Langsung ke konten utama

Misteri PIN BlackBerry Angelina: Apakah PIN Itu Milik Almarhum Suaminya?

Tulisan saya sebelumnya tentang bagaimana membuktikan apakah benar Angelina Sondakh yang telah mengirim pesan ke Rosa Mindo Manulang ternyata telah mendapat tanggapan yang beragam. Beberapa tanggapan telah menulisnya dengan baik. Namun, kembali lagi saya akan mengungkapkan kelemahan dari apek hukum kita. Ingat, sampai sekarang RIM belum mau secara penuh mengikuti aturan hukum kita. Bahkan, janji membuat server di Indonesia juga belum dilakukan. Mudah-mudahan ini bisa menjadi masukan perbaikan bagi para ahli hukum ke depan.

Kembali ke awal, soal PIN. Bagi Anda yang biasa menggunakan BlackBerry tentu paham bahwa ketika Anda membeli BlackBerry harus memiliki Simcard terlebih dahulu agar dapat digunakan untuk berkomunikasi. Ketika Anda akan menggunakan Simcard pascabayar, Anda tentu harus meregistrasi identitas Anda ke provider telekomunikasi. Artinya, dengan demikian, kita bisa memastikan siapa pemilik suatu Caller ID (atau dikenal dengan istilah nomor HP bagi orang awam). Namun, di sini juga akan timbul masalah hukum. Sebab, walaupun Caller ID tersebut teregister atas nama seseorang, di Indonesia adalah praktik yang lazim Caller ID itu digunakan oleh pihak lain, baik anaknya, saudaranya, atau karyawannya. Bahkan orang yang tidak dikenal oleh pemilik Caller ID itu sendiri pun bisa terjadi.

Ini mirip kasus kepemilikan kendaraan. Sering sekali di Indonesia nama pemilik kendaraan tidak pernah diubah. Padahal, kepemilikan kendaraan sudah berpindah ke beberapa tangan. Ketika terjadi pelanggaran hukum terkait dengan penggunaan kendaraan tersebut, penyidik menjadi kesulitan untuk menelusuri pelakunya. Penyidikan akan membutuhkan waktu yang lama karena harus menelusuri dari pemilik resmi yang tercantum namanya di dalam sistem registrasi kepolisian. Sampai saat ini, saya tidak mendengar adanya sanksi hukum bagi mereka yang tidak melaporkan perubahan kepemilikan kendaraan. Karena itu, pelaporan perubahan nama registrasi itu masih bersifat sukarela.

Anda bisa bayangkan, hal ini juga terjadi dengan perangkat komunikasi. Jika Anda pergi ke toko alat komunikasi, dengan mudah Anda bisa memperoleh perangkat yang masih teregistrasi dengan nama orang lain. Karena itu, penyalahgunaan menggunakan alat komunikasi tersebut dengan menggunakan nama pemilik lama menjadi sangat mudah.

Sekarang kedua, mari kita diskusi tentang PIN. Setelah Anda mimiliki Caller ID, kemudian Anda bisa melakukan registrasi agar BlackBerry Anda bisa berfungsi sesuai dengan fasilitas yang di-support oleh RIM. Untuk itu, PIN yang tercantum di handset BlackBerry Anda akan teregistrasi di provider sebagai telah berfungsi (beroperasi). Masalahnya, ketika Anda telah melakukan registrasi, Anda bisa membuat Display Name apapun di Profile BlackBerry Anda. Anda bisa mengaku Si A atau Si B.

Ini juga sering disalahgunakan. Ketika seseorang mengetahui PIN BlackBerry Anda, orang tersebut bisa meng-invite Anda dengan nama samaran apapun. Bahkan, bisa mengaku anggota DPR dari manapun. Karena itu, dalam kasus pengakuan Angelina, harus ditelusuri bagaimana pertama kalinya Rosa bisa saling berkomunikasi melakui BBM dengan Angelina. Perlu ditelusuri siapa yang pertama kali meng-invite. Jika yang meng-invite adalah Rosa, harus ditanyakan ke Rosa dari mana dia yakin bahwa PIN tersebut memang milik Angelina? Jika yang meng-invite itu adalah dari Angelina, dari mana Rosa yakin bahwa PIN yang meng-invite itu adalah benar miliki Angelina?

Jadi, kalau kita sekedar ingin membuktikan bahwa apakah benar PIN itu milik Angelina, tidaklah tepat memanggil RIM. Selain kesulitasn dalam hal yuridiksi hukum, persoalan lain akan muncul. Akan ditempatkan sebagai apa pihak RIM ini? Sebagai saksi? Ingat, bukti hukum ada 2 yang paling utama, yaitu saksi dan surat/dokumen (elektronik atau hardcopy). Apakah Anda akan meminta mereka membuat surat/dokumen tersumpah atau hanya mendengarkannya sebagai saksi? Walaupun tersimpan di log RIM, seperti tulisan di awal, RIM tidak akan bisa menyatakan apakah itu benar Si Angelina yang menggunakan PIN tersebut. Mereka hanya bisa menguraikan isi dialog dengan PIN tersebut. Kalau hanya dialog, bukankah itu sudah ada di BAP Rosa?

Kemudian, hari ini sebuah media menyatakan ada wartawan yang mempunyai dokumentasi bahwa Angelina itu sudah menggunakan perangkat yang mirip BlackBerry sejak tahun 2009. Ingat: ini adalah mirip. Wartawan tersebut tidak bisa memastikan bahwa itu benar perangkat BlackBerry. Kalaupun benar, akan menjadi persoalan hukum, di mana wartawan tadi harus bersedia menjadi saksi di persidangan untuk membuktikan hal tersebut. Tentu persoalan akan menjadi bertambah rumit.

Sebenarnya, kalau mau lebih ringkas, bisa dengan cara lain, yaitu dengan mencari rekan Angelina yang bersedia menjadi saksi yang memang sering berkomunikasi dengan BlackBerry Angelina. Dari rekan Angelina ini, bisa dilakukan konfirmasi apakah ketika berkomunikasi menggunakan BBM memang benar Angelina menggunakan PIN tersebut. Anehnya, ini tidak diantisipasi sejak awal oleh pengacara yang dikenal handal tersebut. Saya menduga, bahwa mereka tidak dapat memperoleh seorang pun rekan Angelina yang mengakui benar itu PIN Angelina.

Dengan asumsi bahwa Angelina menyatakan apa adanya, walaupun khalayak sangat curiga bahwa yang bersangkutan berbohong di depan pengadilan, analisis saya ada sesuatu hal yang aneh dalam kasus ini. Dugaan saya, ada pihak yang oleh Angelina ditutupi siapa sebenarnya pemilik PIN tersebut. Mudah-mudahan saya salah, saya menduga pemilik PIN tersebut adalah mereka yang memiliki kaitan kekeluargaan langsung dengan Angelina. Dalam keseharian, adalah lazim antara seorang suami bertukar perangkat komunikasi dengan istrinya. Sering sekali nama pada Profile di BlackBerry tidak diubah atau tidak sadar bahwa itu tidak diubah. Apakah PIN tersebut milik almarhum suaminya? Wallahualam.

Komentar

Anonim mengatakan…
Menurut saya KPK menjadikan Angie sebagai 'tersangka' dengan memiliki alat bukti yang cukup. Dan hal itu tentu ada kaitannya dengan percakapan BBM antar Angie dan Rossa.

Jika kemaren Angie hanya sebagai 'saksi' di kasus Suap di Wisma Atlet dengan Nazarudin sebagai 'terdakwa'.

Tinggal ditunggu saja di sidang Angie di masa mendatang, jika dia menjadi 'terdakwa' tentu KPK akan menghadirkan 'bukti yang cukup' berkaitan dengan Pin BB ini.

Jika RIM tidak mau dilibatkan adalah hal yang cukup aneh dan tidak menghormati KPK sebagai institusi penegak hukum. Dengan demikian akan diuji relasi RIM dan Menkominfo yang terus menghangat belakangan ini.
Anonim mengatakan…
Mbak berusaha untuk memperkeruh atau melarikan kenyataan ya? yang jelas itu khan bisa di liat dari log RIM, semua percakapan bisa terekam. Satu hal yang paling mendasar saja, tidak mbak perjelas. Ada hal yang paling mendasar dan menjadi akar dari digitalisasi data kependudukan. Coba telisik lebih dalam
Rudy M Harahap mengatakan…
Digitalisasi data kependudukan dan regulasinya memang menjadi masalah. Silahkan dikembangkan lagi agar dapat menjadi pembelajaran hukum teknologi informasi ke depan.
Rudy M Harahap mengatakan…
Mari kita lihat lanjutan cerita ini.

Postingan populer dari blog ini

PENGALAMAN MELELAHKAN DI HOTSPOT J.CO

Hari Minggu 13 April 2008 lalu saya mampir di J.CO Donuts & Coffe di Bintaro Plaza. Sambil mencicipi kopi latte seharga Rp26 ribu, yang tentunya cukup mahal bagi kantong orang sekelas saya, saya mencoba mengakses Internet dari Hotspot café ini.  Setelah membayar di kasir dan menunggu antrian dari seorang pria peracik kopi yang tidak terlalu ramah, saya kemudian dipanggil untuk mengambil kopi saya yang masuk dalam antrian. Kalau tidak bertanya, ternyata petugas kopi café ini tidak menawarkan langsung akses gratis hotspot ke Internet yang dipromosikan café ini.   Setelah saya bertanya, apa password hotspot -nya, barulah diberi tulisan password di kertas bill saya, yaitu "hazelle dazele". Cukup bingung, saya tanya ke petugasnya, apakah password itu pakai spasi atau tidak. Dia jawab, “Tidak”. Kemudian, saya mencoba men- setup akses dengan O2. Aneh juga, signal hotspot -nya hilang-hilang timbul.  Yang cukup kuat malah dari café Ola La yg berada di lantai 2. Setelah b

Menafsirkan Kerugian Negara

Teringat Kasus Indosat-IM3 dan munculnya diskusi kerugian perekonomian negara, saya jadi teringat lagi dengan tulisan lama saya beberapa dekade lalu yang sayang untuk dibuang di KONTAN EDISI 36/IV Tanggal 5 Juni 2000.   Menafsirkan Kerugian Negara Rudy M. Harahap Pengamat Akuntabilitas dan Transparansi Pemerintah                                       Saya pernah bertanya kepada mahasiswa di kelas, ketika menyajikan kuliah akuntansi perbankan. Menurut saya, pertanyaan ini mestinya cukup sulit dijawab: "Misalkan Anda menjadi manajer bank dan ada kredit nasabah yang macet. Tentu, Anda tidak ingin gara-gara kredit macet ini kinerja Anda dinilai jelek. Apa yang akan Anda lakukan?" Ternyata, beberapa mahasiswa merasa tak sulit menjawab pertanyaan itu. Dengan enteng, mereka menjawab: "Ya, diskedul ulang saja, Pak. Terus, naikkan plafon pokok utangnya. Selisih antara pokok utang yang lama dengan pokok utang yang baru dikompensasikan saja ke tunggakan cicilan pokok dan tung

MANAJEMEN KINERJA: MENGGUNAKAN SISTEM PENGENDALIAN SECARA STRATEGIS SEBAGAI ‘REM’ DAN ‘GAS’ DI ORGANISASI SEKTOR PUBLIK

Secara regulasi, Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 11 Tahun 2015  ternyata telah mengarahkan perubahan birokrasi kita dari yang dulunya kebanyakan berorientasi pada peraturan ( rules-oriented)  menjadi berorientasi kinerja ( performance-oriented). Dengan kata lain, regulasi kita telah mengarahkan agar kita berubah dari tadinya lebih menekankan pada pengendalian administratif ( administrative control ) menjadi lebih menekankan pada pengendalian hasil ( results control ). Namun, nyatanya, masih banyak yang ragu-ragu dan mempertanyakan apakah kita mesti lebih berorientasi pada peraturan atau lebih berorientasi pada kinerja  (Hartanto, 2018) . Keraguan terkait orientasi tersebut konsisten dengan keluhan beberapa kali Presiden Joko Widodo ketika melihat perilaku birokrasi kita. Ber kal -kali ia telah menyatakan bahwa organisasi sektor publik di Indonesia (baca: instansi pemerintah) kebanyakan menggunakan sumber dayanya ( resources ) hanya untuk ke