Langsung ke konten utama

Membenahi Alat Top-Up e-Toll Card

IMG-20120705-00053
Foto: Alat Top-Up e-Toll Card 

Apakah Anda pernah menggunakan e-Toll Card? Tentu sangat disayangkan bagi Anda yang sering menggunakan jalur tol, tetapi tidak menggunakan kartu tersebut. Padahal, banyak manfaat yang Anda bisa peroleh. Dengan kartu itu, Anda bisa sedikit terhindar dari antrian. Dalam beberapa bulan lalu, bahkan bagi penggunanya diberikan diskon khusus. Walaupun jumlahnya tidak terlalu besar, Anda akan mendapat diskon ketika menggunakan kartu ini.

Ketika beberapa waktu lalu diskon itu diterapkan, saya lihat sudah banyak pengendara yang menggunakannya. Sayangnya, ketika tidak ada diskon, sudah semakin sedikit pengendara yang menggunakannya. Ini menimbulkan pertanyaan tersendiri. Apakah karena diskon tadi atau karena faktor lain?

Setelah saya amati, tampaknya yang paling utama bukan karena faktor diskon tersebut, tetapi karena sulitnya mengisi kartu tersebut. Ternyata tidak banyak ATM Bank Mandiri yang dapat digunakan untuk mengisi kembali kartu tersebut. Hanya perangkat ATM di lokasi tertentu saja yang dapat mendukungnya.

Memang, untuk mengatasi itu, kita bisa mengisi ulang kartu tersebut di perangkat top-up yang ada di stasiun pengisian BBM. Ternyata, itu pun tidak bagus layanannya. Saya pernah beberapa kali mencoba mengisi ulang kartu tersebut di stasiun tersebut, tetapi prosesnya lama. Karena tidak sabar, akhirnya malah dikeluhkan oleh pengendara lain yang berada di belakang antrian. Belakangan ini, ketika saya mencoba mengisi ulang kartu tersebut, umumnya petugas di stasiun menyatakan adanya gangguan pada perangkat tersebut.

Selain di stasiun pengisian BBM, Bank Mandiri sebenarnya juga menyediakan perangkat top-up di pusat perbelanjaan. Sialnya, perangkat yang bersifat swalayan ini malah tidak bisa berjalan sama sekali. Saya sudah beberapa kali mencoba di Giant Bintaro. Selalu gagal. Anehnya, tidak ada satu pun petugas yang ditempatkan oleh Bank Mandiri di sana.

Saya menduga bahwa ada yang salah dalam sistem top-up tersebut. Tampaknya, sistem belum dirancang dengan matang. Saya lihat perangkat ini selalu gagal terhubung ke server Bank Mandiri. Memang, saya lihat mereka sudah menggunakan jalur cadangan. Jika terjadi kegagalan pada satu jalur koneksi ke server, perangkat akan mencoba jalur satunya lagi. Akan tetapi, koneksi jalur kedua ini pun sering gagal. Kalaupun berhasil, prosesnya sangat lama. Itu tentu akan menjengkelkan penggunanya.

Saya melihat investasi semacam ini juga kurang dikaji dengan matang oleh pihak bank. Jika akhirnya implementasi sistem ini gagal, biayanya akan dibebankan ke nasabah. Artinya, nasabah diberikan berbagai layanan yang sistemnya belum teruji. Jika gagal, bank tidak mau mengakuinya secara jujur.

Anehnya, kegagalan produk seperti ini belum menjadi perhatian serius bagi pengamat layanan konsumen. Yang dikeluhkan masih yang kasat mata, seperti produk yang kadaluarsa. Hal-hal yang dapat merugikan konsumen, seperti produk teknologi informasi yang gagal di bank, kurang menjadi perhatian.

Pengamat mestinya sudah mulai mendalami hal ini. Dengan demikian, para provider seperti bank akan lebih berhati-hati dalam meluncurkan produknya. Jika sudah produk gagal, mestinya tidak dibebankan ke konsumen, tetapi justru harus diganti rugi oleh perusahaan penyedia layanan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENGALAMAN MELELAHKAN DI HOTSPOT J.CO

Hari Minggu 13 April 2008 lalu saya mampir di J.CO Donuts & Coffe di Bintaro Plaza. Sambil mencicipi kopi latte seharga Rp26 ribu, yang tentunya cukup mahal bagi kantong orang sekelas saya, saya mencoba mengakses Internet dari Hotspot café ini.  Setelah membayar di kasir dan menunggu antrian dari seorang pria peracik kopi yang tidak terlalu ramah, saya kemudian dipanggil untuk mengambil kopi saya yang masuk dalam antrian. Kalau tidak bertanya, ternyata petugas kopi café ini tidak menawarkan langsung akses gratis hotspot ke Internet yang dipromosikan café ini.   Setelah saya bertanya, apa password hotspot -nya, barulah diberi tulisan password di kertas bill saya, yaitu "hazelle dazele". Cukup bingung, saya tanya ke petugasnya, apakah password itu pakai spasi atau tidak. Dia jawab, “Tidak”. Kemudian, saya mencoba men- setup akses dengan O2. Aneh juga, signal hotspot -nya hilang-hilang timbul.  Yang cukup kuat malah dari café Ola La yg berada di lantai 2. Setelah b

Menafsirkan Kerugian Negara

Teringat Kasus Indosat-IM3 dan munculnya diskusi kerugian perekonomian negara, saya jadi teringat lagi dengan tulisan lama saya beberapa dekade lalu yang sayang untuk dibuang di KONTAN EDISI 36/IV Tanggal 5 Juni 2000.   Menafsirkan Kerugian Negara Rudy M. Harahap Pengamat Akuntabilitas dan Transparansi Pemerintah                                       Saya pernah bertanya kepada mahasiswa di kelas, ketika menyajikan kuliah akuntansi perbankan. Menurut saya, pertanyaan ini mestinya cukup sulit dijawab: "Misalkan Anda menjadi manajer bank dan ada kredit nasabah yang macet. Tentu, Anda tidak ingin gara-gara kredit macet ini kinerja Anda dinilai jelek. Apa yang akan Anda lakukan?" Ternyata, beberapa mahasiswa merasa tak sulit menjawab pertanyaan itu. Dengan enteng, mereka menjawab: "Ya, diskedul ulang saja, Pak. Terus, naikkan plafon pokok utangnya. Selisih antara pokok utang yang lama dengan pokok utang yang baru dikompensasikan saja ke tunggakan cicilan pokok dan tung

MANAJEMEN KINERJA: MENGGUNAKAN SISTEM PENGENDALIAN SECARA STRATEGIS SEBAGAI ‘REM’ DAN ‘GAS’ DI ORGANISASI SEKTOR PUBLIK

Secara regulasi, Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 11 Tahun 2015  ternyata telah mengarahkan perubahan birokrasi kita dari yang dulunya kebanyakan berorientasi pada peraturan ( rules-oriented)  menjadi berorientasi kinerja ( performance-oriented). Dengan kata lain, regulasi kita telah mengarahkan agar kita berubah dari tadinya lebih menekankan pada pengendalian administratif ( administrative control ) menjadi lebih menekankan pada pengendalian hasil ( results control ). Namun, nyatanya, masih banyak yang ragu-ragu dan mempertanyakan apakah kita mesti lebih berorientasi pada peraturan atau lebih berorientasi pada kinerja  (Hartanto, 2018) . Keraguan terkait orientasi tersebut konsisten dengan keluhan beberapa kali Presiden Joko Widodo ketika melihat perilaku birokrasi kita. Ber kal -kali ia telah menyatakan bahwa organisasi sektor publik di Indonesia (baca: instansi pemerintah) kebanyakan menggunakan sumber dayanya ( resources ) hanya untuk ke