Langsung ke konten utama

Ironisnya Aplikasi Berbasis Web

Seorang teman, Kang Feby, menulis tentang ironisnya aplikasi berbasis web di Indonesia, terutama untuk aplikasi manajemen keuangan. Sekarang ini memang sedang salah kaprah di Indonesia bahwa semua aplikasi yang ideal mesti berbasis web. Menurut teman saya itu, "Aplikasi web hanya cocok untuk aplikasi yang tidak menuntut banyak transaksi yang seringkali menggunakan form-form yang cukup kompleks. Gaya HTTP yang menggunakan 'post' dan 'get' menuntut banyak koneksi dengan server sekalipun hanya untuk job yang mudah seperti menjumlah 2+3."

"Jika aplikasi web digunakan untuk membangun aplikasi yang melakukan banyak transaksi seperti misalnya pada aplikasi produksi, keuangan dan sistem operasional lainnya maka akan terasa bahwa performa sistem aplikasi web jauh berada di bawah performa sistem aplikasi jaringan desktop yang bisa mengolah transaksi secara lokal dan hanya perlu mengirim hasil akhir ke server. Aplikasi berbasis web hanya cocok untuk aplikasi yang menampilkan informasi data atau yang menuntut sedikit transaksi data," tambahnya.

Saya tentu totally agree dengan pernyataan ini. Menurut saya, salah kaprahnya persepsi ini adalah ketika pertama kali website masuk ke Indonesia. Apalagi ketika pada waktu itu kita bisa membikin website dengan makin mudah melalui teknologi html dan php. Makin salah kaprah lagi tentang persepsi ini adalah ketika website pemerintah pun didefinisikan sebagai e-government. Hal ini bisa dilihat pada Panduan Pengembangan e-Government yang diterbitkan oleh Kantor Menkominfo. Anehnya lagi, panduan itu tidak bisa membedakan antara website dan portal integrasi.

Mengenai perdebatan aplikasi desktop vs web mana yang paling optimal, mungkin jalan tengahnya itu, yach desktop dengan port 80. Ini mungkin juga untuk kemudahan dalam hal network adminnya.

Tapi, saya pernah juga diskusi dengan seorang teman, Pak Hemat, tentang keraguan saya untuk mengimplementasikan aplikasi web pada proses manajemen keuangan. Saya lihat--dulu--aplikasi keuangan yang jalan dan sukses, kebanyakan bukan berbasis web. Mungkin pada waktu itu karena web belum mature. Hanya saja, sekarang ini saya lihat banyak ERP, seperti produk SAP dan Oracle, yang sudah baik kinerjanya. Saya dengar tidak terlalu banyak masalah waktu implementasi sistem ERP berbasis web ini, termasuk di dalamnya adalah modul manajemen keuangan.

Teman saya Pak Hemat itu, dulu sangat keukeh bahwa versi web php itu sudah mature dan bisa diimplementasikan untuk aplikasi sistem informasi pengelolaan keuangan daerah (SIPKD). Sebab, katanya, dulu Pak Hemat pernah mengimplementasikan full web atas proses ini di sebuah pemerintah daerah.

Saya sempat ragu ketika SIPKD akan dikembangkan berbasis web dengan teknologi php. Saya sebenarnya lebih prefer dengan Java. Sebab, jika menggunakan teknologi Java, resource untuk development membangun sistem untuk kepentingan berbasis desktop atau web tidak terlalu besar. Bisa saja untuk awal development-nya difokuskan pada sistem berbasis desktop. Namun, kemudian untuk kepentingan roll-out, beberapa hal diimplementasikan dalam bentuk versi web (walaupun kita harus hati-hati memilih framework-nya agar jangan malah lambat waktu diimplementasikan, walaupun secara arsitektur memang jadi ideal, dan perlu dihitung betul persyaratan hardwarenya).

Nach, sekarang, kita lihat saja realitanya. Mana versi yang paling optimal di lapangan. Kita perlu meriset tentang ini. Kang feby punya versi desktop berbasis Java (saya nggak tahu apa dia juga punya juga yang versi web) untuk aplikasi manajemen keuangan daerah. Kemudian, kita bandingkan dengan versi full web yang dibuat oleh Depdagri (SIPKD), atau mungkin juga oleh Pak Hemat.

-

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MANAJEMEN KINERJA: MENGGUNAKAN SISTEM PENGENDALIAN SECARA STRATEGIS SEBAGAI ‘REM’ DAN ‘GAS’ DI ORGANISASI SEKTOR PUBLIK

Secara regulasi, Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 11 Tahun 2015  ternyata telah mengarahkan perubahan birokrasi kita dari yang dulunya kebanyakan berorientasi pada peraturan ( rules-oriented)  menjadi berorientasi kinerja ( performance-oriented). Dengan kata lain, regulasi kita telah mengarahkan agar kita berubah dari tadinya lebih menekankan pada pengendalian administratif ( administrative control ) menjadi lebih menekankan pada pengendalian hasil ( results control ). Namun, nyatanya, masih banyak yang ragu-ragu dan mempertanyakan apakah kita mesti lebih berorientasi pada peraturan atau lebih berorientasi pada kinerja  (Hartanto, 2018) . Keraguan terkait orientasi tersebut konsisten dengan keluhan beberapa kali Presiden Joko Widodo ketika melihat perilaku birokrasi kita. Ber kal -kali ia telah menyatakan bahwa organisasi sektor publik di Indonesia (baca: instansi pemerintah) kebanyakan menggunakan sumber dayanya ( resources ) ...

KENAPA SPBU PETRONAS GAGAL BERBISNIS DI INDONESIA?

Muncul publikasi di media tentang ditutupnya SPBU Petronas di Indonesia. Akhirnya, perusahaan unggul milik pemerintah Malaysia ini hengkang juga dari Indonesia. Sebenarnya, saya telah lama melihat keanehan SPBU Petronas ini. Setiap saya melewatinya, bisa dibilang hampir-hampir tidak ada pengunjungnya. Keanehan kedua, menurut saya, pemilihan lokasinya yang tidak tepat. Hal ini berbeda sekali dengan SPBU Shell. Walaupun harganya mahal mengikuti harga minyak dunia, SPBU milih Belanda ini masih memiliki pengunjung yang lumayan. Salah satu sebabnya adalah pemilihan lokasi yang tepat. Saya menjadi bertanya, kenapa perusahaan sekaliber Petronas bisa salah menempatkan SPBU-nya di Indonesia. Anehnya, Petronas dengan semangat langsung memasang jumlah pompa yang banyak. Bandingkan dengan SPBU Shell yang jumlahnya sesuai dengan kebutuhan pasar. Saya menduga ada 2 penyebab kesalahan strategi Petronas tersebut. Keduanya terkait perencanaan masuk ke pasar. Dugaan pertama saya, Petronas salah ...

INOVASI PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DENGAN QR CODE

Bagi pemerintah daerah, program efisiensi anggaran Presiden Prabowo telah memberikan tekanan yang keras. Mereka harus segera mampu membiayai sendiri pembangunan daerahnya masing-masing.  Jika mereka ingin tetap   bertahan ( sustain ) ke depan, mereka tidak bisa lagi bekerja dengan sistem ataupun kultur lama. Mereka harus segera berubah.  Untuk membiayai sendiri pembangunan daerah, mereka harus melakukan berbagai inovasi yang akan memungkinkan kemandirian fiskal daerah.  Jika hal itu tidak dilakukan, tentu Presiden Prabowo bisa memilih alternatif lain, seperti melakukan penggabungan ( merger ) pemerintah daerah yang tidak mandiri secara fiskal.  Sebab, dengan perubahan yang cepat di tingkat global, tidaklah mungkin jika ke depannya Pemerintah Pusat masih mempertahankan pemerintah daerah yang tidak mampu membiayai gaji dan tunjangan pegawainya secara mandiri. Hal ini sudah begitu membebani anggaran Pemerintah Pusat. Agar bisa bertahan dan mempunyai kemandiria...