Langsung ke konten utama

Mengambil Peluang Inovasi Layanan Perjalanan Dinas Luar Negeri

Ketika berbicara inovasi pelayanan publik, sering sekali kita berfikir yang muluk-muluk. Para birokrat sering tidak menyadari bahwa hal-hal kecil yang ada di sekitarnya sebenarnya sangat potensial untuk dijadikan inovasi. Kita sering melakukan benchmarking ke negara maju atau perusahaan swasta tanpa sadar bahwa menginovasikan hal-hal kecil yang ada di sekitar kita bisa memberikan pengaruh besar bagi image organisasi.

Suatu organisasi besar seperti kementerian atau lembaga pemerintah sering tidak sadar bahwa pengabaian hal-hal kecil yang bersentuhan langsung dengan masyarakat dapat mengakibatkan citra buruk bagi organisasinya. Pemimpin organisasi publik juga sering mencari hal-hal baru untuk memperbaiki citra organisasi, tetapi sering tidak sadar bahwa sebenarnya dengan mengoptimasi yang ada di sekitarnya bisa memberi perubahan besar bagi citra organisasinya.

Sebagai contoh, baru-baru ini saya mengurus persyaratan perjalanan dinas ke luar negeri. Lazimnya, setiap perjalanan dinas semacam ini bagi seorang pejabat publik harus memenuhi beberapa persyaratan. Persyaratan pertama, tentunya adalah visa untuk masuk ke suatu negara. Untuk memperoleh visa, seorang pejabat publik harus memiliki exit permit dari Kementerian Luar Negeri. Exit permit dapat dikeluarkan jika ada ijin perjalanan dinas ke luar negeri dari Kementerian Sekretariat Negara. Bisa dibayangkan kan bagaimana repotnya seorang pejabat publik untuk bisa mengadakan perjalanan dinas ke luar negeri.

Kesan terlalu banyaknya proses yang harus dilalui dapatlah dimaklumi. Sebab, setiap perjalanan dinas ke luar negeri akan menggunakan anggaran negara yang cukup besar. Karena itulah, agar ada pengendalian yang ketat, setiap perjalanan dinas ke luar negeri harus melalui proses yang cukup rumit. Hal ini pun berlaku untuk mereka yang akan mengikuti pendidikan ke luar negeri, baik dengan beasiswa atau dana sendiri.

Karena persyaratan yang ketat, tentu peluang terjadinya penyalahgunaan oleh pejabat yang memberikan ijin sangat tinggi. Hal ini juga diperparah oleh kondisi di mana biasanya perjalanan dinas itu membutuhkan waktu penyelesaian yang cepat. Sebab, untuk perjalanan ke luar negeri, ada beberapa persyaratan lain yang harus disiapkan, seperti hotel, tiket, dan sebagainya. Kesuluruhannya itu harus disinkronkan dengan baik dari segi skedulnya.

Mengetahui kerentanan tersebut, bisa saja Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Sekretariat Negara menjadikannya sebagai ajang untuk memperkaya diri masing-masing. Namun, selama ini hal itu tidak tampak di permukaan media. Hebatnya, Kementerian Luar Negeri malah menjadikannya sebagai peluang untuk berinovasi. Walaupun yang dilayani bukan publik secara langsung, tetapi para pejabat publik, Kementerian Luar Negeri telah menjadikannya sebagai unggulan inovasi layanan publik. Mereka menjadikan unit layanan mereka menjadi tampak profesional. Beberapa hal seperti ruang tunggu yang nyaman, adanya loket yang cukup banyak, tersedianya informasi yang cukup, adanya ruang tunggu yang memadai, dan dukungan perangkat aplikasi komputer telah dipenuhi. Petugasnya pun cukup ramah dan jelas memberikan informasi. Inovasi seperti yang dilakukan oleh Kementerian Luar Negeri ini mestilah dihargai. Karena itu, pemerintah harus mulai meninjau untuk menaikkan remunerasi pegawai Kementerian Luar Negeri, terutama mereka yang bekerja di layanan terdepan.

Kementerian Sekretariat Negara mestinya juga bisa menjadikan layanan ini sebagai bentuk nyata inovasi layanan publik. Sayangnya, hal itu tidak dilirik dengan baik. Mungkin pimpinan puncak Kementerian Sekretariat Negara lebih disibukkan dengan urusan-urusan yang bersifat politis karena berhubungan langsung dengan kepala negara. Akibatnya, terjadi kesesakan di ruang resepsionis pada layanan ini. Unit tata usaha yang tugasnya menerima permohonan dan memperbanyak berkas perijinan juga menjadi tampak kumuh. Padahal, untuk setiap pendaftaran permohonan layanan, mereka telah menggunakan perangkat aplikasi komputer. Sayangnya, apa yang terjadi di Kementerian Luar Negeri tampak berbeda jauh dengan apa yang terjadi di layanan Kementerian Sekretariat Negara. Padahal, keduanya merepresentasikan nama negara.

Setiap pemimpin organisasi publik mestinya kembali mau merenungkan dan melihat hal-hal kecil yang ada di sekitarnya. Peluang untuk melakukan inovasi terhadap hal-hal kecil itu selalu ada. Bahkan, peluang keberhasilannya besar. Jangan biarkan diri Anda terlena dengan hal-hal besar yang mengakibatkan Anda tidak memanfaatkan peluang menginovasikan hal-hal kecil di depan mata Anda sendiri!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MANAJEMEN KINERJA: MENGGUNAKAN SISTEM PENGENDALIAN SECARA STRATEGIS SEBAGAI ‘REM’ DAN ‘GAS’ DI ORGANISASI SEKTOR PUBLIK

Secara regulasi, Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 11 Tahun 2015  ternyata telah mengarahkan perubahan birokrasi kita dari yang dulunya kebanyakan berorientasi pada peraturan ( rules-oriented)  menjadi berorientasi kinerja ( performance-oriented). Dengan kata lain, regulasi kita telah mengarahkan agar kita berubah dari tadinya lebih menekankan pada pengendalian administratif ( administrative control ) menjadi lebih menekankan pada pengendalian hasil ( results control ). Namun, nyatanya, masih banyak yang ragu-ragu dan mempertanyakan apakah kita mesti lebih berorientasi pada peraturan atau lebih berorientasi pada kinerja  (Hartanto, 2018) . Keraguan terkait orientasi tersebut konsisten dengan keluhan beberapa kali Presiden Joko Widodo ketika melihat perilaku birokrasi kita. Ber kal -kali ia telah menyatakan bahwa organisasi sektor publik di Indonesia (baca: instansi pemerintah) kebanyakan menggunakan sumber dayanya ( resources ) ...

Internal Auditor dan Jasa Consulting

Pernyataan berikut sering muncul: “Bahwa BPKP itu fungsinya audit. Audit itu mencocokan apakah sesuatu sesuai dengan suatu standar tertentu. Jadi harus ada standardnya dulu. Kemudian ada pekerjaan atau proses melakukan sesuatu (yang diatur oleh standardnya) terlebih dulu. Baru kemudian bisa di audit. Oleh BPKP Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan? Nah kalau BPKP mendampingi … mestinya ya nggak tepat ??? Kapan meng-audit dan assessment-nya? Kalau ada yang menyimpang, yang salah yang menyimpang atau yang mendampingi?” Hal itu tidaklah salah total. Sebab, masyarakat awam selama ini sering menganggap bahwa kegiatan auditor hanyalah membandingkan antara apa yang diimplementasikan di lapangan dengan apa yang seharusnya. Kegiatan audit ini biasanya dikenal sebagai compliance audit yang sebenarnya hanyalah salah satu peran yang dapat diberikan oleh internal auditor sebagai bagian dari jasa assurance. Padahal, sebenarnya banyak kegiatan jasa assurance lainnya yang dapat diberikan auditor. Ar...

KENAPA SPBU PETRONAS GAGAL BERBISNIS DI INDONESIA?

Muncul publikasi di media tentang ditutupnya SPBU Petronas di Indonesia. Akhirnya, perusahaan unggul milik pemerintah Malaysia ini hengkang juga dari Indonesia. Sebenarnya, saya telah lama melihat keanehan SPBU Petronas ini. Setiap saya melewatinya, bisa dibilang hampir-hampir tidak ada pengunjungnya. Keanehan kedua, menurut saya, pemilihan lokasinya yang tidak tepat. Hal ini berbeda sekali dengan SPBU Shell. Walaupun harganya mahal mengikuti harga minyak dunia, SPBU milih Belanda ini masih memiliki pengunjung yang lumayan. Salah satu sebabnya adalah pemilihan lokasi yang tepat. Saya menjadi bertanya, kenapa perusahaan sekaliber Petronas bisa salah menempatkan SPBU-nya di Indonesia. Anehnya, Petronas dengan semangat langsung memasang jumlah pompa yang banyak. Bandingkan dengan SPBU Shell yang jumlahnya sesuai dengan kebutuhan pasar. Saya menduga ada 2 penyebab kesalahan strategi Petronas tersebut. Keduanya terkait perencanaan masuk ke pasar. Dugaan pertama saya, Petronas salah ...