Langsung ke konten utama

[VIVA.co.id] Vivalog Sangat Berperan dalam Mendorong Citizen Journalism

citizen_journalism

Menulis bagi saya sebenarnya adalah pekerjaan yang menyenangkan. Ketika sebagai aktivis di kampus, saya terbiasa menulis untuk jurnalisme kampus. Karena itu, kalau diminta menulis untuk kepentingan kompetisi, jarang saya lakukan. Namun, kali ini saya tertarik ikut kompetisi Vivalog. Saya tertarik karena diminta untuk mengulas perubahan Vivalog.

Sudah lama memang saya memposting tulisan saya di Vivalog. Sebab, selain untuk mendukung pimrednya yang kebetulan saya kenal ketika pertama kali membangun Vivanews, saya menyukai apa yang diupayakan oleh Vivalog. Dengan model ini, Vivalog telah membangun dunia nyata citizen journalism. Di negara maju, citizen journalism bukanlah hal baru. Namun, di Indonesia baru tumbuh. Dengan fasilitasi Vivalog, saya yakin pertumbuhan citizen journalism di Indonesia ini semakin maju.

Pertumbuhan pesat ini dimungkinkan oleh Vivalog. Sebab, Vivalog tidak mensyaratkan platform tertentu agar bisa ditampilkan dalam Vivalog. Berbagai platform diterima, sepanjang berbasis web. Hal ini berbeda sekali dengan media lain yang sudah membangun model citizens journalism di Indonesia. Mereka mensyaratkan blog yang ditampilkan harus menggunakan platform mereka, seperti Detik dan Jakarta Post.

Memang, dengan model ini, ada keterbatasannya. Berbagai ragam tampilan blog dari para blogger akan muncul. Akan tetapi, ini akan menjadi keberagaman tersendiri. Dari keberagaman itu, Vivalog telah berperan menstrukturkan penyajian informasi masing-masing blog, yaitu dengan memuat sedikit ringkasan, mengeditnya, dan memberikan judul yang menarik. Bahkan, dengan cerdas Vivalog menampilkan gambar-gambar yang justru lebih membuat pembaca tertarik dengan isi blog.

Selama saya menggunakan Vivalog, setiap postingan saya akhirnya banyak dibaca. Saya melihat hits yang tinggi ketika saya meng-sharing blog saya ke Vivalog. Tujuan di mana saya ingin saling berbagi pandangan dan pengalaman bisa semakin tercapai. Bahkan, sering juga saya mendapat tanggapan yang pedas atau yang mendukung di blog saya ketika saya sudah men-sharing suatu topik di blog saya ke Vivalog.

Dengan tampilan yang dibuat sekarang, saya melihat bahwa Vivalog sudah semakin menunjukkan identitasnya. Warna yang ditampilkan sekarang ini, saya yakin adalah proses yang panjang. Memilih warna tentu membutuhkan pengetahuan tersendiri. Pasti akan terjadi perdebatan tentang warna tersebut dari para blogger. Akan tetapi, bagi saya, itu tidak masalah sepanjang diterapkan secara konsisten. Ini akan menjadi corporate image dari Vivanews. Nanti pun akan diperoleh format yang paling tepat.

Hanya saja, memang kekurangannya, pada saat login ada usaha tersendiri. Saya yang terbiasa login lewat account facebook tidak bisa langsung login. Dulu ada pilihan langsung di menu login jika kita akan login dengan account facebook. Sekarang, kita harus gagal login dahulu baru muncul pilihan tersebut.

Kekurangan berikutnya, Vivalog belum memfasilitasi blog dalam bahasa Inggris. Padahal, rasanya ini perlu dipikirkan ke depan agar para blogger Indonesia semakin dikenal di kancah internasional.

Sukses terus Vivalog!

image

image

Komentar

tommytoxcum mengatakan…
pak Rudy maaf syarat untuk ikut lomba "VIVA.co.id Sebar 100 hadiah" belum lengkap.

Semua peserta lomba wajib memasang banner Lomba VIVAcoid di Blog peserta sebagai syarat mutlak peserta lomba.

Info: http://www.viva.co.id/static/sebar_hadiah/blog

Thanks.
Rudy M Harahap mengatakan…
Ada di bawah, Pak Tommy
Unknown mengatakan…
bagus reviewnya pak.. sangat terfokus.. (ini bedanya pemula sama yang expert)..
btw.. saya juga lebih suka vlog daripada blogdetik ataupun kompasiana.. karena lebih personal..
Rudy M Harahap mengatakan…
Terima kasih atas kesediaan memberikan respon di blog ini. Expert tentu berawal dari pemula juga, kan? Kalau tidak pernah jadi pemula, tentu tidak pernah jadi expert. He he...

Postingan populer dari blog ini

PENGALAMAN MELELAHKAN DI HOTSPOT J.CO

Hari Minggu 13 April 2008 lalu saya mampir di J.CO Donuts & Coffe di Bintaro Plaza. Sambil mencicipi kopi latte seharga Rp26 ribu, yang tentunya cukup mahal bagi kantong orang sekelas saya, saya mencoba mengakses Internet dari Hotspot café ini.  Setelah membayar di kasir dan menunggu antrian dari seorang pria peracik kopi yang tidak terlalu ramah, saya kemudian dipanggil untuk mengambil kopi saya yang masuk dalam antrian. Kalau tidak bertanya, ternyata petugas kopi café ini tidak menawarkan langsung akses gratis hotspot ke Internet yang dipromosikan café ini.   Setelah saya bertanya, apa password hotspot -nya, barulah diberi tulisan password di kertas bill saya, yaitu "hazelle dazele". Cukup bingung, saya tanya ke petugasnya, apakah password itu pakai spasi atau tidak. Dia jawab, “Tidak”. Kemudian, saya mencoba men- setup akses dengan O2. Aneh juga, signal hotspot -nya hilang-hilang timbul.  Yang cukup kuat malah dari café Ola La yg berada di lantai 2. Setelah b

Menafsirkan Kerugian Negara

Teringat Kasus Indosat-IM3 dan munculnya diskusi kerugian perekonomian negara, saya jadi teringat lagi dengan tulisan lama saya beberapa dekade lalu yang sayang untuk dibuang di KONTAN EDISI 36/IV Tanggal 5 Juni 2000.   Menafsirkan Kerugian Negara Rudy M. Harahap Pengamat Akuntabilitas dan Transparansi Pemerintah                                       Saya pernah bertanya kepada mahasiswa di kelas, ketika menyajikan kuliah akuntansi perbankan. Menurut saya, pertanyaan ini mestinya cukup sulit dijawab: "Misalkan Anda menjadi manajer bank dan ada kredit nasabah yang macet. Tentu, Anda tidak ingin gara-gara kredit macet ini kinerja Anda dinilai jelek. Apa yang akan Anda lakukan?" Ternyata, beberapa mahasiswa merasa tak sulit menjawab pertanyaan itu. Dengan enteng, mereka menjawab: "Ya, diskedul ulang saja, Pak. Terus, naikkan plafon pokok utangnya. Selisih antara pokok utang yang lama dengan pokok utang yang baru dikompensasikan saja ke tunggakan cicilan pokok dan tung

MANAJEMEN KINERJA: MENGGUNAKAN SISTEM PENGENDALIAN SECARA STRATEGIS SEBAGAI ‘REM’ DAN ‘GAS’ DI ORGANISASI SEKTOR PUBLIK

Secara regulasi, Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 11 Tahun 2015  ternyata telah mengarahkan perubahan birokrasi kita dari yang dulunya kebanyakan berorientasi pada peraturan ( rules-oriented)  menjadi berorientasi kinerja ( performance-oriented). Dengan kata lain, regulasi kita telah mengarahkan agar kita berubah dari tadinya lebih menekankan pada pengendalian administratif ( administrative control ) menjadi lebih menekankan pada pengendalian hasil ( results control ). Namun, nyatanya, masih banyak yang ragu-ragu dan mempertanyakan apakah kita mesti lebih berorientasi pada peraturan atau lebih berorientasi pada kinerja  (Hartanto, 2018) . Keraguan terkait orientasi tersebut konsisten dengan keluhan beberapa kali Presiden Joko Widodo ketika melihat perilaku birokrasi kita. Ber kal -kali ia telah menyatakan bahwa organisasi sektor publik di Indonesia (baca: instansi pemerintah) kebanyakan menggunakan sumber dayanya ( resources ) hanya untuk ke