Langsung ke konten utama

Kinerja Menteri, Peran Presiden, dan Sistem Akuntabilitas Publik

Hasil evaluasi UKP4 menunjukkan hanya separuh instruksi Presiden yang bisa dijalankan kementerian terkait. Ada berbagai hal yang membuat instruksi tersebut tidak dapat dijalankan secara penuh. "Perintah itu dijalankan, tapi ada beberapa menteri kurang rajin," ungkap Ketua UKP4, Kuntoro Mangkusubroto, seusai rapat kabinet paripurna di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis (7/7/2011), sebagaimana dikutip dari Detik.com.

Data yang menyebutkan bahwa hanya 50 persen instruksi yang dijalankan merupakan evaluasi kinerja dan capaian kementerian. Data yang dipaparkan Kuntoro dalam rapat sidang kabinet adalah rekapitulasi evaluasi sejak Januari 2011. Hanya saja, Kuntoro menyatakan bahwa hal itu bukan berarti bahwa 50 persen program kerja pemerintah tidak berjalan sama sekali, tetapi kemajuan hasil yang berhasil dicapai sampai pada tenggat waktu yang dijadwalkan tidak sepenuhnya terpenuhi.

Manajemen Kinerja dan Akuntabilitas
Sebenarnya, menurut saya, hanya 50 persen instruksi Presiden yang dijalankan itu sudah baik. Artinya, bukan tidak ada sama sekali yang tidak dijalankan. Jumlah 50 persen itu sendiri sebenarnya bukanlah pencapaian kinerja, tetapi baru dari segi menjalankan aktivitas yang diminta oleh Presiden.  Saya belum melihat adanya data berapa persen sebenarnya capaian kinerja jika dilihat dari segi input, proses/kegiatan, keluaran, dan hasilnya. 

Dengan masa pemerintahan tahun 2011 yang sudah mencapai setengah tahun ini, tentu tidak mudah untuk menyatakan suatu kinerja sudah tercapai atau belum. Idealnya, kinerja tentu diukur secara tahunan. Sebab, kebanyakan menteri, jika kita ingin fair, diukur kinerjanya secara tahunan.

Heeks (1998) sudah mengulas bahwa salah satu tantangan akuntabilitas pejabat publik seperti menteri adalah akuntabilitas manajerial (managerial accountability) kepada atasannya. Jika melihat dari yang dimaksud oleh Kuntoro, berarti menterinya belumlah akuntabel kepada atasannya, yaitu Presiden. Sebab, hanya 50 persen perintah Presiden yang dijalankan. 

Yang justru terberat bagi seorang menteri adalah akuntabilitasnya ke publik (citizenship/public accountability). Dalam hal ini, menteri harus dapat menjawab tuntutan masyarakat terkait dengan urusan publik. Saya melihat, kebanyakan persoalan pejabat publik adalah pada aspek akuntabilitas publik. Karena itu, membangun Sistem Akuntabilitas Publik bagi seorang pejabat publik, termasuk menteri, menjadi sangat penting di negara demokratis seperti Indonesia. 

Dalam pengamatan saya, akuntabilitas publik ini sering konflik dengan akuntabilitas lain. Sebagai contoh, seorang menteri juga memiliki akuntabilitas ke parlemen dan  partai politik tempat dia berasal (political accountability). Atau, legislature accountability, yaitu akuntabilitas kepada institusi yang memberikan otoritas kepadanya untuk bertindak sesuatu. Paling sering terjadi adalah konflik antara public accountability dengan political accountability

Seorang menteri tentu dalam posisi sulit untuk bisa menyeimbangkan berbagai macam tuntutan akuntabilitas tersebut. Namun, jika ia  terus didampingi oleh Komite Akuntabilitas, maka keseimbangan itu akan terjaga.

Sayangnya, pemikiran untuk membentuk Sistem Akuntabilitas Publik -- di mana di dalamnya terdapat Komite Akuntabilitas -- kurang berkembang di Indonesia. Sebab, kita sering beranggapan bahwa kita telah memiliki sistem tersebut, yaitu Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, yang dikembangkan setelah terbitnya Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999. Padahal, Sistem Akuntabilitas Publik itu adalah sangat penting, di mana di dalamnya juga termasuk Sistem Akuntabilitas Presiden.

Saya rasa, saatnyalah sekarang kita mulai mendiskusikan kembali pentingnya Sistem Akuntabilitas Publik di Indonesia. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENYERAHAN DAN PENUTUPAN PROYEK (PROJECT CLOSURE) SECARA PROFESIONAL

Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering menciptakan proyek atau kegiatan spesifik untuk menghasilkan produk/jasa tertentu. Dalam lingkup besar, proyek ini biasa disebut program ( programme ).  Agar proyek bisa disetujui dan kemudian berhasil diberikan ke penggunanya, berbagai pelatihan untuk pemimpin proyek ( project manager ) atau pemimpin program ( program manager ) dikembangkan. Bahkan, pelatihan ini telah menjadi mata kuliah tersendiri yang disebut dengan manajemen proyek ( project management ).  Berbagai panduan, standar, model, konsep, atau rerangka ( framework ) untuk mengelola proyek atau program juga telah dikembangkan. Sebagai contoh, Project Management Institute (PMI) mengembangkan PMBOK Guide. Untuk mengelola program, UK menerbitkan MSP ( Managing Successful Programmes ).  Sebagai contoh, kita bisa melihat rerangka MSP berikut ini  Tampak sekali pada Diagram di atas begitu lengkapnya hal-hal yang perlu diperhatikan ketika mengelola program. Sebab, progra...

KENAPA SPBU PETRONAS GAGAL BERBISNIS DI INDONESIA?

Muncul publikasi di media tentang ditutupnya SPBU Petronas di Indonesia. Akhirnya, perusahaan unggul milik pemerintah Malaysia ini hengkang juga dari Indonesia. Sebenarnya, saya telah lama melihat keanehan SPBU Petronas ini. Setiap saya melewatinya, bisa dibilang hampir-hampir tidak ada pengunjungnya. Keanehan kedua, menurut saya, pemilihan lokasinya yang tidak tepat. Hal ini berbeda sekali dengan SPBU Shell. Walaupun harganya mahal mengikuti harga minyak dunia, SPBU milih Belanda ini masih memiliki pengunjung yang lumayan. Salah satu sebabnya adalah pemilihan lokasi yang tepat. Saya menjadi bertanya, kenapa perusahaan sekaliber Petronas bisa salah menempatkan SPBU-nya di Indonesia. Anehnya, Petronas dengan semangat langsung memasang jumlah pompa yang banyak. Bandingkan dengan SPBU Shell yang jumlahnya sesuai dengan kebutuhan pasar. Saya menduga ada 2 penyebab kesalahan strategi Petronas tersebut. Keduanya terkait perencanaan masuk ke pasar. Dugaan pertama saya, Petronas salah ...

INOVASI PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DENGAN QR CODE

Bagi pemerintah daerah, program efisiensi anggaran Presiden Prabowo telah memberikan tekanan yang keras. Mereka harus segera mampu membiayai sendiri pembangunan daerahnya masing-masing.  Jika mereka ingin tetap   bertahan ( sustain ) ke depan, mereka tidak bisa lagi bekerja dengan sistem ataupun kultur lama. Mereka harus segera berubah.  Untuk membiayai sendiri pembangunan daerah, mereka harus melakukan berbagai inovasi yang akan memungkinkan kemandirian fiskal daerah.  Jika hal itu tidak dilakukan, tentu Presiden Prabowo bisa memilih alternatif lain, seperti melakukan penggabungan ( merger ) pemerintah daerah yang tidak mandiri secara fiskal.  Sebab, dengan perubahan yang cepat di tingkat global, tidaklah mungkin jika ke depannya Pemerintah Pusat masih mempertahankan pemerintah daerah yang tidak mampu membiayai gaji dan tunjangan pegawainya secara mandiri. Hal ini sudah begitu membebani anggaran Pemerintah Pusat. Agar bisa bertahan dan mempunyai kemandiria...