Langsung ke konten utama

Deklarasi Anti Korupsi di Lembaga Swasta

Minggu lalu saya sempat mengikuti pemeriksaan medik lengkap. Kebetulan, rumah sakitnya adalah yang telah diakreditasi oleh lembaga yang meminta saya melakukan pemeriksaan medik tersebut. Dengan pertimbangan tarif yang terjangkau, tidak terlalu macet, dan tidak terlalu jauh dari kantor, saya akhirnya memilih RS Puri Medika. Sampai di sana, ternyata saya baru tahu bahwa rumah sakit ini sering melakukan pemeriksaan medik bagi para pelaut yang berlayar di jalur internasional.

Anda bisa bayangkan, bahwa untuk pemeriksaan medik ini banyak proses yang dilalui dengan melibatkan berbagai macam spesialis. Tentu saja, di balik semua itu akan mungkin muncul peluang kolusi antara berbagai pihak. Karena itu, manajemen rumah sakit sampai memasang plang berikut.

IMG-20131217-00108Foto: Pernyataan Anti Korupsi/Kolusi di RS Puri Medika

Memang, korupsi dan kolusi itu tidak hanya bisa terjadi di lembaga pemerintahan. Lembaga swasta yang banyak melayani publik juga tentu memiliki risiko tersebut. Kemampuan manajemen untuk meminimumkan risiko tersebut sangat penting. Deklarasi dengan mencantumkan “Zone of Anti–Corruption/Collusions” di rumah sakit itu layak diacungi jempol.

Saya membayangkan, jika semua lembaga swasta juga memasang plang itu di kantornya, maka itu akan terus mengingatkan pegawai swasta agar mau terus menjaga integritasnya. Dengan demikian, upaya mereka untuk mendapatkan proyek dari pemerintah secara instan sudah dapat dihindari. Setiap keinginan mencapai keberhasilan tentu harus didukung kerja keras, dan tidak hanya kerja cerdas dengan memberi suap kepada pengelola proyek.

Ah, jika saja ini berjalan terus di semua level, maka saya yakin Indonesia akan menuju kemajuan dahsyat. Indonesia juga tidak lagi diisi oleh berita-berita buruk, seperti ditangkapnya gubernur, hakim, menteri, dan mudah-mudahan jangan lagi seorang pejabat wakil presiden yang sedang menunggu proses itu. Sudah selayaknya kita mencatat hal-hal positif yang berkembang di Indonesia untuk diberitakan di negara lain. ***

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENGALAMAN MELELAHKAN DI HOTSPOT J.CO

Hari Minggu 13 April 2008 lalu saya mampir di J.CO Donuts & Coffe di Bintaro Plaza. Sambil mencicipi kopi latte seharga Rp26 ribu, yang tentunya cukup mahal bagi kantong orang sekelas saya, saya mencoba mengakses Internet dari Hotspot café ini.  Setelah membayar di kasir dan menunggu antrian dari seorang pria peracik kopi yang tidak terlalu ramah, saya kemudian dipanggil untuk mengambil kopi saya yang masuk dalam antrian. Kalau tidak bertanya, ternyata petugas kopi café ini tidak menawarkan langsung akses gratis hotspot ke Internet yang dipromosikan café ini.   Setelah saya bertanya, apa password hotspot -nya, barulah diberi tulisan password di kertas bill saya, yaitu "hazelle dazele". Cukup bingung, saya tanya ke petugasnya, apakah password itu pakai spasi atau tidak. Dia jawab, “Tidak”. Kemudian, saya mencoba men- setup akses dengan O2. Aneh juga, signal hotspot -nya hilang-hilang timbul.  Yang cukup kuat malah dari café Ola La yg berada di lantai 2. Setelah b

Menafsirkan Kerugian Negara

Teringat Kasus Indosat-IM3 dan munculnya diskusi kerugian perekonomian negara, saya jadi teringat lagi dengan tulisan lama saya beberapa dekade lalu yang sayang untuk dibuang di KONTAN EDISI 36/IV Tanggal 5 Juni 2000.   Menafsirkan Kerugian Negara Rudy M. Harahap Pengamat Akuntabilitas dan Transparansi Pemerintah                                       Saya pernah bertanya kepada mahasiswa di kelas, ketika menyajikan kuliah akuntansi perbankan. Menurut saya, pertanyaan ini mestinya cukup sulit dijawab: "Misalkan Anda menjadi manajer bank dan ada kredit nasabah yang macet. Tentu, Anda tidak ingin gara-gara kredit macet ini kinerja Anda dinilai jelek. Apa yang akan Anda lakukan?" Ternyata, beberapa mahasiswa merasa tak sulit menjawab pertanyaan itu. Dengan enteng, mereka menjawab: "Ya, diskedul ulang saja, Pak. Terus, naikkan plafon pokok utangnya. Selisih antara pokok utang yang lama dengan pokok utang yang baru dikompensasikan saja ke tunggakan cicilan pokok dan tung

MANAJEMEN KINERJA: MENGGUNAKAN SISTEM PENGENDALIAN SECARA STRATEGIS SEBAGAI ‘REM’ DAN ‘GAS’ DI ORGANISASI SEKTOR PUBLIK

Secara regulasi, Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 11 Tahun 2015  ternyata telah mengarahkan perubahan birokrasi kita dari yang dulunya kebanyakan berorientasi pada peraturan ( rules-oriented)  menjadi berorientasi kinerja ( performance-oriented). Dengan kata lain, regulasi kita telah mengarahkan agar kita berubah dari tadinya lebih menekankan pada pengendalian administratif ( administrative control ) menjadi lebih menekankan pada pengendalian hasil ( results control ). Namun, nyatanya, masih banyak yang ragu-ragu dan mempertanyakan apakah kita mesti lebih berorientasi pada peraturan atau lebih berorientasi pada kinerja  (Hartanto, 2018) . Keraguan terkait orientasi tersebut konsisten dengan keluhan beberapa kali Presiden Joko Widodo ketika melihat perilaku birokrasi kita. Ber kal -kali ia telah menyatakan bahwa organisasi sektor publik di Indonesia (baca: instansi pemerintah) kebanyakan menggunakan sumber dayanya ( resources ) hanya untuk ke