Langsung ke konten utama

Penyakit Menahun: Kebut Penyerapan Akhir Tahun

Memang, ini tidak bisa menyalahkan siapa-siapa. Tapi, kenapa kita nggak belajar? Bayangkan, gambar berkas SPM dari kementerian/lembaga yang menumpuk dan antrian di KPPN. Seperti mimpi buruk, kan?

SPM DAGRI 3

RAme4

Rame2

SPM Dagri

SPM Budpar

SPM DAGRI2

15122011

Senin, 19/12/2011 12:32 WIB
Penyakit Lama, Pemerintah Kebut Habiskan Anggaran di Akhir Tahun
Ramdhania El Hida - detikFinance

Jakarta - Menteri Keuangan Agus Martowardojo geram dengan 'penyakit' pengelolaan anggaran yang tak kunjung membaik. Penyerapan anggaran baru dikebut di akhir tahun.
"Kita harus akui eksekusi kita tidak baik, tidak perlu menyalahkan siapa-siapa, mari menyalahkan diri sendiri. Ini tanggung jawab kita, kuncinya eksekusi, bagaimana kita melaksanakan anggaran," ujar Agus dalam pembukaan Workshop Persiapan Pelaksanaan Anggaran 2012 di kantornya, Jalan Wahidin Raya, Jakarta, Senin (19/12/2011).
Agus Marto menyatakan banyak faktor menjadi penyebab anggaran negara tak terserap secara optimal. Salah satunya proses persiapan pelaksanaan anggaran yang masih berantakan, seperti belum dilengkapi dokumen pendukung yang menyebabkan DIPA dibintangi, belum disusunnya rencana penarikan dana, dan belum dimulainya proses lelang saat anggaran sudah dimulai.
"Belajar dari pengalaman pelaksanaan APBN 2011, salah satunya adalah persiapan yang kurang memadai," papar mantan direktur utama Bank Mandiri ini.
Agus Marto menyatakan per 7 Desember 2011, anggaran belanja 2011 baru terserap 79,7%. Sementara belanja modal 52%, kemudian belanja barang baru 64%.
"Ini seperti tahun-tahun sebelumnya, biasanya meningkat di akhir triwulan keempat," ujarnya.
Hal ini, lanjut Agus Marto, berbeda jika dibandingkan dengan perusahaan swasta yang biasanya pada November sudah dapat melebihi target yang telah dianggarkan dalam perencanaan.
"Kalau di perusahaan swasta, November itu, sudah over target, Desember tinggal menyusun laporan anggaran baik dan rapi," pungkasnya.
(nia/dnl)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENGALAMAN MELELAHKAN DI HOTSPOT J.CO

Hari Minggu 13 April 2008 lalu saya mampir di J.CO Donuts & Coffe di Bintaro Plaza. Sambil mencicipi kopi latte seharga Rp26 ribu, yang tentunya cukup mahal bagi kantong orang sekelas saya, saya mencoba mengakses Internet dari Hotspot café ini.  Setelah membayar di kasir dan menunggu antrian dari seorang pria peracik kopi yang tidak terlalu ramah, saya kemudian dipanggil untuk mengambil kopi saya yang masuk dalam antrian. Kalau tidak bertanya, ternyata petugas kopi café ini tidak menawarkan langsung akses gratis hotspot ke Internet yang dipromosikan café ini.   Setelah saya bertanya, apa password hotspot -nya, barulah diberi tulisan password di kertas bill saya, yaitu "hazelle dazele". Cukup bingung, saya tanya ke petugasnya, apakah password itu pakai spasi atau tidak. Dia jawab, “Tidak”. Kemudian, saya mencoba men- setup akses dengan O2. Aneh juga, signal hotspot -nya hilang-hilang timbul.  Yang cukup kuat malah dari café Ola La yg berada di lantai 2. Setelah b

Menafsirkan Kerugian Negara

Teringat Kasus Indosat-IM3 dan munculnya diskusi kerugian perekonomian negara, saya jadi teringat lagi dengan tulisan lama saya beberapa dekade lalu yang sayang untuk dibuang di KONTAN EDISI 36/IV Tanggal 5 Juni 2000.   Menafsirkan Kerugian Negara Rudy M. Harahap Pengamat Akuntabilitas dan Transparansi Pemerintah                                       Saya pernah bertanya kepada mahasiswa di kelas, ketika menyajikan kuliah akuntansi perbankan. Menurut saya, pertanyaan ini mestinya cukup sulit dijawab: "Misalkan Anda menjadi manajer bank dan ada kredit nasabah yang macet. Tentu, Anda tidak ingin gara-gara kredit macet ini kinerja Anda dinilai jelek. Apa yang akan Anda lakukan?" Ternyata, beberapa mahasiswa merasa tak sulit menjawab pertanyaan itu. Dengan enteng, mereka menjawab: "Ya, diskedul ulang saja, Pak. Terus, naikkan plafon pokok utangnya. Selisih antara pokok utang yang lama dengan pokok utang yang baru dikompensasikan saja ke tunggakan cicilan pokok dan tung

MANAJEMEN KINERJA: MENGGUNAKAN SISTEM PENGENDALIAN SECARA STRATEGIS SEBAGAI ‘REM’ DAN ‘GAS’ DI ORGANISASI SEKTOR PUBLIK

Secara regulasi, Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 11 Tahun 2015  ternyata telah mengarahkan perubahan birokrasi kita dari yang dulunya kebanyakan berorientasi pada peraturan ( rules-oriented)  menjadi berorientasi kinerja ( performance-oriented). Dengan kata lain, regulasi kita telah mengarahkan agar kita berubah dari tadinya lebih menekankan pada pengendalian administratif ( administrative control ) menjadi lebih menekankan pada pengendalian hasil ( results control ). Namun, nyatanya, masih banyak yang ragu-ragu dan mempertanyakan apakah kita mesti lebih berorientasi pada peraturan atau lebih berorientasi pada kinerja  (Hartanto, 2018) . Keraguan terkait orientasi tersebut konsisten dengan keluhan beberapa kali Presiden Joko Widodo ketika melihat perilaku birokrasi kita. Ber kal -kali ia telah menyatakan bahwa organisasi sektor publik di Indonesia (baca: instansi pemerintah) kebanyakan menggunakan sumber dayanya ( resources ) hanya untuk ke