Langsung ke konten utama

Maklumat Jakarta untuk Penyihir

Oleh
Indra J. Piliang (Bukan Penyihir)

Tukang sihir, mengapa singgah di Jakarta?
Mengapa kau ganggu presidenku, SBY?
Apa karena SBY ingin menjadi presiden lagi?
Kenapa kau tidak menetap di negerimu, di dunia Harry Potter itu?
Ataukah karena serialnya sudah habis, hingga kau ingin memasuki episode: Harry Potter ala Indonesia?

Mau berapa seri? Cukuplah satu seri saja, karena raja-raja sihir telah datang kemari. Satu seri, lima tahun, telah membuat banyak pesolek tiba-tiba terlihat bagai pangeran. Lihat, mereka mulai membangun patung-patung untuk orang hidup di negeri ini.

Para penyihir, mengapa kalian datang ketika pilpres digelar.

Lihat kelakuanmu: kau sihir masyarakat dengan angka-angka statistic. Seolah, semuanya berjalan normal.

Jangan-jangan, kalian juga yang menyihir perdamaian di banyak daerah yang dilakukan oleh org lain, eh, kini dikampanyekan sebagai kerja orang lain.

Jangan-jangan, kalian juga yang menyihir angka-angka pooling menjadi seragam, bukan hanya di lembaga survei, tetapi juga via sms. Unik sekali sihirmu.

Lembaga penyelenggara pemilu juga seperti bekerja laksana robot: bergerak dengan alat-alat sosialisasi hanya untuk satu orang. Kenapa kalian ikut menyihirnya juga?

Tidakkah kau tahu, sihirmu telah menjadi lelakon kuno di alam modern. Mosok demokrasi ada sihirnya? Mosok internet juga dipenuhi penyihir? Mosok jalanan di kota kami penuh sihir juga, ketika debat capres menjelang? Mosok sihirmu tidak mempan di depan televise, ketika presiden kami terdesak oleh pertanyaan kritis penantangnya? Apa itu juga sihirmu?

Pergilah kamu, para penyihir. Adakan pilpres sendiri. Libatkan Ki Gendeng Pamungkas, Mama Laurent, Deddy Corbuzer, Ki Joko Bodo, dan semua orang yang bisa menetralkanmu. Bukan sihir, bukan sulap, para penyihir, silakan tidur lelap.

Kalau presiden kami saja percaya padamu, ketika ia ingin menjadi presiden untuk kedua kalinya, bagaimana nanti kalau ia terpilih? Apakah ia akan berkata bahwa seluruh kritik adalah comberan, seluruh protes adalah sihir? Ataukah akan banyak penyihir masuk istana, sebagaimana Istana Firaun, lalu memamerkan tongkat-tongkatnya untuk menakuti rakyat yang dicambuk dan disiksa?

Ketika sihir berkuasa, maka Musa akan hadir. Kami butuh Musa, wahai para penyihir, bukan Firaun. Firaun telah tenggelam dalam tsunami di laut tengah. Kalau ada reinkarnasinya di republic ini, enyahlah dia.

Karena ini Jakarta, pergilah kalian ke negeri asal. Kami tidak ingin kalian membuat demokrasi kami menjadi ajaib, ghaib dan penuh dengan mantera.

Jakarta bukan Samarkand. "Ajebus, ajebuum!"

Kami sedang pilpres, para penyihir, bukan kontes tongkat. Janganlah kau hadir, hanya untuk membuat dusta di negeri ini muncul laksana kilat: menakutkan, tetapi segera hilang.

Jakarta, 4 Juli 2009, ketika hari kemerdekaan Amerika membuat arransemen lagu Indonesia Raya menjadi mirip Star Spangled Banner.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MANAJEMEN KINERJA: MENGGUNAKAN SISTEM PENGENDALIAN SECARA STRATEGIS SEBAGAI ‘REM’ DAN ‘GAS’ DI ORGANISASI SEKTOR PUBLIK

Secara regulasi, Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 11 Tahun 2015  ternyata telah mengarahkan perubahan birokrasi kita dari yang dulunya kebanyakan berorientasi pada peraturan ( rules-oriented)  menjadi berorientasi kinerja ( performance-oriented). Dengan kata lain, regulasi kita telah mengarahkan agar kita berubah dari tadinya lebih menekankan pada pengendalian administratif ( administrative control ) menjadi lebih menekankan pada pengendalian hasil ( results control ). Namun, nyatanya, masih banyak yang ragu-ragu dan mempertanyakan apakah kita mesti lebih berorientasi pada peraturan atau lebih berorientasi pada kinerja  (Hartanto, 2018) . Keraguan terkait orientasi tersebut konsisten dengan keluhan beberapa kali Presiden Joko Widodo ketika melihat perilaku birokrasi kita. Ber kal -kali ia telah menyatakan bahwa organisasi sektor publik di Indonesia (baca: instansi pemerintah) kebanyakan menggunakan sumber dayanya ( resources ) ...

KENAPA SPBU PETRONAS GAGAL BERBISNIS DI INDONESIA?

Muncul publikasi di media tentang ditutupnya SPBU Petronas di Indonesia. Akhirnya, perusahaan unggul milik pemerintah Malaysia ini hengkang juga dari Indonesia. Sebenarnya, saya telah lama melihat keanehan SPBU Petronas ini. Setiap saya melewatinya, bisa dibilang hampir-hampir tidak ada pengunjungnya. Keanehan kedua, menurut saya, pemilihan lokasinya yang tidak tepat. Hal ini berbeda sekali dengan SPBU Shell. Walaupun harganya mahal mengikuti harga minyak dunia, SPBU milih Belanda ini masih memiliki pengunjung yang lumayan. Salah satu sebabnya adalah pemilihan lokasi yang tepat. Saya menjadi bertanya, kenapa perusahaan sekaliber Petronas bisa salah menempatkan SPBU-nya di Indonesia. Anehnya, Petronas dengan semangat langsung memasang jumlah pompa yang banyak. Bandingkan dengan SPBU Shell yang jumlahnya sesuai dengan kebutuhan pasar. Saya menduga ada 2 penyebab kesalahan strategi Petronas tersebut. Keduanya terkait perencanaan masuk ke pasar. Dugaan pertama saya, Petronas salah ...

INOVASI PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DENGAN QR CODE

Bagi pemerintah daerah, program efisiensi anggaran Presiden Prabowo telah memberikan tekanan yang keras. Mereka harus segera mampu membiayai sendiri pembangunan daerahnya masing-masing.  Jika mereka ingin tetap   bertahan ( sustain ) ke depan, mereka tidak bisa lagi bekerja dengan sistem ataupun kultur lama. Mereka harus segera berubah.  Untuk membiayai sendiri pembangunan daerah, mereka harus melakukan berbagai inovasi yang akan memungkinkan kemandirian fiskal daerah.  Jika hal itu tidak dilakukan, tentu Presiden Prabowo bisa memilih alternatif lain, seperti melakukan penggabungan ( merger ) pemerintah daerah yang tidak mandiri secara fiskal.  Sebab, dengan perubahan yang cepat di tingkat global, tidaklah mungkin jika ke depannya Pemerintah Pusat masih mempertahankan pemerintah daerah yang tidak mampu membiayai gaji dan tunjangan pegawainya secara mandiri. Hal ini sudah begitu membebani anggaran Pemerintah Pusat. Agar bisa bertahan dan mempunyai kemandiria...