Langsung ke konten utama

Berkunjung ke Pulau Tidung



IMG-20121226-00014

Pulau Tidung
Tanggal 25 Desember 2012 lalu saya sempat berkunjung ke Pulau Tidung. Kunjungan ini sebenarnya merupakan kunjungan yang tidak direncanakan. Secara kebetulan ada keluarga yang mengajak ke pulau tersebut. Secara sekilas saya juga pernah mendengar pengembangan pariwisata di Pulau Tidung dari sebuah radio. Bahkan, ada twitternya.

Pariwisata yang digalakkan ke Pulau Tidung adalah pariwisata berbasis komunitas. Artinya, kita sebagai turis menginap di rumah warga sekitar. Tadinya, saya tidak membayangkan akan seperti apa tinggal di rumah warga. Rupanya, sudah banyak rumah warga yang dimodifikasi agar bisa dinikmati oleh para turis.

Perjalanan ke Pulau Tidung dengan kapal kecil dari Muara Karang menghabiskan waktu sekitar 2 jam. Harga tiket kapal Rp40 ribu per orang. Kalau ingin cepat, kita bisa juga menggunakan jet foil, tetapi berangkat dari Marina Ancol dengan tiket sekitar Rp240 ribu per orang. Waktunya sangat pendek, sekitar satu jam.
IMG-20121226-00012Suasana di dalam kapal
Kapal kecil dari Muara Karang telah dilengkapi pelampung yang memadai. Jadi, cukup yakinlah untuk segi keselamatan. Lagi pula, kalaupun ada gangguan kapal, penumpang tidak akan terdampar terlalu jauh karena jalur yang dilewati tidak jauh dari pulau-pulau sekitarnya. Kemungkinan kalau ada masalah penumpang akan terdampar ke pulau terdekat.

Tadinya, saya tidak merencanakan menginap di Pulau Tidung. Namun, ketika tiba di sana, kapal yang kembali ke Muara Karang sudah berangkat lebih awal. Tidak ada kapal lagi untuk kembali setelah pukul 12.00 WIB. Tampaknya juga memang wisata ke Pulau Tidung sudah diarahkan untuk menginap.

Harga penginapan tidak terlalu mahal. Untuk sebuah rumah dengan 2 kamar, sekitar 300 – 400 ribu. Ada ruang tamu di dalamnya dengan 2 kamar mandi. Dengan demikian, cukup banyak menampung orang sebenarnya. Kalau ingin menyewa rumah yang 1 kamar dan ada ruang tengahnya, harganya sekitar 200 – 300 ribu.

Wisata di Pulau Tidung cukup banyak. Dengan penduduk sekitar 5 ribu orang, di sana kita bisa berwisata ke Pantai Cinta, di sebelah Timur. Di sana ada Jembatan Cinta. Di lokasi ini, kita bisa berwisata dengan Banana Boat. Harganya sekitar 150 ribu per boat yang bisa diisi 5 orang. Anda juga bisa melakukan penyelaman snorkeling melihat keragaman hayati bawah. Harganya sekitar 35 ribu per orang.
IMG-20121225-00007
Banana Boat
Selain itu, Anda juga bisa melihat matahari terbenam di pantai sebelah Barat. Katanya, di sana ada rumah pangung kecil, tetapi saya tidak sempat ke sana. Saya sempat ke dermaga Utara. Kita bisa melihat nelayan yang baru bersandar.
Sayangnya, pantai di sebelah Selatan mengandung banyak limbah dari Jakarta. Bahkan, ada lampu bohlam. Ini akan membahayakan anak-anak kecil yang berwisata ke sana. Padahal, pantai sebelah Selatan ini berpasir dan cukup bagus.
Namun, untuk kuliner di pulau ini sangat menyenangkan. Kita bisa makan malam seafod dengan harga terjangkau. Jika Anda beruntung, kunjungi rumah makan tenda yang menjual kepiting dengan rasa yang memikat. Juga udang segarnya. Kami ada 20 orang yang ikut makan malam menghabiskan sekitar 1,2 juta. Cukup murah bila dibandingkan makan seafod di Jakarta.
Saya sempat ngobrol dengan salah satu nahkoda Pak Suhadi orang asli Pulau Tidung. Dia bilang, kalau kita mau berwisata ke sana juga bisa menggunakan travel. Asalkan jumlah di atas 12 orang. Tarifnya 280 ribu per orang. Ini sudah termasuk penginapan satu malam, ongkos kapal pulang-pergi, bersepeda, snorkeling, dan barbeque di malam hari.
Ayoo susun agenda Anda ke sana. Siapkan lebih awal karena Jumat – Senin biasanya hari-hari sibuk di sana.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENGALAMAN MELELAHKAN DI HOTSPOT J.CO

Hari Minggu 13 April 2008 lalu saya mampir di J.CO Donuts & Coffe di Bintaro Plaza. Sambil mencicipi kopi latte seharga Rp26 ribu, yang tentunya cukup mahal bagi kantong orang sekelas saya, saya mencoba mengakses Internet dari Hotspot café ini.  Setelah membayar di kasir dan menunggu antrian dari seorang pria peracik kopi yang tidak terlalu ramah, saya kemudian dipanggil untuk mengambil kopi saya yang masuk dalam antrian. Kalau tidak bertanya, ternyata petugas kopi café ini tidak menawarkan langsung akses gratis hotspot ke Internet yang dipromosikan café ini.   Setelah saya bertanya, apa password hotspot -nya, barulah diberi tulisan password di kertas bill saya, yaitu "hazelle dazele". Cukup bingung, saya tanya ke petugasnya, apakah password itu pakai spasi atau tidak. Dia jawab, “Tidak”. Kemudian, saya mencoba men- setup akses dengan O2. Aneh juga, signal hotspot -nya hilang-hilang timbul.  Yang cukup kuat malah dari café Ola La yg berada di lantai 2. Setelah b

Menafsirkan Kerugian Negara

Teringat Kasus Indosat-IM3 dan munculnya diskusi kerugian perekonomian negara, saya jadi teringat lagi dengan tulisan lama saya beberapa dekade lalu yang sayang untuk dibuang di KONTAN EDISI 36/IV Tanggal 5 Juni 2000.   Menafsirkan Kerugian Negara Rudy M. Harahap Pengamat Akuntabilitas dan Transparansi Pemerintah                                       Saya pernah bertanya kepada mahasiswa di kelas, ketika menyajikan kuliah akuntansi perbankan. Menurut saya, pertanyaan ini mestinya cukup sulit dijawab: "Misalkan Anda menjadi manajer bank dan ada kredit nasabah yang macet. Tentu, Anda tidak ingin gara-gara kredit macet ini kinerja Anda dinilai jelek. Apa yang akan Anda lakukan?" Ternyata, beberapa mahasiswa merasa tak sulit menjawab pertanyaan itu. Dengan enteng, mereka menjawab: "Ya, diskedul ulang saja, Pak. Terus, naikkan plafon pokok utangnya. Selisih antara pokok utang yang lama dengan pokok utang yang baru dikompensasikan saja ke tunggakan cicilan pokok dan tung

MANAJEMEN KINERJA: MENGGUNAKAN SISTEM PENGENDALIAN SECARA STRATEGIS SEBAGAI ‘REM’ DAN ‘GAS’ DI ORGANISASI SEKTOR PUBLIK

Secara regulasi, Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 11 Tahun 2015  ternyata telah mengarahkan perubahan birokrasi kita dari yang dulunya kebanyakan berorientasi pada peraturan ( rules-oriented)  menjadi berorientasi kinerja ( performance-oriented). Dengan kata lain, regulasi kita telah mengarahkan agar kita berubah dari tadinya lebih menekankan pada pengendalian administratif ( administrative control ) menjadi lebih menekankan pada pengendalian hasil ( results control ). Namun, nyatanya, masih banyak yang ragu-ragu dan mempertanyakan apakah kita mesti lebih berorientasi pada peraturan atau lebih berorientasi pada kinerja  (Hartanto, 2018) . Keraguan terkait orientasi tersebut konsisten dengan keluhan beberapa kali Presiden Joko Widodo ketika melihat perilaku birokrasi kita. Ber kal -kali ia telah menyatakan bahwa organisasi sektor publik di Indonesia (baca: instansi pemerintah) kebanyakan menggunakan sumber dayanya ( resources ) hanya untuk ke