Langsung ke konten utama

Menyisir Penembak Para Polisi Itu

Kali ini, pada tanggal Republik Indonesia diproklamasikan, mari sesaat kita peduli dengan lingkungan kita, yaitu keamanan lingkungan. Dalam kerangka yang luas, kita sering berbicara keamanan yang umumnya ditanggungjawabi oleh kepolisian. Dalam kerangka terbatas, kita sering berbicara keamanan (security) teknologi informasi. Ntah berapa banyak buku yang mengulas tentang keamanan teknologi informasi ini.

Belakangan ini, rasa keamanan kita cukup terganggu dengan tertembaknya beberapa anggota kepolisian. Anehnya, kalau kita perhatikan, anggota kepolisian yang dibunuh itu masih berada di sekitaran Tangerang dan Tangerang Selatan. Apakah yang terjadi?

Tadi pagi, setelah mengikuti upacara proklamasi di kantor, saya sempatkan melihat lokasi penembakan. Penjagaan di lokasi masih cukup ketat. Police line juga masih tampak di mana-mana.

Walaupun agak susah, saya mencoba mengambil foto letak dibunuhnya Aiptu Kus Hendratno. Foto berikut menunjukkan lokasi penembakan. Posisi jasad masih diberi kapur putih dan ditutupi karung warna putih. Lokasi penembakan ini di samping penjual tanaman hias dan persis di seberang Mesjid Bani Umar. Gubuk ini adalah tempat beberapa tanaman hias dijual.

IMG-20130817-00050

DI lokasi ini memang tidak terlalu banyak kendaraan yang lewat. Apalagi kalau sudah malam. Namun, biasanya ada saja kendaraan yang lewat. Yang aneh memang, si penembak terlalu berani mengambil risiko. Sebab, di seberang lokasi penembakan ada satpam Bani Umar yang bertugas. Kalau ia ingin mengambil lokasi yang lebih sepi, mestinya tidak di lokasi ini. Bisa jadi, tadinya si pelaku akan menembak di lokasi sebelumnya, yaitu di samping lapangan tempat berlatih mengemudi yang cukup sepi. Namun, karena mungkin ada kendaraan lain di sekitarnya, ia menundanya sampai ke lokasi ini.

Menurut informasi di lapangan, satpam Mesjid Bani Umar yang membantu korban pada malam itu. Anggota lain baru datang kemudian. Bisa jadi, satpam tersebut juga sempat melihat pelaku secara sekilas. Karena itu, sampai dengan saat tadi siang, saya dengar Satpam tersebut masih diminta keterangan oleh kepolisian.

Saya sempat bertanya-tanya, bagaimana sebenarnya kejadiannya. Di samping Mesjid Bani Umar ada seorang ibu yang berjualan ikan bakar. Katanya, kejadiannya tadi malam ketika ia akan menutup tempat jualannya. Awalnya, ia tidak sadar telah ada penembakan. Ia hanya mengira ada bunyi petasan. Maklumlah, karena baru lebaran. Ketika ramai, barulah ia sadar telah terjadi penembakan.

Menurut cerita seseorang di lapangan, ketika Aiptu Kus Hendratno ditembak, secara kebetulan Bripka Ahmad Maulana sedang mengendarai mobil di belakang penembak. Bripka Ahmad Maulana baru kembali dari melakukan razia. Kalau tidak salah, razia perjudian. Nach, karena mungkin nalurinya sebagai anggota Tim Buser, ketika ia melihat kejadian ada orang yang ditembak, ia langsung memburunya. Namun, ntah kenapa kendaraannya yang malah hancur. Lihatlah bagaimana hancurnya kendaraannya berikut ini.

IMG-20130817-00047 

Yang cukup menimbulkan pertanyaan adalah apa penyebab hancurnya mobil tersebut. Perhatikan bahwa tidak hanya bagian depan yang ringsek, tetapi bagian belakang sebelah kiri juga penyok. Menurut informasi di media, dan juga dari lapangan, Bripka Ahmad Maulana mencoba mengejar langsung dan menabrakkan mobil yang dikendarainya ke motor pelaku (saya tidak sempat melihat motor ini dan media belum ada yang menampilkannya). Namun, ia malah menabrak sebuah pohon. Bisa jadi mobilnya juga sempat terguling karena badan jalan tempat pohon tersebut lebih tinggi. Perhatikan pohon yang tumbang berikut (diambil dari lokasi cukup jauh karena ada police line). Apakah pelaku yang dibonceng sempat menembak Bripka Ahmad Maulana ketika dikejar? Kemudian kendaraan Bripka Ahmad Maulana oleng karena dirinya tertembak?

IMG-20130817-00049

Jika ingin melihat kondisi jalan di lokasi tersebut secara utuh yang masih diberikan police line, lihat gambar berikut.

IMG-20130817-00048

Saya cukup penasaran, apa yang terjadi. Apakah pelakunya bertampang militer? Kebetulan, saya sempat bertemu seorang anak tanggung yang sedang mengatur arus kendaraan di dekat lapangan tempat belajar mengemudi karena beberapa lokasi jalan ditutup. Katanya, ia sebenarnya sempat membantu si pelaku berdiri karena ia kira hanya kecelakaan biasa. Ketika saya tanya, apakah pelakunya bertampang militer, ia tidak mau menjawab.

Yang hebat, katanya, si pelaku sempat ambruk setelah ditabrak oleh Bripka Ahmad Maulana. Namun, ia berhasil berdiri lagi dan pergi. Saya bertanya, kalau ambruk, lantas kenapa dia bisa menembak. Katanya, “Kan masih ada satu orang lagi, Pak.” Terus katanya, kedua pelaku melarikan diri ke arah Tembok Berlin (sebutan tembok yang dibuat oleh Developer Bintaro Jaya).

Kalau ke arah Tembok Berlin, berarti mereka ke arah jalan lama, dong, tanya saya. “Iya,” katanya. Terus, dari mana mereka dapat motor untuk kabur? “Wach, kalau itu saya tidak tahu, katanya.” Yang jelas, dia tidak mau berurusan dengan polisi, katanya. Sayang memang kenapa sampai kesan ini muncul. Saya sempat mengambil fotonya ketika mengatur lalu lintas (saya ambil dari belakang untuk menjaga privasinya).

IMG-20130817-00051

Tampaknya, masih banyak yang gelap pada kasus ini. Tapi, menurut cerita orang kampung yang sempat saya ajak ngobrol di pinggir jalan Graha Raya, masih satu jalur dengan lokasi penembakan, “Itu paling Pak hanya antar mereka saja.” Apa maksudnya? Rupanya, belakangan ini baru banyak razia narkoba di sekitaran Tangerang dan Tangerang Selatan oleh Polda (katanya kantor yang di Pesanggarahan. Aneh juga karena apa ada Polda di sini). Beberapa anak tanggung warga kampung banyak yang ditangkap. Sialnya, beberapa ternyata harus ditebus dengan harga mahal. Menurut cerita penjual ikan bakar, anak seorang lurah Pondok Pinang harus menebus Rp150 juta. Ada juga anak orang kampung yang harus menebus Rp15 juta. Untuk menebusnya, bahkan sampai mengutang ke saudaranya. Mengerikan memang.

Pertanyaan tentu berkembang, apakah penembakan itu ada hubungannya dengan razia tersebut? Apakah para mafia narkoba mulai menunjukkan taringnya ketika bisnisnya diobrak-abrik belakangan ini? Apakah napi Tanjung Gusta yang masih berkeliaran itu yang bermain? Masih banyak pertanyaan. Yang jelas, kata Indonesian Police Watch (IPW), ini bukan pekerjaan teroris yang biasa. Teroris selama ini menyerang dari depan dan bukan dari belakang.

Wallahualam.

Terlepas dari itu, marilah sama-sama kita mendukung keamanan bersama. Setiap masalah mestinya bisa kita pecahkan dengan damai. Janganlah terjadi lagi kejadian seperti ini di masa datang. Pelaku agar juga bersedia bertanggung-jawab. Bukalah pintu dialog untuk mengatasi masalah yang ada.***

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENGALAMAN MELELAHKAN DI HOTSPOT J.CO

Hari Minggu 13 April 2008 lalu saya mampir di J.CO Donuts & Coffe di Bintaro Plaza. Sambil mencicipi kopi latte seharga Rp26 ribu, yang tentunya cukup mahal bagi kantong orang sekelas saya, saya mencoba mengakses Internet dari Hotspot café ini.  Setelah membayar di kasir dan menunggu antrian dari seorang pria peracik kopi yang tidak terlalu ramah, saya kemudian dipanggil untuk mengambil kopi saya yang masuk dalam antrian. Kalau tidak bertanya, ternyata petugas kopi café ini tidak menawarkan langsung akses gratis hotspot ke Internet yang dipromosikan café ini.   Setelah saya bertanya, apa password hotspot -nya, barulah diberi tulisan password di kertas bill saya, yaitu "hazelle dazele". Cukup bingung, saya tanya ke petugasnya, apakah password itu pakai spasi atau tidak. Dia jawab, “Tidak”. Kemudian, saya mencoba men- setup akses dengan O2. Aneh juga, signal hotspot -nya hilang-hilang timbul.  Yang cukup kuat malah dari café Ola La yg berada di lantai 2. Setelah b

Menafsirkan Kerugian Negara

Teringat Kasus Indosat-IM3 dan munculnya diskusi kerugian perekonomian negara, saya jadi teringat lagi dengan tulisan lama saya beberapa dekade lalu yang sayang untuk dibuang di KONTAN EDISI 36/IV Tanggal 5 Juni 2000.   Menafsirkan Kerugian Negara Rudy M. Harahap Pengamat Akuntabilitas dan Transparansi Pemerintah                                       Saya pernah bertanya kepada mahasiswa di kelas, ketika menyajikan kuliah akuntansi perbankan. Menurut saya, pertanyaan ini mestinya cukup sulit dijawab: "Misalkan Anda menjadi manajer bank dan ada kredit nasabah yang macet. Tentu, Anda tidak ingin gara-gara kredit macet ini kinerja Anda dinilai jelek. Apa yang akan Anda lakukan?" Ternyata, beberapa mahasiswa merasa tak sulit menjawab pertanyaan itu. Dengan enteng, mereka menjawab: "Ya, diskedul ulang saja, Pak. Terus, naikkan plafon pokok utangnya. Selisih antara pokok utang yang lama dengan pokok utang yang baru dikompensasikan saja ke tunggakan cicilan pokok dan tung

MANAJEMEN KINERJA: MENGGUNAKAN SISTEM PENGENDALIAN SECARA STRATEGIS SEBAGAI ‘REM’ DAN ‘GAS’ DI ORGANISASI SEKTOR PUBLIK

Secara regulasi, Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 11 Tahun 2015  ternyata telah mengarahkan perubahan birokrasi kita dari yang dulunya kebanyakan berorientasi pada peraturan ( rules-oriented)  menjadi berorientasi kinerja ( performance-oriented). Dengan kata lain, regulasi kita telah mengarahkan agar kita berubah dari tadinya lebih menekankan pada pengendalian administratif ( administrative control ) menjadi lebih menekankan pada pengendalian hasil ( results control ). Namun, nyatanya, masih banyak yang ragu-ragu dan mempertanyakan apakah kita mesti lebih berorientasi pada peraturan atau lebih berorientasi pada kinerja  (Hartanto, 2018) . Keraguan terkait orientasi tersebut konsisten dengan keluhan beberapa kali Presiden Joko Widodo ketika melihat perilaku birokrasi kita. Ber kal -kali ia telah menyatakan bahwa organisasi sektor publik di Indonesia (baca: instansi pemerintah) kebanyakan menggunakan sumber dayanya ( resources ) hanya untuk ke