Langsung ke konten utama

Keynote Speech: Reformasi Birokrasi Melalui Implementasi Tata Kelola TI (IT Governance) di Sektor Publik

Keynote Speech
Deputi Program Dan Reformasi Birokrasi, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
Pertemuan Nasional Reformasi Birokrasi melalui Implementasi Tata Kelola Teknologi Informasi di Sektor Publik

Diselenggarakan oleh BPKP di Hotel Savoy Homann Bandung, 14 Desember 2010

 

Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Selamat pagi dan salam sejahtera untuk kita semua.

Yang terhormat,
Kepala BPKP
Para Deputi dan Sestama di lingkungan BPKP
Para Peserta Seminar
Hadirin Undangan yang kami muliakan.

 

Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas rahmat dan karunia-Nya, pada hari ini kita dapat bertemu muka dalam acara seminar sehari yang bertema : Reformasi Birokrasi melalui Implementasi Tata Kelola Teknologi Informasi di Sektor Publik.

Saya berterimakasih kepada penyelenggara seminar ini yang telah mengundang saya dan memberi kesempatan untuk menyampaikan beberapa pandangan tentang upaya percepatan reformasi birokrasi melalui implementasi tata kelola teknologi informasi.

Bapak, Ibu, Saudara yang saya hormati,

Ada empat hal yang menjadi kunci keberhasilan reformasi birokrasi, yaitu (1). Harus ada komitmen nasional untuk melakukan reformasi birokrasi, (2). Harus ada mesin penggerak reformasi birokrasi, (3) Harus ada muatan reformasi birokrasi yang tepat dan mengarah pada tujuan yang benar, dan (4). Harus ada proses reformasi birokrasi yang dijalankan sesuai dengan kondisi implementasi.

Upaya yang dilakukan dalam pelaksanaan reformasi birokrasi pada dasarnya berpegang pada keempat hal tersebut di atas.

Sebagai bagian dari komitmen nasional untuk melakukan reformasi birokrasi, pemerintah telah menetapkan reformasi birokrasi dan tata kelola pemerintahan menjadi prioritas utama dalam RPJMN 2010 – 2014. Selain itu, Undang-undang No 17 Tahun 2007 tentang RPJPN 2005-2025 juga mengamanatkan bahwa pembangunan aparatur negara dilakukan melalui reformasi birokrasi untuk mendukung keberhasilan pembangunan bidang lainnya.

Untuk mendukung pelaksanaan prioritas pembangunan tersebut, sebagai engine of reform pemerintah juga sudah membentuk Komite Pengarah Reformasi Birokrasi Nasional (KPRBN) dan Tim Reformasi Birokrasi Nasional (TRBN) melalui Keputusan Presiden Nomor 23 Tahun 2010 tentang Perubahan Keputusan Presiden Nomor 10 Tahun 2010 tentang Pembentukan Komite Pengarah Reformasi Birokrasi Nasional dan Tim Reformasi Birokrasi Nasional. KPRBN langsung dipimpin oleh Wakil Presiden, sedangkan TRBN diketuai oleh Menteri Negara PAN dan RB. KPRBN mempunyai peran dalam menetapkan kebijakan, strategi, dan standar bagi pelaksanaan reformasi birokrasi dan kinerja operasi birokrasi. TRBN memiliki peran merumuskan kebijakan dan strategi operasional reformasi birokrasi serta memantau dan mengevaluasi pelaksanaan reformasi birokrasi. Untuk pengelolaan reformasi birokrasi sehari-hari, dibentuk Unit Pengelola Reformasi Birokrasi Nasional (UPRBN). Disamping itu, juga telah dibentuk Tim Independen yang memiliki peran memantau dan melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan reformasi birokrasi, dan Tim Quality Assurance yang memiliki peran dalam memastikan pelaksanaan reformasi birokrasi.

Reformasi birokrasi harus memiliki muatan yang tepat, terarah dan terencana dengan baik. Dalam kaitan itulah maka disusun Grand Design dan Road Map Reformasi Birokrasi. Kedua kebijakan tersebut tidak dapat dipisahkan, meskipun dibuat dalam level kebijakan yang berbeda. Grand Design Reformasi Birokrasi akan ditetapkan melalui Peraturan Presiden, sedangkan Road Map Reformasi Birokrasi akan ditetapkan dengan Peraturan Menteri Negara PAN dan RB, karena sifatnya yang dinamis sehingga merupakan suatu living document yang dapat disesuaikan dengan dinamika perkembangan dan perubahan lingkungan pelaksanaan reformasi birokrasi.

Reformasi birokrasi juga tergantung pada prosesnya. Karena itulah, maka reformasi birokrasi dilakukan melalui proses yang terdesentralisasi, serentak dan bertahap, serta terkoordinasi.

Terdesentralisasi, artinya setiap K/L dan Pemda, dengan arahan Grand Design dan Road Map Reformasi Birokrasi, memiliki peluang untuk melakukan langkah-langkah reformasi birokrasi sesuai dengan karakteristik dan kemajuan yang sudah diperolehnya. Hal ini dimaksudkan untuk mendorong/membuka kesempatan K/L dan Pemda melakukan inovasi-inovasi kreatif dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan dan kinerja mereka.

Serentak dan bertahap, artinya adalah bahwa setiap K/L dan Pemda harus melakukan reformasi birokrasi dengan tahapan-tahapan yang jelas sesuai dengan arahan Grand Design dan Road Map Reformasi Birokrasi.

Terkoordinasi artinya bahwa pelaksanaan reformasi birokrasi harus dilakukan dalam koordinasi nasional dipimpin oleh Wakil Presiden, dan dalam koordinasi instansional dipimpin langsung oleh Pimpinan K/L dan Pemda, dengan langkah-langkah sebagaimana telah digariskan dalam Grand Design dan Road Reformasi Birokrasi.

Hadirin yang saya hormati,

Grand Design Reformasi Birokrasi 2010 – 2025 adalah rancangan induk yang berisi arah kebijakan pelaksanaan reformasi birokrasi nasional untuk kurun waktu 2010-2025. Sedangkan Road Map Reformasi Birokrasi 2010 – 2014 adalah bentuk operasionalisasi Grand Design Reformasi Birokrasi yang disusun dan dilakukan setiap 5 (lima) tahun sekali dengan sasaran per tahun yang jelas. Tujuan dari Grand Design dan Road Map Reformasi Birokrasi adalah agar reformasi birokrasi di K/L dan Pemda dapat berjalan secara efektif, efisien, terukur, konsisten, terintegrasi, melembaga, dan berkelanjutan. Grand Design mencakup substansi : visi dan misi, tujuan dan sasaran serta strategi pelaksanaannya.

Dalam Grand Design Reformasi Birokrasi ditetapkan Visi reformasi birokrasi yaitu “Terwujudnya Pemerintahan Kelas Dunia”. Visi tersebut menjadi acuan dalam mewujudkan pemerintahan kelas dunia, yaitu pemerintahan yang profesional dan berintegritas tinggi yang mampu menyelenggarakan pelayanan prima kepada masyarakat dan manajemen pemerintahan yang demokratis agar mampu menghadapi tantangan pada abad ke-21 melalui tata pemerintahan yang baik pada tahun 2025.

Selanjutnya misi Reformasi Birokrasi adalah:

a. membentuk/menyempurnakan peraturan perundang-undangan dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik;

b. melakukan penataan dan penguatan organisasi, tatalaksana, manajemen sumber daya manusia aparatur, pengawasan, akuntabilitas, kualitas pelayanan publik, mind set dan culture set;

c. mengembangkan mekanisme kontrol yang efektif;

d. mengelola sengketa administratif secara efektif dan efisien.

Reformasi birokrasi bertujuan untuk menciptakan birokrasi pemerintah yang profesional dengan karakteristik adaptif, berintegritas, berkinerja tinggi, bersih dan bebas KKN, mampu melayani publik, netral, sejahtera, berdedikasi, dan memegang teguh nilai-nilai dasar dan kode etik aparatur negara. Adapun area perubahan yang menjadi tujuan reformasi birokrasi meliputi seluruh aspek manajemen pemerintahan, yang mencakup Organisasi, Tatalaksana, Peraturan Perundang-undangan, Sumber daya manusia aparatur, Pengawasan, Akuntabilitas, Pelayanan publik, Pola pikir (mind set) dan Budaya Kerja (culture set) Aparatur.

Sedangkan sasaran reformasi birokrasi adalah:

a. terwujudnya pemerintahan yang bersih dan bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme;

b. meningkatnya kualitas pelayanan publik kepada masyarakat;

c. meningkatnya kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi.

Bapak, Ibu, Saudara yang saya hormati,

Sering dikatakan bahwa pelaksanaan reformasi birokrasi dapat dipercepat melalui pemanfaatan teknologi informasi.

Lalu bagaimana sebenarnya peran Tatakelola Teknologi Informasi (IT Governance) dalam kaitan implementasi Grand Design dan Road Map Reformasi Birokrasi? Keterkaitan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

Pertama, setiap organisasi, baik pemerintah/publik maupun swasta, mau tidak mau harus menyandarkan keberhasilan mereka pada kerangka data dan informasi, yang arusnya dapat dikendalikan melalui penerapan teknologi informasi. Melalui penerapan teknologi informasi, arus informasi dapat dikendalikan dengan kriteria effectiveness, efficiency, confidentiality, integrity, availability, compliance dan reliability.

Kedua, penerapan teknologi informasi sangat penting dalam implementasi reformasi birokrasi. Karena itu salah satu program reformasi birokrasi , yaitu Program Penguatan Tatalaksana ditujukan antara lain pada upaya penerapan e-government dalam penyelenggaraan pemerintahan. Dengan penerapan teknologi informasi, diharapkan proses penyelenggaraan pemerintahan semakin efektif, efisien, ekonomis dan cepat.

Ketiga, penerapan teknologi informasi dalam penyelenggaraan pemerintah harus dilakukan dengan hati-hati. Karena itulah implementasi IT Governance perlu ditekankan dalam rangka implementasi teknologi informasi di sektor publik.

IT governance (tatakelola teknologi informasi) mencakup domains: Perencanaan dan organisasi (plan and organise); Pengadaan dan implementasi (acquire and implement); Pengantaran dan dukungan (deliver and support); dan Pengawasan dan evaluasi (monitor and evaluate). Oleh karena itu, tatakelola teknologi informasi sangat diperlukan dalam implementasi teknologi informasi; dengan beberapa alasan antara lain:

1. Investasi yang digunakan untuk pemanfaatan teknologi informasi dalam penyelenggaraan pemerintahan merupakan investasi yang mahal. Oleh karena itu, penerapan tatakelola teknologi informasi (IT Governance) pada dasarnya adalah untuk menjamin investasi yang mahal tersebut dapat benar-benar memberikan manfaat bagi proses penyelenggaraan pemerintahan yang berujung pada peningkatan kualitas pelayanan publik;

2. Penerapan IT Governance juga untuk memastikan keberlanjutan pemanfaatan teknologi informasi secara terus menerus sehingga tidak terputus dan tidak mengganggu proses penyelenggaraan pemerintahan;

3. IT Governance memberikan arahan yang jelas mengenai strategi dan kebijakan penggunaan teknologi informasi dalam rangka mewujudkan tujuan penyelenggaraan pemerintahan;

4. IT Governance memberikan kerangka pemikiran bahwa semua sumber yang berkaitan dengan penggunaan teknologi informasi (people, applications, information and infrastructure) bukan merupakan bagian yang terpisah dari organisasi. Semua adalah bagian yang saling berkaitan dan saling mendukung;

5. IT Governance juga mampu memitigasi berbagai risiko yang berkaitan dengan penerapan teknologi informasi dalam penyelenggaraan pemerintahan. Karena itu, maka berbagai contingency plan dapat disusun untuk mengurangi efek dari risiko yang kemungkinan terjadi.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa sebenarnya penggunaan teknologi informasi dapat menjadi obyek dari reformasi birokrasi, dan juga dapat menjadi instrumen reformasi birokrasi.

Penggunaan teknologi informasi dapat menjadi obyek reformasi birokrasi, karena masih banyak diantara K/L dan Pemda yang belum sepenuhnya mampu menerapkan tatakelola teknologi informasi (IT Governance), dan belum sepenuhnya dapat memenuhi kriteria pengendalian penerapan teknologi informasi. Oleh karena itu, diharapkan forum ini dapat memberikan gambaran sejauhmana penerapan IT Governance dalam penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia.

Selanjutnya penggunaan teknologi informasi dapat menjadi instrumen reformasi birokrasi, karena pada dasarnya penerapan IT Governance akan merubah berbagai aspek penyelenggaraan pemerintahan. Tatakelola Teknologi informasi tidak terlepas dari tujuan pemanfaatan teknologi informasi yaitu untuk memaksimalkan potensi sumber daya yang ada, dan menghindari tumpang tindih alokasi waktu, biaya dan sumber daya manusia. Dengan demikian, birokrat harus menyadari pentingnya data dan informasi yang harus tersedia dalam real time dalam proses pengambilan keputusan. Oleh karena itu, birokrat harus melek teknologi informasi; birokrat harus secara terus menerus melihat berbagai perkembangan yang terjadi sehingga mereka selalu memiliki data dan informasi terkini; birokrat harus secara terus menerus berupaya meningkatkan kapasitasnya dalam rangka pengambilan keputusan; dan masih banyak lagi.

Bapak, Ibu, Saudara yang saya hormati,

Saya percaya dan berharap bahwa seminar ini, akan menghasilkan banyak masukan, tidak hanya melihat dan belajar dari berbagai best practices di beberapa negara, tetapi juga secara teknis masukan pada metodologi IT Governance yang dipergunakan dalam kaitan dengan upaya percepatan reformasi birokrasi.

Akhirnya saya mengucapkan selamat mengikuti dan berpartisipasi aktif dalam seminar sehari ini. Semoga seminar ini memberikan kemanfaatan yang besar bagi implementasi tata kelola teknologi informasi di sektor publik, dan mendorong percepatan pelaksanaan reformasi birokrasi di Indonesia.

Terima kasih,

Wass. Wr. Wb,

Ismail Mohamad

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENGALAMAN MELELAHKAN DI HOTSPOT J.CO

Hari Minggu 13 April 2008 lalu saya mampir di J.CO Donuts & Coffe di Bintaro Plaza. Sambil mencicipi kopi latte seharga Rp26 ribu, yang tentunya cukup mahal bagi kantong orang sekelas saya, saya mencoba mengakses Internet dari Hotspot café ini.  Setelah membayar di kasir dan menunggu antrian dari seorang pria peracik kopi yang tidak terlalu ramah, saya kemudian dipanggil untuk mengambil kopi saya yang masuk dalam antrian. Kalau tidak bertanya, ternyata petugas kopi café ini tidak menawarkan langsung akses gratis hotspot ke Internet yang dipromosikan café ini.   Setelah saya bertanya, apa password hotspot -nya, barulah diberi tulisan password di kertas bill saya, yaitu "hazelle dazele". Cukup bingung, saya tanya ke petugasnya, apakah password itu pakai spasi atau tidak. Dia jawab, “Tidak”. Kemudian, saya mencoba men- setup akses dengan O2. Aneh juga, signal hotspot -nya hilang-hilang timbul.  Yang cukup kuat malah dari café Ola La yg berada di lantai 2. Setelah b

Menafsirkan Kerugian Negara

Teringat Kasus Indosat-IM3 dan munculnya diskusi kerugian perekonomian negara, saya jadi teringat lagi dengan tulisan lama saya beberapa dekade lalu yang sayang untuk dibuang di KONTAN EDISI 36/IV Tanggal 5 Juni 2000.   Menafsirkan Kerugian Negara Rudy M. Harahap Pengamat Akuntabilitas dan Transparansi Pemerintah                                       Saya pernah bertanya kepada mahasiswa di kelas, ketika menyajikan kuliah akuntansi perbankan. Menurut saya, pertanyaan ini mestinya cukup sulit dijawab: "Misalkan Anda menjadi manajer bank dan ada kredit nasabah yang macet. Tentu, Anda tidak ingin gara-gara kredit macet ini kinerja Anda dinilai jelek. Apa yang akan Anda lakukan?" Ternyata, beberapa mahasiswa merasa tak sulit menjawab pertanyaan itu. Dengan enteng, mereka menjawab: "Ya, diskedul ulang saja, Pak. Terus, naikkan plafon pokok utangnya. Selisih antara pokok utang yang lama dengan pokok utang yang baru dikompensasikan saja ke tunggakan cicilan pokok dan tung

MANAJEMEN KINERJA: MENGGUNAKAN SISTEM PENGENDALIAN SECARA STRATEGIS SEBAGAI ‘REM’ DAN ‘GAS’ DI ORGANISASI SEKTOR PUBLIK

Secara regulasi, Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 11 Tahun 2015  ternyata telah mengarahkan perubahan birokrasi kita dari yang dulunya kebanyakan berorientasi pada peraturan ( rules-oriented)  menjadi berorientasi kinerja ( performance-oriented). Dengan kata lain, regulasi kita telah mengarahkan agar kita berubah dari tadinya lebih menekankan pada pengendalian administratif ( administrative control ) menjadi lebih menekankan pada pengendalian hasil ( results control ). Namun, nyatanya, masih banyak yang ragu-ragu dan mempertanyakan apakah kita mesti lebih berorientasi pada peraturan atau lebih berorientasi pada kinerja  (Hartanto, 2018) . Keraguan terkait orientasi tersebut konsisten dengan keluhan beberapa kali Presiden Joko Widodo ketika melihat perilaku birokrasi kita. Ber kal -kali ia telah menyatakan bahwa organisasi sektor publik di Indonesia (baca: instansi pemerintah) kebanyakan menggunakan sumber dayanya ( resources ) hanya untuk ke