Langsung ke konten utama

Paper: PENGUKURAN RISIKO TEKNOLOGI INFORMASI PADA PERUSAHAAN DI INDONESIA DENGAN PENDEKATAN FRAP (STUDI KASUS PADA 3 PERUSAHAAN)

Rudy M. Harahap, Siska Yulianti
Jurusan Komputerisasi Akuntansi, Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Bina Nusantara,
Jl. K.H. Syahdan No.9, Kemanggisan/Palmerah, Jakarta Barat 11480,
rudy.m.harahap@binus.ac.id; siska.yulianti@gmail.com

Dipublikasikan pada e-Indonesia Initiative 2011 (eII2011), 
Konferensi Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk Indonesia
14-15 Juni 2011, Bandung 

ABSTRACT

The purpose of this research is to analyze, identify, and measure the risks in the use of information technology (IT). The research methods that have been used are literature study and field study in the form of observations, interviews, documentation, and using FRAP (facilitated Risk Analysis Process) approach in measuring the risk of IT. The study revealed some riks in the use of IT and recommended some controls to mitigate the risks to improve the IT performances and information quality.

Key words: risk, measurement, IT, FRAP

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah menganalisis, mengidentifikasi, dan mengukur risiko penggunaan teknologi informasi (TI). Metode penelitian yang digunakan adalah studi pustaka dan studi lapangan yang berupa observasi, wawancara, dan dokumentasi, serta menggunakan pendekatan FRAP (Facilitated Risk Analysis Process) untuk mengukur risiko TI. Penelitian ini mengungkapkan risiko dalam penggunaan TI dan merekomendasikan beberapa pengendalian untuk memitigasi risiko agar kinerja TI dan kualitas informasi dapat ditingkatkan.

Kata kunci: risiko, pengukuran, IT, FRAP

Silahkan akses paper lengkap pada link berikut:
Paper Lengkap

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MANAJEMEN KINERJA: MENGGUNAKAN SISTEM PENGENDALIAN SECARA STRATEGIS SEBAGAI ‘REM’ DAN ‘GAS’ DI ORGANISASI SEKTOR PUBLIK

Secara regulasi, Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 11 Tahun 2015  ternyata telah mengarahkan perubahan birokrasi kita dari yang dulunya kebanyakan berorientasi pada peraturan ( rules-oriented)  menjadi berorientasi kinerja ( performance-oriented). Dengan kata lain, regulasi kita telah mengarahkan agar kita berubah dari tadinya lebih menekankan pada pengendalian administratif ( administrative control ) menjadi lebih menekankan pada pengendalian hasil ( results control ). Namun, nyatanya, masih banyak yang ragu-ragu dan mempertanyakan apakah kita mesti lebih berorientasi pada peraturan atau lebih berorientasi pada kinerja  (Hartanto, 2018) . Keraguan terkait orientasi tersebut konsisten dengan keluhan beberapa kali Presiden Joko Widodo ketika melihat perilaku birokrasi kita. Ber kal -kali ia telah menyatakan bahwa organisasi sektor publik di Indonesia (baca: instansi pemerintah) kebanyakan menggunakan sumber dayanya ( resources ) ...

KENAPA SPBU PETRONAS GAGAL BERBISNIS DI INDONESIA?

Muncul publikasi di media tentang ditutupnya SPBU Petronas di Indonesia. Akhirnya, perusahaan unggul milik pemerintah Malaysia ini hengkang juga dari Indonesia. Sebenarnya, saya telah lama melihat keanehan SPBU Petronas ini. Setiap saya melewatinya, bisa dibilang hampir-hampir tidak ada pengunjungnya. Keanehan kedua, menurut saya, pemilihan lokasinya yang tidak tepat. Hal ini berbeda sekali dengan SPBU Shell. Walaupun harganya mahal mengikuti harga minyak dunia, SPBU milih Belanda ini masih memiliki pengunjung yang lumayan. Salah satu sebabnya adalah pemilihan lokasi yang tepat. Saya menjadi bertanya, kenapa perusahaan sekaliber Petronas bisa salah menempatkan SPBU-nya di Indonesia. Anehnya, Petronas dengan semangat langsung memasang jumlah pompa yang banyak. Bandingkan dengan SPBU Shell yang jumlahnya sesuai dengan kebutuhan pasar. Saya menduga ada 2 penyebab kesalahan strategi Petronas tersebut. Keduanya terkait perencanaan masuk ke pasar. Dugaan pertama saya, Petronas salah ...

INOVASI PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DENGAN QR CODE

Bagi pemerintah daerah, program efisiensi anggaran Presiden Prabowo telah memberikan tekanan yang keras. Mereka harus segera mampu membiayai sendiri pembangunan daerahnya masing-masing.  Jika mereka ingin tetap   bertahan ( sustain ) ke depan, mereka tidak bisa lagi bekerja dengan sistem ataupun kultur lama. Mereka harus segera berubah.  Untuk membiayai sendiri pembangunan daerah, mereka harus melakukan berbagai inovasi yang akan memungkinkan kemandirian fiskal daerah.  Jika hal itu tidak dilakukan, tentu Presiden Prabowo bisa memilih alternatif lain, seperti melakukan penggabungan ( merger ) pemerintah daerah yang tidak mandiri secara fiskal.  Sebab, dengan perubahan yang cepat di tingkat global, tidaklah mungkin jika ke depannya Pemerintah Pusat masih mempertahankan pemerintah daerah yang tidak mampu membiayai gaji dan tunjangan pegawainya secara mandiri. Hal ini sudah begitu membebani anggaran Pemerintah Pusat. Agar bisa bertahan dan mempunyai kemandiria...