Langsung ke konten utama

Memperluas Reformasi Pengadaan Nasional

Tanggal 27 Desember 2012 saya berkesempatan mengikuti diskusi terbatas. Diskusi ini dilaksanakan atas kerja sama Lembaga Kebijakan Pengadaan Pemerintah (LKPP) bekerja sama dengan Partnership for Governance Reform. Peserta diskusi ini umumnya adalah orang-orang hebat di dunia TI, seperti Onno W. Purbo, Betty Alisyahbana, Gildas, dan lainnya. Ada juga dari birokrat, seperti Inu dari Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg), Bambang Heru dari Kementerian Kominfo, Dwi Atmaji dari Bappenas. Dari LKPP sendiri diikuti secara lengkap oleh jajaran pimpinannya.

Fokus diskusi adalah perumusan arah pengadaan nasional ke depan. Banyak masukan berarti dari para pakar. Masukan dari saya sederhana saja, bagaimana agar reformasi pengadaan yang bisa dibilang sudah mulai terasa hasilnya dengan Layananan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) diekspansi ke reformasi aspek lainnya. Sangat sayang sekali jika potensi yang ada tidak diarahkan ke sana. Sementara itu, bisa dibilang inilah program reformasi yang bersifat masif dan dapat dirasakan langsung oleh banyak pihak.

Sudah saatnya para pihak yang me-lead reformasi pengadaan memperluas jangkauan reformasi ke aspek lain, seperti perencanaan dan penganggaran, bahkan ke pelaporan. Kita belum merasakan reformasi nyata pada aspek di luar pengadaan. Banyak memang inisiatif teknologi informasi untuk mendukung reformasi keuangan. Namun, mengingat bisnis keuangan di sektor publik sangat tertutup, masyarakat tidak merasakan manfaat transparansi dari adanya teknologi informasi tersebut. Hal ini berbeda dengan LPSE.

Pada LPSE, secara tidak langsung kita sebenarnya sudah membuka gerbang transparansi di sistem birokrasi. Pengadaan itu sendiri bisa dibilang merupakan proses inti dari sistem birokrasi. Karena itu, sudah saatnya orang-orang hebat yang terlibat dalam reformasi pengadaan mau melakukan ekspansi ke aspek lain yang saat ini terseok-seok.

Selain itu, saran saya berikutnya adalah memperkuat quality assurance dari produk LPSE itu sendiri, baik pada aspek sekuriti, pengendalian, maupun audit. Hal ini perlu berjalan beriringan. Mengingat tersedianya orang-orang yang handal di bidang ini, Indonesia pasti siap untuk mengawal proses reformasi birokrasi yang tidak basa-basi lagi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MANAJEMEN KINERJA: MENGGUNAKAN SISTEM PENGENDALIAN SECARA STRATEGIS SEBAGAI ‘REM’ DAN ‘GAS’ DI ORGANISASI SEKTOR PUBLIK

Secara regulasi, Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 11 Tahun 2015  ternyata telah mengarahkan perubahan birokrasi kita dari yang dulunya kebanyakan berorientasi pada peraturan ( rules-oriented)  menjadi berorientasi kinerja ( performance-oriented). Dengan kata lain, regulasi kita telah mengarahkan agar kita berubah dari tadinya lebih menekankan pada pengendalian administratif ( administrative control ) menjadi lebih menekankan pada pengendalian hasil ( results control ). Namun, nyatanya, masih banyak yang ragu-ragu dan mempertanyakan apakah kita mesti lebih berorientasi pada peraturan atau lebih berorientasi pada kinerja  (Hartanto, 2018) . Keraguan terkait orientasi tersebut konsisten dengan keluhan beberapa kali Presiden Joko Widodo ketika melihat perilaku birokrasi kita. Ber kal -kali ia telah menyatakan bahwa organisasi sektor publik di Indonesia (baca: instansi pemerintah) kebanyakan menggunakan sumber dayanya ( resources ) ...

PENGALAMAN MELELAHKAN DI HOTSPOT J.CO

Hari Minggu 13 April 2008 lalu saya mampir di J.CO Donuts & Coffe di Bintaro Plaza. Sambil mencicipi kopi latte seharga Rp26 ribu, yang tentunya cukup mahal bagi kantong orang sekelas saya, saya mencoba mengakses Internet dari Hotspot café ini.  Setelah membayar di kasir dan menunggu antrian dari seorang pria peracik kopi yang tidak terlalu ramah, saya kemudian dipanggil untuk mengambil kopi saya yang masuk dalam antrian. Kalau tidak bertanya, ternyata petugas kopi café ini tidak menawarkan langsung akses gratis hotspot ke Internet yang dipromosikan café ini.   Setelah saya bertanya, apa password hotspot -nya, barulah diberi tulisan password di kertas bill saya, yaitu "hazelle dazele". Cukup bingung, saya tanya ke petugasnya, apakah password itu pakai spasi atau tidak. Dia jawab, “Tidak”. Kemudian, saya mencoba men- setup akses dengan O2. Aneh juga, signal hotspot -nya hilang-hilang timbul.  Yang cukup kuat malah dari café Ola La yg berada di lantai 2. ...

[eKTP] Skandal e-KTP Gamawan Fauzi: Persekongkolan Proyek Rp 5,8 Triliun

Kamis, 15/09/2011 15:24 WIB Skandal e-KTP Gamawan Fauzi Persekongkolan Proyek Rp 5,8 Triliun Deden Gunawan - detikNews Jakarta - Baru saja dimulai, proyek KTP Elektronik (e-KTP) sudah menuai kontroversi. Bau korupsi meruyap dari proyek yang digagas Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) ini. Negara ditaksir merugi hingga Rp 1 triliun. Korupsi dalam proyek senilai Rp 5,8 triliun terjadi dalam proses lelang. Ada indikasi kuat, selama proses lelang terjadi persekongkolan agar tender dimenangkan konsorsium PT Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI). Dugaan persekongkolan itu dilaporkan Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia (Peruri), salah satu peserta tender yang kalah, ke panitia lelang e-KTP ke Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Proses lelang proyek e-KTP berlangsung pada 21 Februari- 1 Maret 2011. Saat itu ada 9 konsorsium yang ikut tender, yakni PNRI, Astra Grafia, Telkom, Berca, Peruri, Murakabi, Mega Global, Transtel, dan I-Forte. Saat prakualifikasi yang...