Langsung ke konten utama

Ini Alasan Kenapa Pulsa Listrik Harus Dijatah

Menyikapi kenaikan tarif listrik, PT PLN (Persero) membatasi jumlah pembelian pulsa oleh pelanggan listrik pra bayar. Hal menjadi keanehan bagi masyarakat pengguna. Baru kali inilah terdengar khabar bahwa sebuah perusahaan membatasan pembelian dari pelanggannya. Di mana-mana, tentu perusahaan menginginkan agar pelanggan belanja setinggi-tingginya. Itu tentu hukum ekonomi yang berlaku di pasar.

Pembatasan tersebut sebagai contoh berlaku untuk pelanggan listrik pra bayar 1.300 VA. Mereka hanya bisa membeli pulsa listrik maksimal Rp 748.800 per bulan (sumber: Vivanews). Katanya, hal ini untuk mengantisipasi penimbunan pulsa listrik (token) menjelang kenaikan tarif listrik 1 Januari 2013. Jika tidak dibatasi, maka pelanggan akan membeli pulsa dengan tarif lama dengan jumlah besar (menimbun). Aneh bukan?

Pelanggan tentu bertanya, apakah PT PLN tidak mempunyai sistem lain? Nach, inilah keunikan sistem pra bayar di PT PLN. Kalau dalam pasca bayar PT PLN akan dengan mudahnya mengatasi hal itu. Mereka tinggal mengalikan pemakaian pelanggan dengan tarif baru.

Pada sistem pra bayar, hal itu tidak dimungkinkan. Sebab, pengendalian yang ada bukan pada voucher yang dibeli pelanggan, tetapi pada alat meter yang digunakan pelanggan. PT PLN bisa saja tidak membatasi jumlah voucer yang dapat dibeli oleh pelanggan pra bayar, yaitu dengan meng-setting meteran di masing-masing pelanggan pra bayar setiap 3 bulan sekali. Anda bisa bayangkan, berapa besar biaya yang harus dikeluarkan oleh PT PLN untuk melakukan hal itu. Apalagi, dengan sistem pra bayar, PT PLN tidak pernah lagi menurunkan petugas untuk mencatat pemakaian listrik pelanggan.

Dari pengalaman ini, PT PLN sekarang bisa mengambil hikmahnya. Pilihan menerapkan sistem pra bayar atau pasca bayar bagi pelanggannya memiliki kelebihan dan kekurangannya. Ketika PT PLN menerapkan sistem pasca bayar, kelemahannya adalah PT PLN harus mengeluarkan biaya besar untuk kegiatan pencatatan. Selain itu, PT PLN harus menghadapi risiko tunggakan dari pelanggan. Walaupun pelanggan tidak mampu membayar, tetap saja mereka bisa menggunakan listrik. Karena itu, PT PLN menerapkan sistem pra bayar.

Pada sistem pra bayar, memang pelanggan juga diuntungkan. Mereka tidak menghadapi risiko salah catat meteran oleh petugas pencatat dari PT PLN yang sering dikeluhkan. Kekurangannya, bagi pelanggan yang tidak memiliki penghasilan tetap, maka mereka benar-benar tidak akan bisa menikmati listrik jika tidak mampu membeli pulsa.

PT PLN perlu mengkaji kembali apakah tepat dalam pemilihan strateginya menerapkan sistem pra bayar belakangan ini untuk pelanggan baru. Berdasarkan pengalaman pembatasan ini, PT PLN perlu memikirkan kembali dengan memberikan kesempatan bagi pelanggan untuk memilih alternatif apakah mau menggunakan sistem pra bayar atau pasca bayar. Toch, bagi PT PLN, alternatif keduanya memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MANAJEMEN KINERJA: MENGGUNAKAN SISTEM PENGENDALIAN SECARA STRATEGIS SEBAGAI ‘REM’ DAN ‘GAS’ DI ORGANISASI SEKTOR PUBLIK

Secara regulasi, Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 11 Tahun 2015  ternyata telah mengarahkan perubahan birokrasi kita dari yang dulunya kebanyakan berorientasi pada peraturan ( rules-oriented)  menjadi berorientasi kinerja ( performance-oriented). Dengan kata lain, regulasi kita telah mengarahkan agar kita berubah dari tadinya lebih menekankan pada pengendalian administratif ( administrative control ) menjadi lebih menekankan pada pengendalian hasil ( results control ). Namun, nyatanya, masih banyak yang ragu-ragu dan mempertanyakan apakah kita mesti lebih berorientasi pada peraturan atau lebih berorientasi pada kinerja  (Hartanto, 2018) . Keraguan terkait orientasi tersebut konsisten dengan keluhan beberapa kali Presiden Joko Widodo ketika melihat perilaku birokrasi kita. Ber kal -kali ia telah menyatakan bahwa organisasi sektor publik di Indonesia (baca: instansi pemerintah) kebanyakan menggunakan sumber dayanya ( resources ) ...

PENGALAMAN MELELAHKAN DI HOTSPOT J.CO

Hari Minggu 13 April 2008 lalu saya mampir di J.CO Donuts & Coffe di Bintaro Plaza. Sambil mencicipi kopi latte seharga Rp26 ribu, yang tentunya cukup mahal bagi kantong orang sekelas saya, saya mencoba mengakses Internet dari Hotspot café ini.  Setelah membayar di kasir dan menunggu antrian dari seorang pria peracik kopi yang tidak terlalu ramah, saya kemudian dipanggil untuk mengambil kopi saya yang masuk dalam antrian. Kalau tidak bertanya, ternyata petugas kopi café ini tidak menawarkan langsung akses gratis hotspot ke Internet yang dipromosikan café ini.   Setelah saya bertanya, apa password hotspot -nya, barulah diberi tulisan password di kertas bill saya, yaitu "hazelle dazele". Cukup bingung, saya tanya ke petugasnya, apakah password itu pakai spasi atau tidak. Dia jawab, “Tidak”. Kemudian, saya mencoba men- setup akses dengan O2. Aneh juga, signal hotspot -nya hilang-hilang timbul.  Yang cukup kuat malah dari café Ola La yg berada di lantai 2. ...

[eKTP] Skandal e-KTP Gamawan Fauzi: Persekongkolan Proyek Rp 5,8 Triliun

Kamis, 15/09/2011 15:24 WIB Skandal e-KTP Gamawan Fauzi Persekongkolan Proyek Rp 5,8 Triliun Deden Gunawan - detikNews Jakarta - Baru saja dimulai, proyek KTP Elektronik (e-KTP) sudah menuai kontroversi. Bau korupsi meruyap dari proyek yang digagas Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) ini. Negara ditaksir merugi hingga Rp 1 triliun. Korupsi dalam proyek senilai Rp 5,8 triliun terjadi dalam proses lelang. Ada indikasi kuat, selama proses lelang terjadi persekongkolan agar tender dimenangkan konsorsium PT Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI). Dugaan persekongkolan itu dilaporkan Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia (Peruri), salah satu peserta tender yang kalah, ke panitia lelang e-KTP ke Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Proses lelang proyek e-KTP berlangsung pada 21 Februari- 1 Maret 2011. Saat itu ada 9 konsorsium yang ikut tender, yakni PNRI, Astra Grafia, Telkom, Berca, Peruri, Murakabi, Mega Global, Transtel, dan I-Forte. Saat prakualifikasi yang...