Saya mempunyai langganan tetap penjual empek-empek Palembang. Biasanya saya membeli empek-empek ini setelah sholat tarawih saat Ramadan dari masjid di dekat rumah saya. Setahu saya, empek-empek ini adalah salah satu empek-empek Palembang terenak yang pernah saya coba.
Pada tarawih tahun ini, saya sudah mencari-carinya beberapa hari lalu, tetapi saya tidak menemukannya. Sampai kemarin, ketika sholat tarawih terakhir, saya melihatnya kembali.
Saya kemudian bertanya, "Ke mana saja selama ini?"
Dia jawab, "Tetap berjualan seperti biasa, Pak."
Tapi, memang, dia mengakui bahwa pertanyaan saya juga banyak datang dari pelanggannya yang lain.
Mereka seperti tidak melihat keberadaan penjual tersebut. Mungkin inilah takdir bahwa rezeki setiap manusia sudah ada yang mengaturnya.
Sambil memesan satu paket empek-empek, saya berbincang dengannya. Saya bilang, kesehatannya tampak lebih baik dari tahun lalu.
Kemudian, saya tanyakan tentang usahanya belakangan ini. Katanya, terasa menurun. Karenanya, tahun ini dia bersama keluarganya tidak pulang kampung ke kampung halamannya di sekitaran Palembang.
Yang menarik, dia tidak menyalahkan Presiden Prabowo atas kondisi usahanya saat ini. Dia malah bilang, "Inilah akibat tindakan Trump memecat PNS di Amerika Serikat. Imbasnya ke kita juga."
Pernyataan tersebut menarik bagi saya. Ternyata, pedagang kecil pun mampu melihat bahwa perubahan kebijakan di negara lain bisa berefek ke negara kita. Ia juga tidak menyalahkan Pemerintah atas kondisinya ini.
Ia pun menjelaskan, karena banyak PNS yang dipecat di Amerika Serikat, ekspor dari negara kita ke Amerika Serikat terperosok. Sebab, banyak konsumer produk ekspor kita adalah PNS di Amerika Serikat. Bahkan, kemudian Trump menaikkan tarif bea masuk produk berbagai negara ke Amerika Serikat.
Logikanya benar juga. Penurunan beberapa indikator perekonomian dalam negeri tidak bisa sekadar dilihat dari kebijakan Pemerintah mengefisienkan anggaran pemerintah, meluncurkan Makan Bergizi Gratis (MBG), dan membentuk Danantara.
Penurunan indikator perekonomian dalam negeri tentu bisa juga diperparah karena penghentian dana bantuan Amerika Serikat ke negara-negara lain melalui USAID. Bisa kita bayangkan, begitu banyaknya tenaga kerja Indonesia yang menggantungkan pendapatannya dari kegiatan-kegiatan USAID.
Kebijakan Presiden Trump memang memberikan dampak besar ke dunia saat ini. Sebuah artikel di the Economist bahkan menyatakan pemerintahan Trump dikelola seperti mengelola "mafia".
Selain terasa ugal-ugalan, kebijakannya mengakibatkan optimisme pasar menurun. Hal ini ditampakkan dengan anjloknya harga saham di Amerika Serikat.
Padahal, sebenarnya nilai perusahaan (corporate value) dari perusahaan yang menerbitkan saham di Amerika Serikat sebenarnya meningkat. Ini menandakan adanya gap expectation antara realita bisnis dengan optimisme investor. Harga saham tidak menunjukkan realitas bisnis.
Hal tersebut tidak berhenti di sana. Sebuah video di the Economist mengulas bahwa karena anjloknya harga saham, investor kemudian memindahkan investasinya ke mata uang Dolar dan emas.
Itulah kenapa kita melihat meroketnya nilai mata uang Dolar jika dibandingkan nilai mata uang Rupiah belakangan ini. Harga emas juga sudah begitu tingginya.
Apakah hal itu akan berpengaruh ke harga-harga komoditi di Indonesia?
Tentu saja, kenaikan nilai mata uang Dolar akan berpengaruh ke harga-harga komoditi di Indonesia, sepanjang komponen bahan baku utamanya diimpor dari luar negeri. Barang-barang elektronik yang banyak diimpor dari luar negeri juga akan semakin mahal.
Berita baiknya, Presiden Prabowo sudah mengantisipasi hal tersebut, yaitu dengan Asta Cita, seperti mendorong swasembada pangan. Di lapangan, aparat TNI telah dikerahkan untuk memastikan bahwa Indonesia memiliki surplus beras dengan penanaman padi secara besar-besaran. Aparat Kepolisian dikerahkan untuk memastikan kita surplus jagung.
Selain itu, pada pemerintahan Presiden Joko Widodo, Pemerintah telah menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2022 yang mengutamakan penggunaan produk dalam negeri dari belanja pemerintah pusat dan daerah.
Kedua hal itu memungkinkan kita mengerem impor ketika nilai mata uang Dolar sudah sedemikian tingginya. Kedua hal itu juga sepertinya yang membuat penurunan indikator-indikator perekonomian tidak menimbulkan gejolak sosial sejauh ini.
Pemerintahan Presiden Prabowo sangat memahami bahwa yang perlu dijaga adalah kebutuhan bahan pokok pangan. Jika ketersediaan bahan pokok ini terganggu, maka gejolak sosial tidak akan terhindarkan.
Hal itu menjadi strategi penting pertahanan negara kita. Strategi pertahanan ini akan dilakukan sampai nanti terjadi perubahan kebijakan pemerintahan Trump, yang kita lihat mulai menghadapi berbagai tuntutan dari peradilan di Amerika Serikat atas kebijakan-kebijakannya yang kontroversial.
Yang perlu kita lakukan sebagai warga bangsa tentu adalah adanya empati kepada usaha-usaha dari dalam negeri tersebut.
Semoga kita dapat melaluinya bersama-sama.
Komentar