Langsung ke konten utama

Peran Kaum Profesional dalam Penegakan Hukum

Persoalan dugaan tindak pidana korupsi dalam bisnis penyedia jasa internet telah mendapat tekanan yang cukup keras dari masyarakat profesi. Baru kali inilah saya lihat kaum profesional solid dalam menghadapi tuntutan dari penegak hukum. Umumnya, ketika terjadi tuntutan hukum kepada salah satu anggota masyarakat profesional, mereka harus berjuang sendiri. Tidak ada sama sekali proteksi dari anggota profesi lainnya. Lihat contoh ketika seorang pilot akan dikenakan tuntutan pidana. Tidak banyak masyarakat profesi pilot yang berani mengingatkan bahwa dalam hal demikian tidak sembarang orang dapat menyidik. Kesalahan pilot harus ditelusuri dahulu oleh mereka yang mengerti penyidikan kecelakaan, yang tentunya berasal dari profesi pilot juga.

Upaya masyarakat profesi memperjuangkan anggota profesinya akan memberikan banyak manfaat. Pertama, dalam hal penegakan proses hukum. Dengan terlibatnya banyak profesional, penegakan hukum dapat dikontrol sejak awal. Dengan demikian, upaya penegak hukum mempermainkan kasus dapat dihindarkan.

Kita tentu tahu bahwa yang paling bermasalah di negara kita adalah kecenderungan penyalahgunaan aparat hukum. Masyarakat sering dikecewakan dengan proses hukum yang ditransaksikan dari mulai proses penyelidikan, penyidikan, penuntutan, sampai dengan persidangan. Transaksi bisnis ilegal itu biasanya dimulai dari ancaman penahanan. Jika seorang tersangka tidak ingin ditahan, nilai transaksinya sangat besar. Transaksi ini juga melibatkan penyidik dan pengacara. Banyak pengacara yang alih-alih berfungsi untuk menegakkan hukum, malah justru menjadi broker ke penyidik agar kliennya tidak ditahan.

Dengan adanya tekanan dari masyarakat profesi, maka penegak hukum tidak bisa lagi sembarangan dalam pemberian ancaman menahan tersangka. Mereka mestinya sudah mulai belajar dari kalahnya mereka di persidangan pra pradilan dalam kasus Chevron yang menegaskan tidak ada alasan yang cukup bagi penegak hukum untuk menahan tersangka.

Kedua, keterlibatan kaum profesional mengedukasi pemahaman penegak hukum. Kita tentu tahu bahwa sebenarnya banyak penegak hukum yang lemah dalam hal pengetahuannya dalam hal kejahatan kerah putih. Saya bahkan menemui ada penegak hukum yang tidak bisa membedakan deposito dengan promise. Hal-hal yang bersifat teknis di kalangan profesional tertentu sangat sulit dipahami pengertiannya oleh penegak hukum. Apalagi hal-hal teknis di bidang teknologi informasi. Menjelaskan perbedaan bandwidth dengan internet saja tentu sulit ke mereka.

Ketiga, negara akan semakin maju. Dengan keterlibatan kaum profesional dalam urusan-urusan penegakan hukum, yang dalam hal ini birokrasi hukum, negara kita akan cepat maju. Dalam beberapa tahun ini, saya melihat ada kecenderungan dari kaum profesional menghindari berurusan dengan tema-tema birokrasi publik.

Yang memperdebatkan tema-tema birokrasi publik kebanyakan kaum akademisi yang tidak mengerti kondisi real birokrasi publik. Bahkan, banyak dari mereka yang tidak memiliki pengalaman praktik sama sekali tetapi dijadikan acuan debat publik di media massa. Hal ini mengakibatkan permasalahan birokrasi publik tidak terpecahkan. Dengan keterlibatan kaum profesional dalam diskursus birokrasi publik, maka dapat diberikan solusi yang tepat dalam menata birokrasi publik.

Salah satu yang menarik adalah dalam kasus Indosat, dengan tekanan kaum profesional, nantinya akan ada perbaikan bagaimana hubungan proses penegakan hukum antara penyidik dan auditor negara. Karena itu, ayoo kaum profesional teruslah terlibat dalam diskursus urusan negara. Jangan biarkan negara kita dikuasai oleh mereka yang tidak mengerti kondisi nyata di lapangan.

Komentar

Unknown mengatakan…
sepakat pak... memang hukum, UU, Peraturan itu bukan dibuat oleh Tuhan, tapi oleh manusia penuh dengan interpretasinya masing masing dan interestnya masing masing. Sehingga sering paradigma (teknologi) sharing dan (teknologi) frekwensi menjadi multi interpretasi antara berbagai kepentingan. Ada kepentingan agar pemasukan negara besar... ada kepentingan agar mengentaskan kesenjangan digital dengan memanfaatkan teknologi secara efisien. Selama masing2 berpegang pada paradigmanya masing masing maka masalah ini akan berakhir dengan kerugian salah satu pihak, apalagi pihak yg lain mengatasnamakan negara, kepentingan rakyat dan penegak hukum. Ingat UU dan peraturan penuh dengan penafsiran (teori konstruksi dan kritis), sehingga inilah hasilnya ada yg harus menanggung hukuman karena dianggap merugikan negara sebesar Rp 1.3T, padahal apanya sih hilang sehingga pemerintah merasa dirugikan Rp 1.3T :-)
ANEH... pak...semoga bapak dan teman teman bapak yang kebetulan profesional dibidang IT dan berkarya di institusi seperti BPK, BPKP, auditor, KPK bisa menengahi dan menjelakan. Karena kalau komunitas profesional yg mengatakan, pihak penegak hukum akan tutup terlinganya dan tidak mau mengerti :-)
salam, rudi rusdiah - APW/ Mastel

Postingan populer dari blog ini

PENGALAMAN MELELAHKAN DI HOTSPOT J.CO

Hari Minggu 13 April 2008 lalu saya mampir di J.CO Donuts & Coffe di Bintaro Plaza. Sambil mencicipi kopi latte seharga Rp26 ribu, yang tentunya cukup mahal bagi kantong orang sekelas saya, saya mencoba mengakses Internet dari Hotspot café ini.  Setelah membayar di kasir dan menunggu antrian dari seorang pria peracik kopi yang tidak terlalu ramah, saya kemudian dipanggil untuk mengambil kopi saya yang masuk dalam antrian. Kalau tidak bertanya, ternyata petugas kopi café ini tidak menawarkan langsung akses gratis hotspot ke Internet yang dipromosikan café ini.   Setelah saya bertanya, apa password hotspot -nya, barulah diberi tulisan password di kertas bill saya, yaitu "hazelle dazele". Cukup bingung, saya tanya ke petugasnya, apakah password itu pakai spasi atau tidak. Dia jawab, “Tidak”. Kemudian, saya mencoba men- setup akses dengan O2. Aneh juga, signal hotspot -nya hilang-hilang timbul.  Yang cukup kuat malah dari café Ola La yg berada di lantai 2. Setelah b

Menafsirkan Kerugian Negara

Teringat Kasus Indosat-IM3 dan munculnya diskusi kerugian perekonomian negara, saya jadi teringat lagi dengan tulisan lama saya beberapa dekade lalu yang sayang untuk dibuang di KONTAN EDISI 36/IV Tanggal 5 Juni 2000.   Menafsirkan Kerugian Negara Rudy M. Harahap Pengamat Akuntabilitas dan Transparansi Pemerintah                                       Saya pernah bertanya kepada mahasiswa di kelas, ketika menyajikan kuliah akuntansi perbankan. Menurut saya, pertanyaan ini mestinya cukup sulit dijawab: "Misalkan Anda menjadi manajer bank dan ada kredit nasabah yang macet. Tentu, Anda tidak ingin gara-gara kredit macet ini kinerja Anda dinilai jelek. Apa yang akan Anda lakukan?" Ternyata, beberapa mahasiswa merasa tak sulit menjawab pertanyaan itu. Dengan enteng, mereka menjawab: "Ya, diskedul ulang saja, Pak. Terus, naikkan plafon pokok utangnya. Selisih antara pokok utang yang lama dengan pokok utang yang baru dikompensasikan saja ke tunggakan cicilan pokok dan tung

MANAJEMEN KINERJA: MENGGUNAKAN SISTEM PENGENDALIAN SECARA STRATEGIS SEBAGAI ‘REM’ DAN ‘GAS’ DI ORGANISASI SEKTOR PUBLIK

Secara regulasi, Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 11 Tahun 2015  ternyata telah mengarahkan perubahan birokrasi kita dari yang dulunya kebanyakan berorientasi pada peraturan ( rules-oriented)  menjadi berorientasi kinerja ( performance-oriented). Dengan kata lain, regulasi kita telah mengarahkan agar kita berubah dari tadinya lebih menekankan pada pengendalian administratif ( administrative control ) menjadi lebih menekankan pada pengendalian hasil ( results control ). Namun, nyatanya, masih banyak yang ragu-ragu dan mempertanyakan apakah kita mesti lebih berorientasi pada peraturan atau lebih berorientasi pada kinerja  (Hartanto, 2018) . Keraguan terkait orientasi tersebut konsisten dengan keluhan beberapa kali Presiden Joko Widodo ketika melihat perilaku birokrasi kita. Ber kal -kali ia telah menyatakan bahwa organisasi sektor publik di Indonesia (baca: instansi pemerintah) kebanyakan menggunakan sumber dayanya ( resources ) hanya untuk ke