Langsung ke konten utama

Basuki ''Ahok'' Heran dengan Audit Keuangan DKI  

TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Gubernur Basuki ''Ahok'' Tjahaja Purnama heran dengan status audit Badan Pemeriksa Keuangan terhadap keuangan pemerintah daerah. Padahal BPK memberikan status Wajar Tanpa Pengecualian untuk pengelolaan keuangan di DKI Jakarta. "Saya bingung mengapa Wajar Tanpa Pengecualian, ada apa dengan BPK?" ujar dia, Kamis, 22 November 2012.

BPK merilis pernyataan yang menunjukkan ada potensi kebocoran anggaran sebesar Rp 400 miliar di Jakarta. BPK menyatakan potensi kebocoran terjadi pada rentang waktu 2005-2011 lalu. Adapun pos paling rawan tingkat kebocorannya adalah pengadaan fasilitas sosial dan fasilitas umum serta pajak perparkiran.

Basuki mengaku tidak heran dengan potensi kebocoran di sektor pajak parkir. Karena itu, dia mempertimbangkan untuk menyerahkan pengelolaan parkir di Jakarta kepada pihak swasta. "Soalnya tahun lalu biaya untuk UPT parkir Jakarta Rp 22 miliar tapi pemasukan pajak cuma Rp 20 miliar, kan tekor," ujarnya.

Adapun soal fasilitas sosial dan fasilitas umum, Basuki mengaku belum tahu-menahu potensi kebocorannya. Karena itu, dia meminta BPK mengaudit kembali keuangan pemerintah. "Jadi biar bisa kami tindak juga, justru kami senang," katanya.

Besarnya potensi kebocoran itu, kata Basuki, membuatnya menilai status laporan keuangan Jakarta tidak seharusnya WTP. "Jadi paling tinggi harusnya WDP (Wajar Dengan Pengecualian)," kata dia. Basuki heran BPK memberikan status WTP, padahal ada potensi kebocoran anggaran setidaknya Rp 400 miliar.

Basuki berharap BPK mau mengeluarkan data hasil auditnya terhadap kinerja keuangan pemerintah Jakarta. "Keluarkan data itu biar bisa kami kejar," katanya. Dia mengaku sudah bertindak keras terhadap kalangan internal pemprov agar tidak ada potensi kebocoran.

http://www.tempo.co/read/news/2012/11/22/231443502/Basuki-Ahok-Heran-dengan-Audit-Keuangan-DKI

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENGALAMAN MELELAHKAN DI HOTSPOT J.CO

Hari Minggu 13 April 2008 lalu saya mampir di J.CO Donuts & Coffe di Bintaro Plaza. Sambil mencicipi kopi latte seharga Rp26 ribu, yang tentunya cukup mahal bagi kantong orang sekelas saya, saya mencoba mengakses Internet dari Hotspot café ini.  Setelah membayar di kasir dan menunggu antrian dari seorang pria peracik kopi yang tidak terlalu ramah, saya kemudian dipanggil untuk mengambil kopi saya yang masuk dalam antrian. Kalau tidak bertanya, ternyata petugas kopi café ini tidak menawarkan langsung akses gratis hotspot ke Internet yang dipromosikan café ini.   Setelah saya bertanya, apa password hotspot -nya, barulah diberi tulisan password di kertas bill saya, yaitu "hazelle dazele". Cukup bingung, saya tanya ke petugasnya, apakah password itu pakai spasi atau tidak. Dia jawab, “Tidak”. Kemudian, saya mencoba men- setup akses dengan O2. Aneh juga, signal hotspot -nya hilang-hilang timbul.  Yang cukup kuat malah dari café Ola La yg berada di lantai 2. Setelah b

Menafsirkan Kerugian Negara

Teringat Kasus Indosat-IM3 dan munculnya diskusi kerugian perekonomian negara, saya jadi teringat lagi dengan tulisan lama saya beberapa dekade lalu yang sayang untuk dibuang di KONTAN EDISI 36/IV Tanggal 5 Juni 2000.   Menafsirkan Kerugian Negara Rudy M. Harahap Pengamat Akuntabilitas dan Transparansi Pemerintah                                       Saya pernah bertanya kepada mahasiswa di kelas, ketika menyajikan kuliah akuntansi perbankan. Menurut saya, pertanyaan ini mestinya cukup sulit dijawab: "Misalkan Anda menjadi manajer bank dan ada kredit nasabah yang macet. Tentu, Anda tidak ingin gara-gara kredit macet ini kinerja Anda dinilai jelek. Apa yang akan Anda lakukan?" Ternyata, beberapa mahasiswa merasa tak sulit menjawab pertanyaan itu. Dengan enteng, mereka menjawab: "Ya, diskedul ulang saja, Pak. Terus, naikkan plafon pokok utangnya. Selisih antara pokok utang yang lama dengan pokok utang yang baru dikompensasikan saja ke tunggakan cicilan pokok dan tung

MANAJEMEN KINERJA: MENGGUNAKAN SISTEM PENGENDALIAN SECARA STRATEGIS SEBAGAI ‘REM’ DAN ‘GAS’ DI ORGANISASI SEKTOR PUBLIK

Secara regulasi, Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 11 Tahun 2015  ternyata telah mengarahkan perubahan birokrasi kita dari yang dulunya kebanyakan berorientasi pada peraturan ( rules-oriented)  menjadi berorientasi kinerja ( performance-oriented). Dengan kata lain, regulasi kita telah mengarahkan agar kita berubah dari tadinya lebih menekankan pada pengendalian administratif ( administrative control ) menjadi lebih menekankan pada pengendalian hasil ( results control ). Namun, nyatanya, masih banyak yang ragu-ragu dan mempertanyakan apakah kita mesti lebih berorientasi pada peraturan atau lebih berorientasi pada kinerja  (Hartanto, 2018) . Keraguan terkait orientasi tersebut konsisten dengan keluhan beberapa kali Presiden Joko Widodo ketika melihat perilaku birokrasi kita. Ber kal -kali ia telah menyatakan bahwa organisasi sektor publik di Indonesia (baca: instansi pemerintah) kebanyakan menggunakan sumber dayanya ( resources ) hanya untuk ke