Langsung ke konten utama

SISTEM MONITORING PEMBANGUNAN NASIONAL (SISMONBANGNAS)

Pemerintah telah menerbitkan berbagai dokumen perencanaan, seperti Rencana Kerja Pemerintah (RKP) yang bersifat tahunan dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang bersifat lima tahunan. Selain itu, terdapat juga Rencana Pembangunan Jangan Panjang Nasional (RPJPN) yang lebih panjang waktunya. 

Biasanya dokumen perencanaan tersebut memuat tema perencanaan. Sebagai contoh, dulu tema pembangunan RKP Tahun 2008 adalah “Percepatan pertumbuhan ekonomi untuk mengurangi kemiskinan dan pengangguran”. 

Pada tema tersebut, terdapat 8 prioritas pembangunan, yaitu sebagai berikut:

  • Peningkatan investasi, eksport, dan kesempatan kerja;
  • Revitalisasi pertanian, perikanan, kehutanan, dan pembangunan perdesaan;
  • Percepatan pembangunan infrastruktur dan pengelolaan energi;
  • Peningkatan akses dan kualitas pendidikan dan kesehatan;
  • Peningkatan efektivitas penanggulangan kemiskinan;
  • Pemberantasan korupsi dan percepatan pelaksanaan reformasi birokrasi; dan
  • Penanganan bencana, pengurangan risiko bencana, dan peningkatan penanggulanan flu burung.

Pernah, dalam pidato kenegaraan tanggal 16 Agustus 2007, ketika menyampaikan RAPBN tahun 2008, Presiden menegaskan bahwa belanja modal pada RAPBN Tahun 2008 mengalami kenaikan yang tajam dibandingkan dengan RAPBN-P tahun 2007, yaitu sebesar 48,6%, dari Rp68,3 triliun menjadi Rp101,5 triliun. 

Agar penyerapan anggaran berjalan dengan baik, dengan tanpa mengorbankan prinsip-prinsip tata kelola yang baik dan bersih, Pemerintah kemudian melakukan langkah-langkah penyempurnaan dalam sistem dan aturan pengadaan barang dan jasa, termasuk kemudian membentuk lembaga yang menangani kebijakan pengadaan barang, yang kini kita mengenalnya sebagai Lembaga Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP).

Berdasarkan pidato Presiden pada waktu itu, beberapa departemen (atau dikenal sebagai kementerian saat ini) yang memiliki peran dan tugas penting dalam pembangunan infrastruktur, energi, dan produksi pangan adalah yang terkait dengan:

  • Pekerjaan Umum,
  • Perhubungan,
  • Pertanian, serta
  • Energi dan Sumber Daya Mineral.

Sebagai contoh, pada waktu itu anggaran masing-masing kementerian tersebut adalah sebagai berikut:

  • Pekerjaan Umum: Rp35,6 triliun (melonjak 41,1%), 
  • Perhubungan: Rp16,2 triliun (melonjak naik 64,1%), 
  • Pertanian: Rp8,9 triliun, serta 
  • Energi dan Sumber Daya Mineral: Rp5,6 triliun. 

Masing-masing penggunaan anggaran kementerian tersebut sebagai berikut:

  • Pekerjaan Umum: Program peningkatan dan pembangunan jalan lintas Pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua; serta Program rehabilitasi/pemeliharaan sekitar 30 ribu kilometer jalan nasional dan 50,5 ribu meter jembatan yang tersebar di berbagai provinsi.
  • Perhubungan: Program peningkatan dan pembangunan prasarana dan sarana kereta api di Jawa dan Sumatera; Penyediaan pelayanan angkutan laut printis dan penumpang kelas ekonomi yang tersebar di 18 provinsi; Pembangunan bandara Kualanamu Medan, penyelesaian bandara Hasanuddin Makassar, serta bandara di daerah perbatasan, daerah terpencil dan rawan bencana; Pemasangan 135 paket fasilitas bantu pengamanan dan pelayanan penerbangan; dan Pemasangan 259 paket fasilitas keselamatan penerbangan di bandara.
  • Pertanian: Mendukung produksi pertanian berupa penyediaan dan perbaikan infrastruktur pertanian, penelitian dan percepatan diseminasi dan inovasi pertanian, serta pengendalian hama, penyakit hewan, dan karantina; subsidi pupuk, bunga kredit program, dan benih; subsidi beras untuk rakyat miskin; dan rehabilitasi jaringan irigasi, waduk, dan rawa.
  • Energi dan Sumber Daya Mineral: Program peningkatan kualitas jasa pelayanan sarana dan prasarana ketenagalistrikan; Subsidi BBM dan listrik; Pemberian jaminan untuk pinjaman PLN dalam rangka program pembangunan pembangkit tenaga listrik 10.000 MW.

Permasalahan

Sayangnya, dalam UU Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional tidak dinyatakan secara jelas sistem monitoring implementasi rencana. Sebab, UU tersebut lebih fokus pada penyusunan dokumen perencanaan daripada bagaimana nanti realisasinya. Pasal Evaluasi Kinerja Pelaksanaan Rencana Pembangunan pada UU tersebut pun, hanya sedikit menguraikan sistem monitoring.

Dinyatakan dalam Pasal tersebut, pimpinan kementerian/lembaga melakukan evaluasi kinerja pelaksanaan rencana pembangunan kementerian/lembaga periode sebelumnya, sedangkan kepala satuan kerja perangkat daerah melakukan evaluasi kinerja pelaksanaan rencana pembangunan satuan kerja perangkat daerah periode sebelumnya. 

Selanjutnya, menteri/kepala badan yang mengurusi perencanaan di pusat dan daerah menyusun evaluasi rencana pembangunan berdasarkan hasil evaluasi pimpinan kementerian/lembaga/satuan kerja perangkat daerah. Hasil evaluasi ini menjadi bahan bagi penyusunan rencana pembangunan nasional/daerah periode berikutnya.

Masalah berikutnya, belum tersedia database yang menampung hasil evaluasi tersebut. Kemudian, belum tersedia prosedur formal yang mengukur kinerja realisasi pelaksanaan rencana pembangunan kementerian/lembaga/satuan kerja perangkat daerah, yang acuannya masih terbatas. 

Akibatnya, dalam kenyataannya di lapangan, penyusunan rencana pembangunan nasional/daerah periode berikutnya bukan berdasarkan hasil evaluasi rencana pembangunan periode sebelumnya, tetapi hanya berdasarkan asumsi-asumsi saja.

Dapat disederhanakan, kebanyakan kegiatan perencanaan nasional/daerah hanya terbatas pada kegiatan merencanakan, tanpa adanya evaluasi atas implementasi hasil perencanaan tersebut. Kemudian, hasil evaluasi ini tidak digunakan untuk perencanaan periode berikutnya. Karena itu, pengembangan sistem monitoring atas implementasi rencana pembangunan sangat diperlukan.

Usulan Solusi

Tulisan ini mengusulkan agar tersedia database yang dapat diakses bersama untuk memonitor perencanaan dan realisasinya, yang dikelola dalam Sistem Monitoring Pembangunan Nasional (SISMONBANGNAS). 

Kemudian, database tersebut dimutakhirkan bersama, terutama atas realisasi rencana dan hasil evaluasinya. Database ini mencakup program yang menjadi tanggung-jawab masing-masing kementerian/lembaga/pemerintah daerah, termasuk korporasi terkait.

Setelah database tersedia, baik atas perencanaan, realisasi, dan hasil evaluasinya, kemudian database ini diakses secara periodik oleh berbagai pihak yang bertanggung-jawab dalam memantau implementasi hasil perencanaan tersebut.

Database ini akan dikelola oleh unit pemerintah yang bertanggung-jawab memantau implementasi hasil perencanaan. Dari sini, kemudian dapat dilakukan analisis secara reguler permasalahan yang terjadi pada proses implementasi. Hasil analisis ini akan digunakan untuk menjadi acuan dalam penyusunan perencanaan periode berikutnya.

Pengorganisasian

Agar sistem monitoring ini dapat dikembangkan dengan baik, diperlukan kerja sama dari berbagai pihak. Dalam lingkup internal, perlu terdapat tim yang fokus untuk mengembangkan sistem ini.

Kerja sama dengan instansi lain, terutama dengan Kementerian PPN/Bappenas dan Bappeda juga sangat diperlukan. Diperlukan juga keterlibatan organisasi audit internal untuk melakukan evaluasi nantinya dan sebagai sumber informasi.

Jadual Kerja

Kegiatan yang harus dilakukan pertama sekali adalah menyusun prosedur evaluasi perencanaan beserta prosedur penyampaian informasi hasil evaluasi.

Setelah kegiatan ini selesai dilakukan, barulah disusun arsitektur sistem beserta rancangan aplikasinya.

Setelah itu, disiapkan aplikasi beserta manualnya.

Setelah aplikasi siap, beserta infrastrukturnya, kemudian dilakukan pelatihan ke calon pengguna.

Pada akhir kegiatan, dilakukan evaluasi menyeluruh.

Estimasi Biaya

Estimasi biaya yang diperlukan untuk kegiatan ini belum diperhitungkan secara rinci. Namun, beberapa komponen yang diperlukan adalah seperti pembiayaan tim, penyiapan perangkat (di sisi server dan client), dan pelaporan.

Penutup

Tulisan ini masih dalam tahap konsep dan dibutuhkan masukan dari berbagai pihak.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MANAJEMEN KINERJA: MENGGUNAKAN SISTEM PENGENDALIAN SECARA STRATEGIS SEBAGAI ‘REM’ DAN ‘GAS’ DI ORGANISASI SEKTOR PUBLIK

Secara regulasi, Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 11 Tahun 2015  ternyata telah mengarahkan perubahan birokrasi kita dari yang dulunya kebanyakan berorientasi pada peraturan ( rules-oriented)  menjadi berorientasi kinerja ( performance-oriented). Dengan kata lain, regulasi kita telah mengarahkan agar kita berubah dari tadinya lebih menekankan pada pengendalian administratif ( administrative control ) menjadi lebih menekankan pada pengendalian hasil ( results control ). Namun, nyatanya, masih banyak yang ragu-ragu dan mempertanyakan apakah kita mesti lebih berorientasi pada peraturan atau lebih berorientasi pada kinerja  (Hartanto, 2018) . Keraguan terkait orientasi tersebut konsisten dengan keluhan beberapa kali Presiden Joko Widodo ketika melihat perilaku birokrasi kita. Ber kal -kali ia telah menyatakan bahwa organisasi sektor publik di Indonesia (baca: instansi pemerintah) kebanyakan menggunakan sumber dayanya ( resources ) ...

KENAPA SPBU PETRONAS GAGAL BERBISNIS DI INDONESIA?

Muncul publikasi di media tentang ditutupnya SPBU Petronas di Indonesia. Akhirnya, perusahaan unggul milik pemerintah Malaysia ini hengkang juga dari Indonesia. Sebenarnya, saya telah lama melihat keanehan SPBU Petronas ini. Setiap saya melewatinya, bisa dibilang hampir-hampir tidak ada pengunjungnya. Keanehan kedua, menurut saya, pemilihan lokasinya yang tidak tepat. Hal ini berbeda sekali dengan SPBU Shell. Walaupun harganya mahal mengikuti harga minyak dunia, SPBU milih Belanda ini masih memiliki pengunjung yang lumayan. Salah satu sebabnya adalah pemilihan lokasi yang tepat. Saya menjadi bertanya, kenapa perusahaan sekaliber Petronas bisa salah menempatkan SPBU-nya di Indonesia. Anehnya, Petronas dengan semangat langsung memasang jumlah pompa yang banyak. Bandingkan dengan SPBU Shell yang jumlahnya sesuai dengan kebutuhan pasar. Saya menduga ada 2 penyebab kesalahan strategi Petronas tersebut. Keduanya terkait perencanaan masuk ke pasar. Dugaan pertama saya, Petronas salah ...

Internal Auditor dan Jasa Consulting

Pernyataan berikut sering muncul: “Bahwa BPKP itu fungsinya audit. Audit itu mencocokan apakah sesuatu sesuai dengan suatu standar tertentu. Jadi harus ada standardnya dulu. Kemudian ada pekerjaan atau proses melakukan sesuatu (yang diatur oleh standardnya) terlebih dulu. Baru kemudian bisa di audit. Oleh BPKP Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan? Nah kalau BPKP mendampingi … mestinya ya nggak tepat ??? Kapan meng-audit dan assessment-nya? Kalau ada yang menyimpang, yang salah yang menyimpang atau yang mendampingi?” Hal itu tidaklah salah total. Sebab, masyarakat awam selama ini sering menganggap bahwa kegiatan auditor hanyalah membandingkan antara apa yang diimplementasikan di lapangan dengan apa yang seharusnya. Kegiatan audit ini biasanya dikenal sebagai compliance audit yang sebenarnya hanyalah salah satu peran yang dapat diberikan oleh internal auditor sebagai bagian dari jasa assurance. Padahal, sebenarnya banyak kegiatan jasa assurance lainnya yang dapat diberikan auditor. Ar...