Langsung ke konten utama

Mengurus SKCK Ternyata Mudah

Sebagai persyaratan aplikasi visa pelajar, hari Rabu lalu saya mengurus Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) di Polda Metro Jaya. Sebelumnya, saya meminta supir saya mengambil berkas di Polres Jakarta Selatan karena dari yang saya baca di Internet mereka yang tinggal di Pondok Aren mengurus SKCK di Polres Jakarta Selatan. Maklumlah, Pondok Aren, yang berada di bawah Tangerang Selatan, belum memiliki Polres tersendiri.

Rupanya, ketika sampai di Polres Jakarta Selatan diinfokan bahwa untuk daerah Pondok Aren harus mengurus SKCK di Polres Tiga Raksa. Hmm ini akan memakan waktu yang lama karena lokasinya cukup jauh. Syukurnya, saya ingat informasi dari istri, bahwa Polsek Pondok Aren menyarankan agar mengurus SKCK di Polda Metro Jaya saja. Akhirnya, saya minta supir saya untuk meminta formulir pengajuan SKCK di Polda Metro Jaya pada hari Jumat lalu.

Selanjutnya, saya mengisi formulir tersebut. Di formulir, memang tidak ada persyaratan yang dicantumkan. Berbekal dari internet, saya baca persyaratannya adalah:

- Akte lahir/surat kenal lahir

- Pengantar dari kelurahan

- Foto 4 x 6 sebanyak 5 lembar

- KTP

- KK

Tadinya saya pikir perlu juga pengesahan dari kecamatan. Akhirnya, sebelum ke Polda Metro Jaya, saya meminta pengesahan terlebih dahulu ke kecamatan.

Ketika sampai di Polda Metro Jaya, berkas kemudian saya sampaikan (lokasinya di samping Mesjid Polda Metro Jaya). Setelah itu, saya diminta untuk ke ruang identifikasi sidik jari yang berada di ruang sebelahnya. Pelayanan tidak rumit. Saya tanyakan setelah identifikasi di mana saya harus membayar. Petugas menginfokan sekalian saja di ruang sebelah tempat saya mendaftar.

Setelah memperoleh identifikasi sidik jari, lembar itu saya berikan ke petugas loket. Selanjutnya, petugas loket menyiapkan lembar SKCK. Semua proses berjalan lancar sampai saya dipanggil. Saya tanyakan berapa saya harus bayar, Rp 10 ribu per lembar (kebetulan berdua dengan istri).

Ketika kembali ke mobil, supir saya terkejut. Katanya, dulu saja dia mengurus SKCK di Polres Rp 25 ribu.

Ternyata, reformasi layanan publik mulai menunjukkan hasilnya. Setelah layanan imigrasi, layanan kepolisian pun sudah semakin berbenah diri. Tentu ini akan terus menumbuhkan optimisme bahwa kita masyarakat Indonesia juga bisa semakin baik.

Ayoo semua petugas layanan publik, tingkatkan layanan untuk Indonesia yang lebih baik!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENGALAMAN MELELAHKAN DI HOTSPOT J.CO

Hari Minggu 13 April 2008 lalu saya mampir di J.CO Donuts & Coffe di Bintaro Plaza. Sambil mencicipi kopi latte seharga Rp26 ribu, yang tentunya cukup mahal bagi kantong orang sekelas saya, saya mencoba mengakses Internet dari Hotspot café ini.  Setelah membayar di kasir dan menunggu antrian dari seorang pria peracik kopi yang tidak terlalu ramah, saya kemudian dipanggil untuk mengambil kopi saya yang masuk dalam antrian. Kalau tidak bertanya, ternyata petugas kopi café ini tidak menawarkan langsung akses gratis hotspot ke Internet yang dipromosikan café ini.   Setelah saya bertanya, apa password hotspot -nya, barulah diberi tulisan password di kertas bill saya, yaitu "hazelle dazele". Cukup bingung, saya tanya ke petugasnya, apakah password itu pakai spasi atau tidak. Dia jawab, “Tidak”. Kemudian, saya mencoba men- setup akses dengan O2. Aneh juga, signal hotspot -nya hilang-hilang timbul.  Yang cukup kuat malah dari café Ola La yg berada di lantai 2. Setelah b

Menafsirkan Kerugian Negara

Teringat Kasus Indosat-IM3 dan munculnya diskusi kerugian perekonomian negara, saya jadi teringat lagi dengan tulisan lama saya beberapa dekade lalu yang sayang untuk dibuang di KONTAN EDISI 36/IV Tanggal 5 Juni 2000.   Menafsirkan Kerugian Negara Rudy M. Harahap Pengamat Akuntabilitas dan Transparansi Pemerintah                                       Saya pernah bertanya kepada mahasiswa di kelas, ketika menyajikan kuliah akuntansi perbankan. Menurut saya, pertanyaan ini mestinya cukup sulit dijawab: "Misalkan Anda menjadi manajer bank dan ada kredit nasabah yang macet. Tentu, Anda tidak ingin gara-gara kredit macet ini kinerja Anda dinilai jelek. Apa yang akan Anda lakukan?" Ternyata, beberapa mahasiswa merasa tak sulit menjawab pertanyaan itu. Dengan enteng, mereka menjawab: "Ya, diskedul ulang saja, Pak. Terus, naikkan plafon pokok utangnya. Selisih antara pokok utang yang lama dengan pokok utang yang baru dikompensasikan saja ke tunggakan cicilan pokok dan tung

MANAJEMEN KINERJA: MENGGUNAKAN SISTEM PENGENDALIAN SECARA STRATEGIS SEBAGAI ‘REM’ DAN ‘GAS’ DI ORGANISASI SEKTOR PUBLIK

Secara regulasi, Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 11 Tahun 2015  ternyata telah mengarahkan perubahan birokrasi kita dari yang dulunya kebanyakan berorientasi pada peraturan ( rules-oriented)  menjadi berorientasi kinerja ( performance-oriented). Dengan kata lain, regulasi kita telah mengarahkan agar kita berubah dari tadinya lebih menekankan pada pengendalian administratif ( administrative control ) menjadi lebih menekankan pada pengendalian hasil ( results control ). Namun, nyatanya, masih banyak yang ragu-ragu dan mempertanyakan apakah kita mesti lebih berorientasi pada peraturan atau lebih berorientasi pada kinerja  (Hartanto, 2018) . Keraguan terkait orientasi tersebut konsisten dengan keluhan beberapa kali Presiden Joko Widodo ketika melihat perilaku birokrasi kita. Ber kal -kali ia telah menyatakan bahwa organisasi sektor publik di Indonesia (baca: instansi pemerintah) kebanyakan menggunakan sumber dayanya ( resources ) hanya untuk ke