini. Cerita tentang buku George Aditjondro. Tapi, mumpung masih tahun baru, perlu juga sharing apa yang dirasakan.

Saya tidak membaca bukunya yang versi hardcopy. Soalnya, kan kata orang udah nggak ada. Beruntung ada yang mem-posting versi softcopy-nya. Ini pun ada 2 versi, yaitu versi ringkasan dan versi lengkap. Minggu lalu saya mendapat versi ringkasan, hari ini dapat versi lengkapnya.

Kalau menurut saya, sebenarnya tidak banyak hal yang istimewa tentang materi buku tersebut. Sebab, banyak hal yang sebenarnya sudah diketahui orang dan diperbincangkan dari mulut ke mulut. Jadi, sebenarnya tidak banyak hal yang baru.

Yang baru adalah cara George mengemas content-content yang selama ini berseliweran di mana-mana. Untuk itu, George perlu dihargai.

Yang cerdas juga, adalah cara penerbit mempublikasikan buku ini. Momennya sangat tepat. Walaupun, efeknya, bisa dianggap bermaksud untuk mendiskreditkan SBY.

Pendapat saya, setelah membaca buku ini secara lengkap, sebenarnya buku ini tidak terlalu banyak akan mengulas kaitan Bank Century dengan SBY dan kawan-kawan sekitarnya. Awalnya, buku ini akan mendalami Partai Demokrat, sang rising star. Namun, begitu muncul momen yang menarik, akhirnya dicarilah sedikit hubungannya dengan kasus Bank Century.

Yang menarik adalah ketika sebuah tulisan dapat mengaitkan banyak hal, apalagi dari lingkaran seorang ibu negara. Mungkin kalau di negara komunis, orang seperti George ini sudah digantung atau dihukum pancung.

Apa yang bisa disarankan untuk SBY dan lingkaran dalamnya? Menurut saya, take it easy sajalah. Semakin sering mengomentari buku tersebut, orang malah curiga jangan-jangan memang ada apa-apanya. So, untuk saat ini, silent is gold, Pak SBY. Tidak perlu berlelah-lelah untuk membentuk pencitraan positif dalam case ini.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MANAJEMEN KINERJA: MENGGUNAKAN SISTEM PENGENDALIAN SECARA STRATEGIS SEBAGAI ‘REM’ DAN ‘GAS’ DI ORGANISASI SEKTOR PUBLIK

Secara regulasi, Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 11 Tahun 2015  ternyata telah mengarahkan perubahan birokrasi kita dari yang dulunya kebanyakan berorientasi pada peraturan ( rules-oriented)  menjadi berorientasi kinerja ( performance-oriented). Dengan kata lain, regulasi kita telah mengarahkan agar kita berubah dari tadinya lebih menekankan pada pengendalian administratif ( administrative control ) menjadi lebih menekankan pada pengendalian hasil ( results control ). Namun, nyatanya, masih banyak yang ragu-ragu dan mempertanyakan apakah kita mesti lebih berorientasi pada peraturan atau lebih berorientasi pada kinerja  (Hartanto, 2018) . Keraguan terkait orientasi tersebut konsisten dengan keluhan beberapa kali Presiden Joko Widodo ketika melihat perilaku birokrasi kita. Ber kal -kali ia telah menyatakan bahwa organisasi sektor publik di Indonesia (baca: instansi pemerintah) kebanyakan menggunakan sumber dayanya ( resources ) ...

KENAPA SPBU PETRONAS GAGAL BERBISNIS DI INDONESIA?

Muncul publikasi di media tentang ditutupnya SPBU Petronas di Indonesia. Akhirnya, perusahaan unggul milik pemerintah Malaysia ini hengkang juga dari Indonesia. Sebenarnya, saya telah lama melihat keanehan SPBU Petronas ini. Setiap saya melewatinya, bisa dibilang hampir-hampir tidak ada pengunjungnya. Keanehan kedua, menurut saya, pemilihan lokasinya yang tidak tepat. Hal ini berbeda sekali dengan SPBU Shell. Walaupun harganya mahal mengikuti harga minyak dunia, SPBU milih Belanda ini masih memiliki pengunjung yang lumayan. Salah satu sebabnya adalah pemilihan lokasi yang tepat. Saya menjadi bertanya, kenapa perusahaan sekaliber Petronas bisa salah menempatkan SPBU-nya di Indonesia. Anehnya, Petronas dengan semangat langsung memasang jumlah pompa yang banyak. Bandingkan dengan SPBU Shell yang jumlahnya sesuai dengan kebutuhan pasar. Saya menduga ada 2 penyebab kesalahan strategi Petronas tersebut. Keduanya terkait perencanaan masuk ke pasar. Dugaan pertama saya, Petronas salah ...

INOVASI PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DENGAN QR CODE

Bagi pemerintah daerah, program efisiensi anggaran Presiden Prabowo telah memberikan tekanan yang keras. Mereka harus segera mampu membiayai sendiri pembangunan daerahnya masing-masing.  Jika mereka ingin tetap   bertahan ( sustain ) ke depan, mereka tidak bisa lagi bekerja dengan sistem ataupun kultur lama. Mereka harus segera berubah.  Untuk membiayai sendiri pembangunan daerah, mereka harus melakukan berbagai inovasi yang akan memungkinkan kemandirian fiskal daerah.  Jika hal itu tidak dilakukan, tentu Presiden Prabowo bisa memilih alternatif lain, seperti melakukan penggabungan ( merger ) pemerintah daerah yang tidak mandiri secara fiskal.  Sebab, dengan perubahan yang cepat di tingkat global, tidaklah mungkin jika ke depannya Pemerintah Pusat masih mempertahankan pemerintah daerah yang tidak mampu membiayai gaji dan tunjangan pegawainya secara mandiri. Hal ini sudah begitu membebani anggaran Pemerintah Pusat. Agar bisa bertahan dan mempunyai kemandiria...