Langsung ke konten utama

Bagaimana Membuktikan Misteri PIN BlackBerry 21ccf231 Milik Angelina Sondakh?

Sekarang saya mencoba menulis dengan topik hangat yang sama dengan judul di atas. Ini saya maksudkan agar kita lebih fokus dalam pembahasan. Sebab, persoalan korupsi yang melibatkan petinggi partai penguasa negeri ini telah merembet ke hukum teknologi informasi.


Mari kita mulai. Dalam persidangan, saksi Angeline Sondakh yang juga masih anggota DPR itu bersikukuh bahwa PIN yang digunakan untuk berkomunikasi dengan pihak pemberi uang bukanlah miliknya. Pihak Naruddin berjuang habis-habisan untuk membuktikan bahwa PIN itu adalah benar milik Angelina. Apakah persoalan PIN ini penting diperdebatkan, tentu sudah jelas. Sebab, itu bisa merupakan bukti utama adanya permintaan uang secara tidak sah dari bawahan Nazaruddin. Persidangan ini juga semakin membuka mata kita penyebab lambatnya Anagelina ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.


Yang menarik adalah bukti fisik adanya BlackBerry itu pun tidak dapat ditelusuri keberadaannya. Padahal, ini merupakan bukti penting. Seperti halnya senjata untuk membunuh, keberadaan perangkat ini akan menjadi alat bukti bagi penyidik untuk membuktikan siapa yang melakukan tindakan pelanggaran hukum. Pada senjata api, biasanya kita bisa mengidentifikasi siapa yang sebenarnya menjadi pelaku utama.


Ketika alat bukti itu tidak ditemukan dan pelakunya tidak mengakui bahwa itu adalah alatnya untuk melakukan kejahatan, persoalan akan menjadi rumit. Pihak penasihat hukum Nazaruddin sudah mencoba membuktikan dengan berbagai cara. Mari kita bedah apakah kita bisa membuktikan bahwa memang PIN tersebut milik Angie.


Pertama, pengacara Nazaruddin mencoba membuktikan bahwa sejak tahun 2009 Angelina telah memiliki BlackBerry dengan menunjukkan fotonya di mana di mejanya terdapat perangkat sejenis BlackBerry. Dengan enteng, Angelina menyatakan itu benar fotonya, tetapi tidak mengakui bahwa ia telah memiliki BlackBerry sejak lama. Memang, ini sangat mudah dipatahkan. Sebab, bisa saja perangkat yang ada di meja di hadapan Angelina adalah perangkat BlackBerry wartawan yang mewawancarainya, karyawannya, atau orang lain yang sedang berada di ruangan tersebut.


Kalaupun itu milik Angelina, kita tidak bisa memastikan bahwa itu memang perangkat BlackBerry. Banyak perangkat tahun 2009 yang sudah mengikuti bentuk perangkat BlackBerry.


Kedua, tidak kekurangan akal, pengacara Nazaruddin meminta hakim untuk memanggil pengelola BlackBerry (RIM) ke persidangan. Asumsinya, mereka (RIM) bisa membuktikan bahwa PIN itu adalah benar milik Angelina. Saya rasa, ini juga tidak tepat. Sebab, RIM tidak bisa menyatakan apakah PIN tersebut benar milik Angelina. Paling bisa, RIM akan menyatakan bahwa PIN tersebut digunakan pada perangkat BlackBerry IMEI nomor sekian dan nomor Caller ID sekian.


Masalahnya, Caller ID tersebut siapa nama pemilikinya harus dikonfirmasi langsung ke operator jaringan telekomunikasinya. Artinya, kalaupun RIM mau dipanggil ke persidangan, masih banyak hal yang harus ditelusuri.


Masalahnya, atas dasar hukum apa pengadilan di Indonesia dapat memanggil RIM? Tidak pernah saya dengar dalam kasus seperti ini RIM dipanggil untuk menjadi saksi dan membuktikan identitas pelanggannya di negara lain. Mereka mempunyai ikatan privasi yang dipegang ketat oleh mereka.


Daripada pengacara membuang waktu untuk hal-hal semacam itu, saya rasa yang paling penting adalah kembali ke substansinya, yaitu membela kliennya untuk membuktikan apakah kliennya bersalah atau tidak. Klien juga harusnya semakin pintar dalam kasus ini. Sebab, semakin berlarut-larut, maka yang diuntungkan paling utama adalah pengacaranya. Argo untuk membayar para pengacara menjadi semakin besar. Tidakkah lebih baik kita menciptakan proses persidangan yang semakin efisien?

Komentar

Anonim mengatakan…
wah salah mas
menurut saya pihak RIM harus di libatkan apabila memang kita mau mengetahui siapa yg salah
pak tifatul waktu itu juga benar untuk meminta RIM agar bangun server/repeater di Indonesia, agar aparat hukum dapat lakukan penyelidikan terhadap pelaku kejahatan termasuk koruptor.
setau saya sekelas RIM pasti mempunyai LOG file di servernya yg mencatat semua chat di BBM bahkan mungkin sampai history site mana saja yg diakses oleh pengguna PIN tersebut
dari situ baru bisa di kembangkan penyelidikan , siapa sebenarnya yg punya no pin tersebut
di dunia IT semua bisa di tracking ,
Rudy M Harahap mengatakan…
Benar. Memang harus dilibatkan. Tapi, dalam kondisi hukum seperti ini apa dasarnya? Tentu RIM akan menolak.
Log sich sudah pasti punya. Tapi, bahwa PIN itu memang punya Si Anggie apa memang bisa RIM berani menyatakan demikian? Kan, nggak. Sebabnya, di Indonesia itu, ketika kita punya BlackBerry, di profile BBM kita, kan kita bisa mengaku siapa saja. Pertanyaannya, waktu Rosa itu menjadi contact list Angie, siapa yang mengundang terlebih dahulu? Kalau yang invite pertama itu dari BlackBerry Angie, kan siapapun bisa ngaku Angie? Dari mana Rosa yakin bahwa itu adalah Angie yang invite? Itu kelemahannya, kan?
Anonim mengatakan…
setuju sama artikelnya dan koment rudy m harapap.....
Anonim mengatakan…
Tentu RIM akan menolak --> kenapa harus menolak ya kalau yg meminta adalah aparat hukum dari negara yg bersangkutan dan apa bila semua orang yg terlibat juga setuju agar kejelasan dapat terungkap , tidak mungkin RIM akan bersikap cuek karena kasus ini juga termasuk kasus besar
Tapi, bahwa PIN itu memang punya Si Anggie apa memang bisa RIM berani menyatakan demikian? ---> untuk ini sudah pasti RIM tidak bisa menyatakannya , maka dari itu harus melihat Log dari Pin tersebut sepandai pandai tupai melompat pasti jatuh juga
Dari mana Rosa yakin bahwa itu adalah Angie yang invite? --> apa anda akan memberi uang milayaran rupiah kepada seseorang tanpa negecek terlebih dahuli

tapi inilah indonesia kalo kasus selesai tidak rame
A&K mengatakan…
up to date pemmbahasannya..

salam kenal

Revolusi Galau
Anonim mengatakan…
So dalam hal ini IT tidak mampu membuktikan ya?
Anonim mengatakan…
ANDA SIMPATISAN ANGELINA SONDAKH YA OM...?!
Anonim mengatakan…
KPK menjadikan angie sebagai 'tersangka' sedikit banyak pastilah dengan adanya percakapan BBM antara Rossa dan Angie. Yang kemarin baru sidang dengan Nazarudin sebagai terdakwa dan Angie dipanggil sebagai saksi.

Kita tunggu alat bukti apa yang akan dihadirkan di persidangan Angie sebagai terdakwa (jika statusnya kelak diubah setelah melalui proses penyidikan lebih lanjut.

KPK pasti tidak gegabah menetapkan Angie sebagai tersangka jika 'alat bukti' nya tidak mencukupi.
Seperti Mirwan Amir yang belum dijadikan tersangka
Rudy M Harahap mengatakan…
He he ... nggak, lach. --- Tulisan ini untuk bahan pemikiran bagi mereka yang tertarik dengan hukum teknologi informasi.
Anonim mengatakan…
So dalam hal ini IT tidak mampu membuktikan ya? --> seharusnya mampu
kalau ada keinginan dan tidak ada gangguan dari pihak tertentu
Ahadiano Arhata mengatakan…
Menurut pendapat awam saya Pak, kenapa penyidik tidak mencoba untuk mencari informasi terlebih dahulu sejak kapan BB milik si AS terdaftar sebagai BBM user di RIM. Jika terbukti bahwa terdaftar sejak 2009, maka argumen AS yg mengaku baru memiliki BB pada akhir 2010 akan terbantahkan.

Jika ternyata BB milik AS ternyata memang terdaftar sebagai BBM user sejak akhir 2010, maka langkah selanjutnya yang bisa dilakukan penyidik adalah dengan melakukan konfirmasi lagi ke pihak RIM, bahwa PIN BBM yang melakukan komunikasi intensif dengan Rosa berasal dari Nomor Dial Handphone yang mana. Setelah nomor HP tersebut diketahui, maka dapat dilakukan konfirmasi kembali pada pihak provider seluler untuk mengakses data2 pribadi yang dimasukkan pada saat pertama kali mengaktifkan nomor Ponsel.

Semoga membantu..
Anonim mengatakan…
Judulnya membuat ekspektasi pembaca melambung, akhirnya tersesat..
Rudy M Harahap mengatakan…
He he.. Agar tidak tersesat, baca lagi tulisan hari ini, ya.
Rudy M Harahap mengatakan…
Betul analis Anda. Untuk paragraf kedua, itu yang saya maksudkan di tulisan. Silahkan baca tulisan saya hari ini yang lebih dalam.

Artinya, kita sekarang perlu mempertanyakan kualitas penyidik dan pengacara dalam persidangan kemarin. Tampak sekali kedua pihak kedodoran dibandingkan saksinya yang sangat cerdas. Ingat, untuk terpilih jadi Putri Indonesia itu bukan hanya dilihat nilai kecantikannya, tetapi juga kecerdasannya. Sudah pasti Angelina itu sangat cerdas.
Anonim mengatakan…
Saya tidak setuju kalau Pengacara terdakwa tidak cerdas.
Dilihat dr cara menjebak menggali 5 Fakta Hidup yang dicocokan dengan BBM transkrip, sudah sangat baik.

Kalau mengenai BAP Angie yang tidak ada percakapan, bisa ditanyakan kepada Penyidik KPK terdahulu yang sudah menjadi 'pacar' Angie Kompol Brotoseno, mungkin bisa membantu menjelaskannya...

ini berita dr Tribun:

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai apapun keterangan yang diberikan Angelina Sondakh untuk terdakwa Nazaruddin di Pengadilan Tipikor, Rabu (15/2/2012) kemarin, bukan lah hal yang sia-sia.
Maka, sekecil apapun keterangan mantan Puteri Indonesia itu akan diverifikasi kembali oleh JPU KPK untuk mendapatkan kebenaran bukti-buktinya.

"Proses kesaksian kemarin kan dalam rangka mendakwa Nazar, bukan dalam proses mendakwa dirinya (Angelina Sondakh)," ujar Juru Bicara KPK, Johan Budi, di Jakarta Kamis (16/2/2012).

Berbeda jika pada proses mendakwa Isteri mendiang Adjie Massaid tersebut nanti, kata Johan, sangat dipastikan Jaksa Penuntut Umum (KPK) akan benar-benar mencari tahu kebenaran sebuah pesan BlackBerry antara Mindo Rosalina Manullang dengan Angie terkait pemberian komitmen fee wisma atlet.

"Silakan saja angelina berkata apa saja, karena KPK juga perlu bukti-bukti lagi yang perlu diverifikasi dalam kaitannya dengan dakwaan Nazaruddin," ujarnya.

Postingan populer dari blog ini

PENGALAMAN MELELAHKAN DI HOTSPOT J.CO

Hari Minggu 13 April 2008 lalu saya mampir di J.CO Donuts & Coffe di Bintaro Plaza. Sambil mencicipi kopi latte seharga Rp26 ribu, yang tentunya cukup mahal bagi kantong orang sekelas saya, saya mencoba mengakses Internet dari Hotspot café ini.  Setelah membayar di kasir dan menunggu antrian dari seorang pria peracik kopi yang tidak terlalu ramah, saya kemudian dipanggil untuk mengambil kopi saya yang masuk dalam antrian. Kalau tidak bertanya, ternyata petugas kopi café ini tidak menawarkan langsung akses gratis hotspot ke Internet yang dipromosikan café ini.   Setelah saya bertanya, apa password hotspot -nya, barulah diberi tulisan password di kertas bill saya, yaitu "hazelle dazele". Cukup bingung, saya tanya ke petugasnya, apakah password itu pakai spasi atau tidak. Dia jawab, “Tidak”. Kemudian, saya mencoba men- setup akses dengan O2. Aneh juga, signal hotspot -nya hilang-hilang timbul.  Yang cukup kuat malah dari café Ola La yg berada di lantai 2. Setelah b

Menafsirkan Kerugian Negara

Teringat Kasus Indosat-IM3 dan munculnya diskusi kerugian perekonomian negara, saya jadi teringat lagi dengan tulisan lama saya beberapa dekade lalu yang sayang untuk dibuang di KONTAN EDISI 36/IV Tanggal 5 Juni 2000.   Menafsirkan Kerugian Negara Rudy M. Harahap Pengamat Akuntabilitas dan Transparansi Pemerintah                                       Saya pernah bertanya kepada mahasiswa di kelas, ketika menyajikan kuliah akuntansi perbankan. Menurut saya, pertanyaan ini mestinya cukup sulit dijawab: "Misalkan Anda menjadi manajer bank dan ada kredit nasabah yang macet. Tentu, Anda tidak ingin gara-gara kredit macet ini kinerja Anda dinilai jelek. Apa yang akan Anda lakukan?" Ternyata, beberapa mahasiswa merasa tak sulit menjawab pertanyaan itu. Dengan enteng, mereka menjawab: "Ya, diskedul ulang saja, Pak. Terus, naikkan plafon pokok utangnya. Selisih antara pokok utang yang lama dengan pokok utang yang baru dikompensasikan saja ke tunggakan cicilan pokok dan tung

MANAJEMEN KINERJA: MENGGUNAKAN SISTEM PENGENDALIAN SECARA STRATEGIS SEBAGAI ‘REM’ DAN ‘GAS’ DI ORGANISASI SEKTOR PUBLIK

Secara regulasi, Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 11 Tahun 2015  ternyata telah mengarahkan perubahan birokrasi kita dari yang dulunya kebanyakan berorientasi pada peraturan ( rules-oriented)  menjadi berorientasi kinerja ( performance-oriented). Dengan kata lain, regulasi kita telah mengarahkan agar kita berubah dari tadinya lebih menekankan pada pengendalian administratif ( administrative control ) menjadi lebih menekankan pada pengendalian hasil ( results control ). Namun, nyatanya, masih banyak yang ragu-ragu dan mempertanyakan apakah kita mesti lebih berorientasi pada peraturan atau lebih berorientasi pada kinerja  (Hartanto, 2018) . Keraguan terkait orientasi tersebut konsisten dengan keluhan beberapa kali Presiden Joko Widodo ketika melihat perilaku birokrasi kita. Ber kal -kali ia telah menyatakan bahwa organisasi sektor publik di Indonesia (baca: instansi pemerintah) kebanyakan menggunakan sumber dayanya ( resources ) hanya untuk ke