Langsung ke konten utama

Manajemen Proyek TI Instansi Pemerintah

Selama ini sering saya temui bahwa jika sebuah proses pengadaan di instansi pemerintah telah selesai, maka selesailah semua urusan. Seolah-olah bahwa keberhasilan pengadaan diukur hanya sampai terpilihnya penyedia barang/jasa. Padahal, itu barulah awal dari sebuah kerja yang melelahkan.

Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), sebagai penanggung-jawab pengadaan, sering mengabaikan pengendalian pekerjaan penyedia barang/jasa. Seolah-olah, bahwa penyedia yang terpilih--karena telah melalui proses yang baik-- adalah yang qualified sehingga PPK sering hanya mengandalkan penyedia dalam proses implementasinya. Padahal, keberhasilan sebuah pengadaan sangat tergantung kepada seberapa jauh PPK mampu mengendalikan pekerjaan penyedia.

Dalam pengadaan yang terkait dengan teknologi informasi, jelas sekali kemampuan PPK dalam memonitor dan mengendalikan pekerjaan penyedia sangat penting. Banyak kegagalan implementasi pengadaan yang terkait dengan teknologi informasi di instansi pemerintah karena faktor ini.

Saya melihat, sering terjadi salah kaprah bahwa pengadaan yang terkait dengan teknologi informasi hanya memperhatikan perangkat  di-supply. Padahal suatu perangkat teknologi informasi yang tidak didukung oleh sistemnya akan menjadi seperti tubuh yang tanpa ruh.

Untuk itu, bagi Anda para PPK, monitor dan kendalikanlah pekerjaan penyedia dengan baik. Jika karena masalah kompetensi Anda tidak dapat melaksanakan kegiatan tersebut, gunakanlah ahlinya, sebagai konsultan pengawas.

Sekarang ini, saya menemui 2 project yang bermasalah karena lemahnya manajemen proyek TI. Bahkan, ini terjadi di sebuah instansi yang sangat stratejik. Semoga ini tidak terjadi dengan Anda semua. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MANAJEMEN KINERJA: MENGGUNAKAN SISTEM PENGENDALIAN SECARA STRATEGIS SEBAGAI ‘REM’ DAN ‘GAS’ DI ORGANISASI SEKTOR PUBLIK

Secara regulasi, Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 11 Tahun 2015  ternyata telah mengarahkan perubahan birokrasi kita dari yang dulunya kebanyakan berorientasi pada peraturan ( rules-oriented)  menjadi berorientasi kinerja ( performance-oriented). Dengan kata lain, regulasi kita telah mengarahkan agar kita berubah dari tadinya lebih menekankan pada pengendalian administratif ( administrative control ) menjadi lebih menekankan pada pengendalian hasil ( results control ). Namun, nyatanya, masih banyak yang ragu-ragu dan mempertanyakan apakah kita mesti lebih berorientasi pada peraturan atau lebih berorientasi pada kinerja  (Hartanto, 2018) . Keraguan terkait orientasi tersebut konsisten dengan keluhan beberapa kali Presiden Joko Widodo ketika melihat perilaku birokrasi kita. Ber kal -kali ia telah menyatakan bahwa organisasi sektor publik di Indonesia (baca: instansi pemerintah) kebanyakan menggunakan sumber dayanya ( resources ) ...

KENAPA SPBU PETRONAS GAGAL BERBISNIS DI INDONESIA?

Muncul publikasi di media tentang ditutupnya SPBU Petronas di Indonesia. Akhirnya, perusahaan unggul milik pemerintah Malaysia ini hengkang juga dari Indonesia. Sebenarnya, saya telah lama melihat keanehan SPBU Petronas ini. Setiap saya melewatinya, bisa dibilang hampir-hampir tidak ada pengunjungnya. Keanehan kedua, menurut saya, pemilihan lokasinya yang tidak tepat. Hal ini berbeda sekali dengan SPBU Shell. Walaupun harganya mahal mengikuti harga minyak dunia, SPBU milih Belanda ini masih memiliki pengunjung yang lumayan. Salah satu sebabnya adalah pemilihan lokasi yang tepat. Saya menjadi bertanya, kenapa perusahaan sekaliber Petronas bisa salah menempatkan SPBU-nya di Indonesia. Anehnya, Petronas dengan semangat langsung memasang jumlah pompa yang banyak. Bandingkan dengan SPBU Shell yang jumlahnya sesuai dengan kebutuhan pasar. Saya menduga ada 2 penyebab kesalahan strategi Petronas tersebut. Keduanya terkait perencanaan masuk ke pasar. Dugaan pertama saya, Petronas salah ...

INOVASI PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DENGAN QR CODE

Bagi pemerintah daerah, program efisiensi anggaran Presiden Prabowo telah memberikan tekanan yang keras. Mereka harus segera mampu membiayai sendiri pembangunan daerahnya masing-masing.  Jika mereka ingin tetap   bertahan ( sustain ) ke depan, mereka tidak bisa lagi bekerja dengan sistem ataupun kultur lama. Mereka harus segera berubah.  Untuk membiayai sendiri pembangunan daerah, mereka harus melakukan berbagai inovasi yang akan memungkinkan kemandirian fiskal daerah.  Jika hal itu tidak dilakukan, tentu Presiden Prabowo bisa memilih alternatif lain, seperti melakukan penggabungan ( merger ) pemerintah daerah yang tidak mandiri secara fiskal.  Sebab, dengan perubahan yang cepat di tingkat global, tidaklah mungkin jika ke depannya Pemerintah Pusat masih mempertahankan pemerintah daerah yang tidak mampu membiayai gaji dan tunjangan pegawainya secara mandiri. Hal ini sudah begitu membebani anggaran Pemerintah Pusat. Agar bisa bertahan dan mempunyai kemandiria...