Langsung ke konten utama

[BPK] Di Mana Posisi BPK dalam Konstitusi?

Lihat, tidak tampak adanya peran BPK dalam pertemuan konstitusi. Semakin tidak jelas posisinya apakah bagian dari eksekutif, legislatif, atau yudikatif.

Apakah masih tepat kita bilang BPK sebagai lembaga negara setingkat presiden, DPR, atau MA? Mari kita letakkan kembali pada tempat yang tepat, yaitu BPK adalah perangkatnya DPR, sebagaimana banyak dipraktikkan di negara lain.

Senin, 11 Juli 2011, 07:35 WIB
NASIONAL
 
SBY Bertemu MK, DPR, DPD dan MPR di Istana


» SBY dan Mahfud MD
Arfi Bambani Amri, Nur Eka Sukmawati | Senin, 11 Juli 2011, 06:22 WIB

VIVAnews - Memperingati Ulang Tahun Ke-8, Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia akan menggelar Simposium Internasional di Jakarta mulai hari ini, Senin 11 Juli sampai dengan 14 Juli 2011. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akan memberikan sambutan dan keynote speech kepada delegasi peserta Simposium Internasional.

Simposium dengan tema 'Constitutional Democratic State' yang bekerjasama dengan Dewan Perwakilan Rakyat ini akan dibuka langsung oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Negara Jakarta pada hari ini, pukul 10.00 WIB.

"Sesudah itu nanti ketua lembaga legislatif atau lembaga perwakilan dan ketua Mahkamah Konstitusi akan menyampaikan ceramah di depan para peserta. Jadi Presiden itu kepala eksekutifnya, lalu legislatifnya ada tiga yaitu ketua MPR, ketua DPR, dan ketua DPD akan berpidato di hadapan peserta. Sementara ketua yudikatifnya diwakili oleh saya selaku ketua MK dan selaku tuan rumah," kata Mahfud MD.

Simposium Internasional yang diadakan di Hotel Shangri La ini dihadiri oleh 225 orang peserta. Dari luar negeri terdiri dari 54 orang Ketua Mahkamah Konstitusi atau Parlemen dan Institusi sejenis dari 23 negara dan 16 orang Duta Besar atau Perwakilan dari 16 negara. Sementara dari dalam negeri terdiri dari 11 orang MK RI, 5 orang MPR RI, 23 orang DPR RI, 6 orang DPD RI, 5 orang Kementerian Negara, 9 orang Mantan Hakim Konstitusi, 9 orang Forum Konstitusi, 65 orang Dekan dan Pengajar Fakultas Hukum, 11 orang Dekan dan Pengajar FISIP, dan 11 orang Guru Pendidikan Kewarganegaraan (PKn).

Menurut Mahfud, secara umum terdapat kemajuan-kemajuan di bidang konstitusi dan peran Mahkamah Konstitusi sudah mendapatkan pengakuan di dunia Internasional.

"Beberapa duta besar yang kami temui diberbagai acara Internasional itu mengatakan sekarang duta besar Indonesia kalau di luar negeri bisa tampil dengan gagah dan percaya diri karena penegakan konstitusi sejak era reformasi jauh lebih baik dibandingkan dengan yang sudah-sudah. Kalau dulu zaman Orde Baru, di forum Internasional, Indonesia diejek sebagai pelanggar konstitusi, tapi sekarang ini kita dianggap sudah maju pesat di bidang konstitusi," katanya. (sj)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENGALAMAN MELELAHKAN DI HOTSPOT J.CO

Hari Minggu 13 April 2008 lalu saya mampir di J.CO Donuts & Coffe di Bintaro Plaza. Sambil mencicipi kopi latte seharga Rp26 ribu, yang tentunya cukup mahal bagi kantong orang sekelas saya, saya mencoba mengakses Internet dari Hotspot café ini.  Setelah membayar di kasir dan menunggu antrian dari seorang pria peracik kopi yang tidak terlalu ramah, saya kemudian dipanggil untuk mengambil kopi saya yang masuk dalam antrian. Kalau tidak bertanya, ternyata petugas kopi café ini tidak menawarkan langsung akses gratis hotspot ke Internet yang dipromosikan café ini.   Setelah saya bertanya, apa password hotspot -nya, barulah diberi tulisan password di kertas bill saya, yaitu "hazelle dazele". Cukup bingung, saya tanya ke petugasnya, apakah password itu pakai spasi atau tidak. Dia jawab, “Tidak”. Kemudian, saya mencoba men- setup akses dengan O2. Aneh juga, signal hotspot -nya hilang-hilang timbul.  Yang cukup kuat malah dari café Ola La yg berada di lantai 2. Setelah b

Menafsirkan Kerugian Negara

Teringat Kasus Indosat-IM3 dan munculnya diskusi kerugian perekonomian negara, saya jadi teringat lagi dengan tulisan lama saya beberapa dekade lalu yang sayang untuk dibuang di KONTAN EDISI 36/IV Tanggal 5 Juni 2000.   Menafsirkan Kerugian Negara Rudy M. Harahap Pengamat Akuntabilitas dan Transparansi Pemerintah                                       Saya pernah bertanya kepada mahasiswa di kelas, ketika menyajikan kuliah akuntansi perbankan. Menurut saya, pertanyaan ini mestinya cukup sulit dijawab: "Misalkan Anda menjadi manajer bank dan ada kredit nasabah yang macet. Tentu, Anda tidak ingin gara-gara kredit macet ini kinerja Anda dinilai jelek. Apa yang akan Anda lakukan?" Ternyata, beberapa mahasiswa merasa tak sulit menjawab pertanyaan itu. Dengan enteng, mereka menjawab: "Ya, diskedul ulang saja, Pak. Terus, naikkan plafon pokok utangnya. Selisih antara pokok utang yang lama dengan pokok utang yang baru dikompensasikan saja ke tunggakan cicilan pokok dan tung

MANAJEMEN KINERJA: MENGGUNAKAN SISTEM PENGENDALIAN SECARA STRATEGIS SEBAGAI ‘REM’ DAN ‘GAS’ DI ORGANISASI SEKTOR PUBLIK

Secara regulasi, Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 11 Tahun 2015  ternyata telah mengarahkan perubahan birokrasi kita dari yang dulunya kebanyakan berorientasi pada peraturan ( rules-oriented)  menjadi berorientasi kinerja ( performance-oriented). Dengan kata lain, regulasi kita telah mengarahkan agar kita berubah dari tadinya lebih menekankan pada pengendalian administratif ( administrative control ) menjadi lebih menekankan pada pengendalian hasil ( results control ). Namun, nyatanya, masih banyak yang ragu-ragu dan mempertanyakan apakah kita mesti lebih berorientasi pada peraturan atau lebih berorientasi pada kinerja  (Hartanto, 2018) . Keraguan terkait orientasi tersebut konsisten dengan keluhan beberapa kali Presiden Joko Widodo ketika melihat perilaku birokrasi kita. Ber kal -kali ia telah menyatakan bahwa organisasi sektor publik di Indonesia (baca: instansi pemerintah) kebanyakan menggunakan sumber dayanya ( resources ) hanya untuk ke