Langsung ke konten utama

[e-KTP] Mendagri Sudah Minta Pengawasan KPK

Kata Mendagri, ia sudah minta pengawasan KPK. Tapi, apa kata KPK, ya?

Spesifikasi juga ditetapkan oleh 15 kementerian. Apa iya? Duch Pak Menteri, lihatlah ke bumi!

 

Tender e-KTP

Mendagri Sudah Minta Pengawasan KPK

Penulis : Dika Dania Kardi

Senin, 04 Juli 2011 22:03 WIB     

 

JAKARTA--MICOM: Menteri Dalam Gamawan Fauzi membantah ada kecurangan dalam tender e-KTP, justru ia menegaskan agar KPK mengawasi proses tender tersebut.
"Saya meminta KPK mengawasi ini dari awal. Laporkan saja (ke KPK) jika ada yang curiga," tukas Gamawan pada Media Indonesia di ruang kerjanya, Jakarta, Senin (4/7).
Gamawan menegaskan pada 24 Januari 2011 dirinya mendatangi kantor KPK untuk mengonsultasikan pengadaan e-KTP tersebut. Waktu itu, tutur Gamawan, dirinya bilang ke KPK untuk mengawasi panitia tender e-KTP. Saat itu, kata Gamawan dirinya menanyakan bagaimana caranya agar proses lelang tidak rawan korupsi.
Salah satu syarat katanya lakukan dengan e-procurement. Gamawan pun menerangkan proses tender elektronik itu segera dilakukan seminggu kemudian. Selain itu dirinya pun mengundang ICW untuk mengawasi. ramai-ramai.
"Dan yang menentukan spesifikasi itu juga dari 15 kementerian," tukasnya.
Selain itu Gamawan pun menegaskan audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sudah dilakukan.
"Menurut prosedur menteri harus tanda tangan (dalam penetapan tender) maka saya minta apa jaminannya. Saya minta audit BPKP, keluar audit BPKP baru saya mau tanda tangan," kata Gamawan.
Dirinya pun membantah bahwa yang dipilih jadi pemenang itu adalah harga yang termahal. Justru sebaliknya, kata Gamawan, yang dipilih itu adalah harga yang termurah. Adapun dokumen yang beredar itu, Gamawan menuduhnya itu palsu. Menurutnya dokumen itu dibuat seolah-olah penawarannya lebih rendah.
"Sistemnya kan yang sudah tereliminasi tidak bisa ikut lagi," tandas Gamawan yang ditemani oleh Kepala Pusat Penerangan Kemendagri Reydonnyzar Moenek. (*/OL-2)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENGALAMAN MELELAHKAN DI HOTSPOT J.CO

Hari Minggu 13 April 2008 lalu saya mampir di J.CO Donuts & Coffe di Bintaro Plaza. Sambil mencicipi kopi latte seharga Rp26 ribu, yang tentunya cukup mahal bagi kantong orang sekelas saya, saya mencoba mengakses Internet dari Hotspot café ini.  Setelah membayar di kasir dan menunggu antrian dari seorang pria peracik kopi yang tidak terlalu ramah, saya kemudian dipanggil untuk mengambil kopi saya yang masuk dalam antrian. Kalau tidak bertanya, ternyata petugas kopi café ini tidak menawarkan langsung akses gratis hotspot ke Internet yang dipromosikan café ini.   Setelah saya bertanya, apa password hotspot -nya, barulah diberi tulisan password di kertas bill saya, yaitu "hazelle dazele". Cukup bingung, saya tanya ke petugasnya, apakah password itu pakai spasi atau tidak. Dia jawab, “Tidak”. Kemudian, saya mencoba men- setup akses dengan O2. Aneh juga, signal hotspot -nya hilang-hilang timbul.  Yang cukup kuat malah dari café Ola La yg berada di lantai 2. Setelah b

Menafsirkan Kerugian Negara

Teringat Kasus Indosat-IM3 dan munculnya diskusi kerugian perekonomian negara, saya jadi teringat lagi dengan tulisan lama saya beberapa dekade lalu yang sayang untuk dibuang di KONTAN EDISI 36/IV Tanggal 5 Juni 2000.   Menafsirkan Kerugian Negara Rudy M. Harahap Pengamat Akuntabilitas dan Transparansi Pemerintah                                       Saya pernah bertanya kepada mahasiswa di kelas, ketika menyajikan kuliah akuntansi perbankan. Menurut saya, pertanyaan ini mestinya cukup sulit dijawab: "Misalkan Anda menjadi manajer bank dan ada kredit nasabah yang macet. Tentu, Anda tidak ingin gara-gara kredit macet ini kinerja Anda dinilai jelek. Apa yang akan Anda lakukan?" Ternyata, beberapa mahasiswa merasa tak sulit menjawab pertanyaan itu. Dengan enteng, mereka menjawab: "Ya, diskedul ulang saja, Pak. Terus, naikkan plafon pokok utangnya. Selisih antara pokok utang yang lama dengan pokok utang yang baru dikompensasikan saja ke tunggakan cicilan pokok dan tung

MANAJEMEN KINERJA: MENGGUNAKAN SISTEM PENGENDALIAN SECARA STRATEGIS SEBAGAI ‘REM’ DAN ‘GAS’ DI ORGANISASI SEKTOR PUBLIK

Secara regulasi, Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 11 Tahun 2015  ternyata telah mengarahkan perubahan birokrasi kita dari yang dulunya kebanyakan berorientasi pada peraturan ( rules-oriented)  menjadi berorientasi kinerja ( performance-oriented). Dengan kata lain, regulasi kita telah mengarahkan agar kita berubah dari tadinya lebih menekankan pada pengendalian administratif ( administrative control ) menjadi lebih menekankan pada pengendalian hasil ( results control ). Namun, nyatanya, masih banyak yang ragu-ragu dan mempertanyakan apakah kita mesti lebih berorientasi pada peraturan atau lebih berorientasi pada kinerja  (Hartanto, 2018) . Keraguan terkait orientasi tersebut konsisten dengan keluhan beberapa kali Presiden Joko Widodo ketika melihat perilaku birokrasi kita. Ber kal -kali ia telah menyatakan bahwa organisasi sektor publik di Indonesia (baca: instansi pemerintah) kebanyakan menggunakan sumber dayanya ( resources ) hanya untuk ke