Langsung ke konten utama

Pelayanan SAMSAT Kaltim


Minggu lalu, saya sempat mampir melihat implementasi sistem SAMSAT Kaltim setelah sekitar 1 tahun berjalan. Saya melihat beberapa hal yang menarik, seperti kenaikan pajak yang signifikan setelah sistem baru dijalankan. Sebuah kantor yang tadinya ditargetkan mengumpulkan Rp150 miliar di tahun ini, ternyata sudah berhasil mencapai Rp185 miliar di bulan ini. Hal ini wajar saja, karena pada sistem yang baru telah digunakan tabel referensi untuk jenis dan harga kendaraan. Kalau sistem yang lama, dengan mudahnya sebuah kendaraan jenis mobil, ternyata dicatat beroda dua, dan diterapkan tarif untuk kendaraan beroda dua.

Hal lain yang sudah dirasakan adalah termonitornya pendapatan secara online dari Dispenda dan tersedianya informasi melalui pelayanan SMS. Ada juga sebuah kantor SAMSAT yang sudah melayani (secara online) wajib pajak yang terdaftar di kantor SAMSAT lain.

Beberapa hal yang masih lemah juga diidentifikasi, seperti jaringan Telkom se Kaltim yang masih buruk, budaya kerja berbasis TI yang belum didukung oleh kedisiplinan, dan SOP pelayanan online yang belum dibuat.

Sayangnya saya belum sempat menangkap kesan apa yang dirasakan oleh masyarakat setelah berjalannya sistem baru tersebut. Karena itu, bagi warga Kaltim yang pernah berurusan langsung dengan sistem baru ini, mohon kiranya dapat men-share pengalaman/kesan yang diperoleh selama ini.

Sebagai tambahan informasi, perubahan sistem yang dilakukan adalah dari yang dulunya seluruh kantor SAMSAT belum terhubung dengan jaringan, sekarang sudah terhubung. Database yang sebelumnya Foxbase, sekarang menggunakan Informix di atas mesin berbasis PC dengan processor Intel yang thin client.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MANAJEMEN KINERJA: MENGGUNAKAN SISTEM PENGENDALIAN SECARA STRATEGIS SEBAGAI ‘REM’ DAN ‘GAS’ DI ORGANISASI SEKTOR PUBLIK

Secara regulasi, Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 11 Tahun 2015  ternyata telah mengarahkan perubahan birokrasi kita dari yang dulunya kebanyakan berorientasi pada peraturan ( rules-oriented)  menjadi berorientasi kinerja ( performance-oriented). Dengan kata lain, regulasi kita telah mengarahkan agar kita berubah dari tadinya lebih menekankan pada pengendalian administratif ( administrative control ) menjadi lebih menekankan pada pengendalian hasil ( results control ). Namun, nyatanya, masih banyak yang ragu-ragu dan mempertanyakan apakah kita mesti lebih berorientasi pada peraturan atau lebih berorientasi pada kinerja  (Hartanto, 2018) . Keraguan terkait orientasi tersebut konsisten dengan keluhan beberapa kali Presiden Joko Widodo ketika melihat perilaku birokrasi kita. Ber kal -kali ia telah menyatakan bahwa organisasi sektor publik di Indonesia (baca: instansi pemerintah) kebanyakan menggunakan sumber dayanya ( resources ) ...

KENAPA SPBU PETRONAS GAGAL BERBISNIS DI INDONESIA?

Muncul publikasi di media tentang ditutupnya SPBU Petronas di Indonesia. Akhirnya, perusahaan unggul milik pemerintah Malaysia ini hengkang juga dari Indonesia. Sebenarnya, saya telah lama melihat keanehan SPBU Petronas ini. Setiap saya melewatinya, bisa dibilang hampir-hampir tidak ada pengunjungnya. Keanehan kedua, menurut saya, pemilihan lokasinya yang tidak tepat. Hal ini berbeda sekali dengan SPBU Shell. Walaupun harganya mahal mengikuti harga minyak dunia, SPBU milih Belanda ini masih memiliki pengunjung yang lumayan. Salah satu sebabnya adalah pemilihan lokasi yang tepat. Saya menjadi bertanya, kenapa perusahaan sekaliber Petronas bisa salah menempatkan SPBU-nya di Indonesia. Anehnya, Petronas dengan semangat langsung memasang jumlah pompa yang banyak. Bandingkan dengan SPBU Shell yang jumlahnya sesuai dengan kebutuhan pasar. Saya menduga ada 2 penyebab kesalahan strategi Petronas tersebut. Keduanya terkait perencanaan masuk ke pasar. Dugaan pertama saya, Petronas salah ...

INOVASI PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DENGAN QR CODE

Bagi pemerintah daerah, program efisiensi anggaran Presiden Prabowo telah memberikan tekanan yang keras. Mereka harus segera mampu membiayai sendiri pembangunan daerahnya masing-masing.  Jika mereka ingin tetap   bertahan ( sustain ) ke depan, mereka tidak bisa lagi bekerja dengan sistem ataupun kultur lama. Mereka harus segera berubah.  Untuk membiayai sendiri pembangunan daerah, mereka harus melakukan berbagai inovasi yang akan memungkinkan kemandirian fiskal daerah.  Jika hal itu tidak dilakukan, tentu Presiden Prabowo bisa memilih alternatif lain, seperti melakukan penggabungan ( merger ) pemerintah daerah yang tidak mandiri secara fiskal.  Sebab, dengan perubahan yang cepat di tingkat global, tidaklah mungkin jika ke depannya Pemerintah Pusat masih mempertahankan pemerintah daerah yang tidak mampu membiayai gaji dan tunjangan pegawainya secara mandiri. Hal ini sudah begitu membebani anggaran Pemerintah Pusat. Agar bisa bertahan dan mempunyai kemandiria...