Langsung ke konten utama

Postingan

PERURI sebagai GovTech Indonesia

Salah satu perubahan besar di organisasi sektor publik Indonesia ke depan adalah dipindahkan atau ditransformasikannya pembangunan berbagai sistem elektronik instansi sektor publik ke PERURI. Perusahaan milik negara (BUMN) ini akan menjadi Govtech Indonesia. Ini tentu sangat menarik dan merupakan pilihan yang sangat strategis.  Saya melihat, Govtech Indonesia ini bisa menjadi hal yang positif asalkan diantisipasi dan dipersiapkan dengan baik tatakelolanya. Sebab, menjadikan PERURI sebagai Govtech Indonesia pada dasarnya mirip seperti mengembalikan pekerjaan pembangunan gedung ke Kementerian PUPR atau Dinas PUPR, yang memang sudah menjadi keahlian intinya.  Dulu, banyak instansi pemerintah yang membangun sendiri gedungnya. Sebagai contoh, Kementerian Pendidikan dan Kementerian Agama banyak membangun gedung universitas atau sekolah sendiri yang akhirnya mangkrak. Kemudian, gedung-gedung ini diteruskan pembangunannya oleh Kementerian PUPR dan berhasil.  Belakangan ini, pembangunan gedung-
Postingan terbaru

Tantangan Berbagai Pengukuran dan Penilaian Governance System dan SPBE Pemerintah Daerah

Dalam governance system , accountability biasanya menjadi beban kolektif dan tidak bisa menjadi beban satu jabatan atau satu orang. Karena itu, kita mengenal adanya governing board .  Sementara itu, responsibility biasanya dibebankan pada satu jabatan sesuai dengan tingkatan hirarki, yang biasanya menjadi tanggung jawab manajemen atau executive team , dari tingkatan junior , middle , sampai dengan senior .  Karena itu, penting sekali ketika mengukur ( measure ) atau menilai ( assess ) suatu governance system (seperti Opini Auditor atas Laporan Keuangan, SAKIP, RB, SPIP, ZI/WBK/WBBM, MCP, Sistem Integritas, dan SPBE), kita mengidentifikasi terlebih dahulu governing board yang biasanya collective itu. Lebih jelasnya, kita harus mengidentifikasi siapa yang harus accountable , yang berbeda dengan siapa yang responsible . Lebih tegasnya lagi, jika kita menggunakan framework three lines of model (LOM) dari the Institute of Internal Auditor (IIA), governing body harus diidentifikasi se

MANAJEMEN KINERJA: MENGGUNAKAN SISTEM PENGENDALIAN SECARA STRATEGIS SEBAGAI ‘REM’ DAN ‘GAS’ DI ORGANISASI SEKTOR PUBLIK

Secara regulasi, Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 11 Tahun 2015  ternyata telah mengarahkan perubahan birokrasi kita dari yang dulunya kebanyakan berorientasi pada peraturan ( rules-oriented)  menjadi berorientasi kinerja ( performance-oriented). Dengan kata lain, regulasi kita telah mengarahkan agar kita berubah dari tadinya lebih menekankan pada pengendalian administratif ( administrative control ) menjadi lebih menekankan pada pengendalian hasil ( results control ). Namun, nyatanya, masih banyak yang ragu-ragu dan mempertanyakan apakah kita mesti lebih berorientasi pada peraturan atau lebih berorientasi pada kinerja  (Hartanto, 2018) . Keraguan terkait orientasi tersebut konsisten dengan keluhan beberapa kali Presiden Joko Widodo ketika melihat perilaku birokrasi kita. Ber kal -kali ia telah menyatakan bahwa organisasi sektor publik di Indonesia (baca: instansi pemerintah) kebanyakan menggunakan sumber dayanya ( resources ) hanya untuk ke

MENULIS LAPORAN HASIL AUDIT SISTEM INFORMASI: SEBUAH PANDUAN SEDERHANA

Ketika di lapangan, secara sadar atau tidak sadar, kita sebenarnya sering melakukan 'audit' sistem informasi. Sebab, kegiatan audit sistem informasi sangat penting dalam dunia digital saat ini, yang dapat dilakukan secara formal berbasis kewenangan, maupun secara informal. Apalagi, belakangan ini beberapa organisasi sektor publik sudah mengusung jargon 'transformasi digital'. Di sisi lain, biasanya agar dapat lulus dari program kesarjanaan, para mahasiswa jurusan sistem/teknologi informasi atau akuntansi dapat melakukan riset dengan topik audit sistem informasi. Namun, dalam perjalanannya, di Indonesia kualitas penyusunan laporan hasil riset dengan topik audit sistem informasi ini masih rendah. Selain itu, di lapangan masih terdapat pemahaman yang beragam terkait bentuk laporan hasil audit sistem informasi, baik dari sisi penyusun laporan, para mentor atau supervisor, para penguji, dan juga para pembaca laporan.   Karena itulah, panduan sederhana berikut ini diharapkan