Langsung ke konten utama

Subsidi Rakyat Kenapa untuk Spekulan

Saya membaca tulisan di Intranet kami yang saya rasa layak Anda baca. Tulisan diposting oleh Yohanes Indrayono,
 
SUBSIDI UNTUK RAKYAT

KENAPA DIGUNAKAN UNTUK MENYENANGKAN SPEKULAN ?

 

Buy back saham oleh BUMN berarti mensubsidi para investor (spekulan). Dengan buy back saham BUMN,  maka harga saham tersebut akan bisa bertahan (tidak anjlok). Ini adalah mekanisme supply dan demand, buy back berarti demand meningkat, maka harga naik. Para investor asing yang ingin keluar dari pasar karena perlu likuiditas yang seharusnya rugi (atau tidak untuk besar), tapi karena harga jual saham naik (karena effect buy back) maka mereka tidak jadi rugi atau menjadi untung besar. Padahal, saat ini dengan harga berapapun portfolio investor asing akan dilepas, karena market psychology effects menyebabkan mereka akan keluar dulu dari pasar modal di manapun di dunia ini.

Hasil penjualan saham mereka berupa Rp kemudian ditukar ke mata uang negaranya atau US $ untuk dibawa pulang ke negaranya, inilah yang menyebabkan demand atas valas ($) naik, sehingga kurs Rp jatuh. BI mengintervensi pasar dengan meningkatkan supply US $ menggunakan cadangan devisanya, sehingga Rp tidak terlalu jatuh (beli US $ tidak terlalu mahal). Investor asing dapat beli US $ masih dengan harga murah (jumlah Rp yang sedikit untuk beli sejumlah $ atau dengan Rp yang mereka punya dapat ditukarkan US $ yang lebih banyak). Ini sekali lagi menguntungkan investor asing. Apakah ini bukan merupakan subsidi kepada para investor asing ? Lalu kalau cadangan devisa habis, gimana ? Jebol ! US $ bisa melambung tak terkendali.

Seharusnya yang dilakukan oleh pemerintah adalah menurunkan harga BBM untuk rakyat dan industry kecil dan menengah. Dengan BBM yang turun maka beban rakyat akan turun dan mungkin harga-harga barang-barang kebutuhan rakyat turun (atau setidaknya tidak naik). Dengan BBM untuk industry turun maka production cost turun, daya saing meningkat, ekspor naik, devisa negara naik, dan seterusnya.

Dananya dari mana? Subsidi yang besar dalam APBN itu dengan asumsi harga crude oil di atas $120/barrel. Sekarang sudah turun sampai $80-an, lebih dari 20%. Jika anggaran untuk subsidi BBM dalam APBN (dengan asumsi-asumsi semula) dipakai semaksimum mungkin untuk subsidi BBM, maka harag BBM di dalam negeri akan turun 20%.

Ternyata pemerintah punya dana-dana darurat yang akan dipakai untuk beli saham melalui Pusat Investasi Pemerintah DepKeu, termasuk dana untuk infrastruktur sebesar Rp4 trilyun. Mengapa dana-dana tersebut tidak digunakan untuk subsidi BBM sehingga waktu itu tidak perlu menaikkan harga BBM dalam negeri? Mengapa dana BI, pemerintah, BUMN, dibuang sia-sia untuk mensubsidi spekulan? Itukan uang rakyat  yang seharusnya dipakai untuk kepentingan rakyat.  Harga BBM dalam negeri seharusnya bisa turun dengan 20%.

Jakarta, October 9, 2008

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENGALAMAN MELELAHKAN DI HOTSPOT J.CO

Hari Minggu 13 April 2008 lalu saya mampir di J.CO Donuts & Coffe di Bintaro Plaza. Sambil mencicipi kopi latte seharga Rp26 ribu, yang tentunya cukup mahal bagi kantong orang sekelas saya, saya mencoba mengakses Internet dari Hotspot café ini.  Setelah membayar di kasir dan menunggu antrian dari seorang pria peracik kopi yang tidak terlalu ramah, saya kemudian dipanggil untuk mengambil kopi saya yang masuk dalam antrian. Kalau tidak bertanya, ternyata petugas kopi café ini tidak menawarkan langsung akses gratis hotspot ke Internet yang dipromosikan café ini.   Setelah saya bertanya, apa password hotspot -nya, barulah diberi tulisan password di kertas bill saya, yaitu "hazelle dazele". Cukup bingung, saya tanya ke petugasnya, apakah password itu pakai spasi atau tidak. Dia jawab, “Tidak”. Kemudian, saya mencoba men- setup akses dengan O2. Aneh juga, signal hotspot -nya hilang-hilang timbul.  Yang cukup kuat malah dari café Ola La yg berada di lantai 2. Setelah b

Menafsirkan Kerugian Negara

Teringat Kasus Indosat-IM3 dan munculnya diskusi kerugian perekonomian negara, saya jadi teringat lagi dengan tulisan lama saya beberapa dekade lalu yang sayang untuk dibuang di KONTAN EDISI 36/IV Tanggal 5 Juni 2000.   Menafsirkan Kerugian Negara Rudy M. Harahap Pengamat Akuntabilitas dan Transparansi Pemerintah                                       Saya pernah bertanya kepada mahasiswa di kelas, ketika menyajikan kuliah akuntansi perbankan. Menurut saya, pertanyaan ini mestinya cukup sulit dijawab: "Misalkan Anda menjadi manajer bank dan ada kredit nasabah yang macet. Tentu, Anda tidak ingin gara-gara kredit macet ini kinerja Anda dinilai jelek. Apa yang akan Anda lakukan?" Ternyata, beberapa mahasiswa merasa tak sulit menjawab pertanyaan itu. Dengan enteng, mereka menjawab: "Ya, diskedul ulang saja, Pak. Terus, naikkan plafon pokok utangnya. Selisih antara pokok utang yang lama dengan pokok utang yang baru dikompensasikan saja ke tunggakan cicilan pokok dan tung

MANAJEMEN KINERJA: MENGGUNAKAN SISTEM PENGENDALIAN SECARA STRATEGIS SEBAGAI ‘REM’ DAN ‘GAS’ DI ORGANISASI SEKTOR PUBLIK

Secara regulasi, Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 11 Tahun 2015  ternyata telah mengarahkan perubahan birokrasi kita dari yang dulunya kebanyakan berorientasi pada peraturan ( rules-oriented)  menjadi berorientasi kinerja ( performance-oriented). Dengan kata lain, regulasi kita telah mengarahkan agar kita berubah dari tadinya lebih menekankan pada pengendalian administratif ( administrative control ) menjadi lebih menekankan pada pengendalian hasil ( results control ). Namun, nyatanya, masih banyak yang ragu-ragu dan mempertanyakan apakah kita mesti lebih berorientasi pada peraturan atau lebih berorientasi pada kinerja  (Hartanto, 2018) . Keraguan terkait orientasi tersebut konsisten dengan keluhan beberapa kali Presiden Joko Widodo ketika melihat perilaku birokrasi kita. Ber kal -kali ia telah menyatakan bahwa organisasi sektor publik di Indonesia (baca: instansi pemerintah) kebanyakan menggunakan sumber dayanya ( resources ) hanya untuk ke