Langsung ke konten utama

*Terimakasih, Maaf dan Tolong*

Dari sebuah milis:
Dikisahkan, di sebuah pesta perpisahan sederhana pengunduran diri seorang direktur. Diadakan sebuah sesi acara penyampaian pesan, kesan, dan kritikan dari anak buah kepada mantan atasannya yang segera memasuki masa pensiun dari perusahaan tersebut. Karena waktu yang terbatas, kesempatan tersebut dipersilahkan dinyatakan dalam bentuk tulisan. Diantara pujian dan kesan yang diberikan, dipilih dan dibingkai untuk diabadikan kemudian dibacakan di acara tersebut, yakni sebuah catatan dengan gaya tulisan coretan dari seorang office boy yang telah bekerja cukup lama di perusahaan itu. 

Dia menulis semuanya dengan huruf kapital sebagai berikut, “Yang terhormat Pak Direktur. Terima kasih karena Bapak telah mengucapkan kata “tolong”, setiap kali Bapak memberi tugas yang sebenarnya adalah tanggung jawab saya. Terima kasih Pak Direktur karena Bapak telah mengucapkan “maaf”, saat Bapak menegur, mengingatkan dan berusaha memberitahu setiap kesalahan yang telah diperbuat karena Bapak ingin saya merubahnya menjadi kebaikan. Terima kasih Pak Direktur karena Bapak selalu mengucapkan “terima kasih” kepada saya atas hal-hal kecil yang telah saya kerjakan untuk Bapak.Terima kasih Pak Direktur atas semua penghargaan kepada orang kecil seperti saya sehingga saya bisa tetap bekerja dengan sebaik-baiknya, dengan kepala tegak, tanpa merasa direndahkan dan dikecilkan. Dan sampai kapan pun bapak adalah Pak Direktur buat saya. Terima kasih sekali lagi. Semoga Tuhan meridhoi jalan dimanapun Pak Direktur berada. Amin.” 

Setelah sejenak keheningan menyelimuti ruangan itu, serentak tepuk tangan menggema memenuhi ruangan. Diam-diam Pak Direktur mengusap genangan airmata di sudut mata tuanya, terharu mendengar ungkapan hati seorang office boy yang selama ini dengan setia melayani kebutuhan seluruh isi kantor. Pak Direktur tidak pernah menyangka sama sekali bahwa sikap dan ucapan yang selama ini dilakukan, yang menurutnya begitu sederhana dan biasa-biasa saja, ternyata mampu memberi arti bagi orang kecil seperti si office boy tersebut. 

Terpilihnya tulisan itu untuk diabadikan, karena seluruh isi kantor itu setuju dan sepakat bahwa keteladanan dan kepemimpinan Pak Direktur akan mereka teruskan sebagai budaya di perusahaan itu. Tiga kata *”terimakasih, maaf, dan tolong”* adalah kalimat pendek yang sangat sederhana tetapi mempunyai dampak yang positif. 

Namun mengapa kata-kata itu kadang sangat sulit kita ucapkan? Sebenarnya secara tidak langsung telah menunjukkan keberadaban dan kebesaran jiwa sosok manusia yang mengucapkannya. Apalagi diucapkan oleh seorang pemimpin kepada bawahannya. 

Pemimpin bukan sekedar memerintah dan mengawasi, tetapi lebih pada sikap keteladanan lewat cara berpikir, ucapan, dan tindakan yang mampu membimbing, membina, dan mengembangkan yang dipimpinnya sehingga tercipta sinergi dalam mencapai tujuan bersama. Tentu bagi siapapun kita perlu membiasakan mengucapkan kata-kata pendekseperti terima kasih, maaf, dan tolong dimana pun, kapan pun, dan dengan siapa pun kita berhubungan. Dengan mampu menghargai orang lain minimal kita telah menghargai diri kita sendiri.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENGALAMAN MELELAHKAN DI HOTSPOT J.CO

Hari Minggu 13 April 2008 lalu saya mampir di J.CO Donuts & Coffe di Bintaro Plaza. Sambil mencicipi kopi latte seharga Rp26 ribu, yang tentunya cukup mahal bagi kantong orang sekelas saya, saya mencoba mengakses Internet dari Hotspot café ini.  Setelah membayar di kasir dan menunggu antrian dari seorang pria peracik kopi yang tidak terlalu ramah, saya kemudian dipanggil untuk mengambil kopi saya yang masuk dalam antrian. Kalau tidak bertanya, ternyata petugas kopi café ini tidak menawarkan langsung akses gratis hotspot ke Internet yang dipromosikan café ini.   Setelah saya bertanya, apa password hotspot -nya, barulah diberi tulisan password di kertas bill saya, yaitu "hazelle dazele". Cukup bingung, saya tanya ke petugasnya, apakah password itu pakai spasi atau tidak. Dia jawab, “Tidak”. Kemudian, saya mencoba men- setup akses dengan O2. Aneh juga, signal hotspot -nya hilang-hilang timbul.  Yang cukup kuat malah dari café Ola La yg berada di lantai 2. Setelah b

Menafsirkan Kerugian Negara

Teringat Kasus Indosat-IM3 dan munculnya diskusi kerugian perekonomian negara, saya jadi teringat lagi dengan tulisan lama saya beberapa dekade lalu yang sayang untuk dibuang di KONTAN EDISI 36/IV Tanggal 5 Juni 2000.   Menafsirkan Kerugian Negara Rudy M. Harahap Pengamat Akuntabilitas dan Transparansi Pemerintah                                       Saya pernah bertanya kepada mahasiswa di kelas, ketika menyajikan kuliah akuntansi perbankan. Menurut saya, pertanyaan ini mestinya cukup sulit dijawab: "Misalkan Anda menjadi manajer bank dan ada kredit nasabah yang macet. Tentu, Anda tidak ingin gara-gara kredit macet ini kinerja Anda dinilai jelek. Apa yang akan Anda lakukan?" Ternyata, beberapa mahasiswa merasa tak sulit menjawab pertanyaan itu. Dengan enteng, mereka menjawab: "Ya, diskedul ulang saja, Pak. Terus, naikkan plafon pokok utangnya. Selisih antara pokok utang yang lama dengan pokok utang yang baru dikompensasikan saja ke tunggakan cicilan pokok dan tung

MANAJEMEN KINERJA: MENGGUNAKAN SISTEM PENGENDALIAN SECARA STRATEGIS SEBAGAI ‘REM’ DAN ‘GAS’ DI ORGANISASI SEKTOR PUBLIK

Secara regulasi, Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 11 Tahun 2015  ternyata telah mengarahkan perubahan birokrasi kita dari yang dulunya kebanyakan berorientasi pada peraturan ( rules-oriented)  menjadi berorientasi kinerja ( performance-oriented). Dengan kata lain, regulasi kita telah mengarahkan agar kita berubah dari tadinya lebih menekankan pada pengendalian administratif ( administrative control ) menjadi lebih menekankan pada pengendalian hasil ( results control ). Namun, nyatanya, masih banyak yang ragu-ragu dan mempertanyakan apakah kita mesti lebih berorientasi pada peraturan atau lebih berorientasi pada kinerja  (Hartanto, 2018) . Keraguan terkait orientasi tersebut konsisten dengan keluhan beberapa kali Presiden Joko Widodo ketika melihat perilaku birokrasi kita. Ber kal -kali ia telah menyatakan bahwa organisasi sektor publik di Indonesia (baca: instansi pemerintah) kebanyakan menggunakan sumber dayanya ( resources ) hanya untuk ke