Langsung ke konten utama

Cabinet Meeting System

Minggu lalu, saya bersama Pak Ibenk diundang menjadi nara sumber dalam diskusi grand design sistem informasi Sekretariat Kabinet. Pada diskusi ini, dipaparkan rencana ke depan pengembangan sistem informasi di Sekretariat Kabinet.

Pada acara tersebut, Sekretariat Kabinet mulai mendeklarasikan arah mereka ke depan kepada wakil kementerian/lembaga yang diundang. Salah satu hal penting adalah pengembangan cabinet meeting system. Dengan sistem ini, pemerintah sudah mulai berfikir bagaimana agar ke depan, untuk kepentingan rapat kabinet semua materi rapat sudah dapat diterima secara digital. Selain itu, peserta rapat kabinet juga dapat mengikuti hasil rapat kabinet (dokumentasi) melalui media online, yang tentunya sudah melalui jalur yang diamankan.

Selain itu, pemerintah juga mulai berfikir untuk membangun sistem pemantauan atas kemajuan implementasi kebijakan. Dengan sistem ini, kementerian/lembaga diharapkan dapat menyampaikan informasi yang relevan dengan implementasi kebijakan tersebut. Informasi hasil implementasi ini akan dijadikan sebagai salah satu bahan rapat kabinet.

Menurut saya, ini merupakan kemajuan besar yang ada di negeri ini. Jika ini diteruskan, maka Indonesia akan dapat menjadi unggulan dalam mengimplementasikan teknologi informasi untuk kepentingan pemerintahan, yang biasa disebut e-government.

Kenapa demikan? Sebab, selama ini pengembangan e-government di Indonesia tidak memiliki arahan yang jelas dan di-lead bukan oleh mereka yang mengerti substansinya, yaitu para business process owner. Yang terjadi di negara kita, pengembangan e-government seolah-olah milik orang TI dan dikembangkan oleh kementerian atau dinas informatika.

Padahal, seperti di negara Korea Selatan, yang menjadi acuan dalam pengembangan e-government, pengembangan e-government diarahkan oleh kantor perdana menteri, dan tidak terlepas dari agenda reformasi nasional mereka. Ada 4 agenda utama reformasi di Korea Selatan, yaitu:
- Mengurangi ukuran (downsize) kelembagaan pemerintahan;
- Menggabungkan kantor pemerintah;
- Meng-outsource fungsi pemerintahan; dan
- Privatisasi dan restrukturisasi perusahaan publik.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENGALAMAN MELELAHKAN DI HOTSPOT J.CO

Hari Minggu 13 April 2008 lalu saya mampir di J.CO Donuts & Coffe di Bintaro Plaza. Sambil mencicipi kopi latte seharga Rp26 ribu, yang tentunya cukup mahal bagi kantong orang sekelas saya, saya mencoba mengakses Internet dari Hotspot café ini.  Setelah membayar di kasir dan menunggu antrian dari seorang pria peracik kopi yang tidak terlalu ramah, saya kemudian dipanggil untuk mengambil kopi saya yang masuk dalam antrian. Kalau tidak bertanya, ternyata petugas kopi café ini tidak menawarkan langsung akses gratis hotspot ke Internet yang dipromosikan café ini.   Setelah saya bertanya, apa password hotspot -nya, barulah diberi tulisan password di kertas bill saya, yaitu "hazelle dazele". Cukup bingung, saya tanya ke petugasnya, apakah password itu pakai spasi atau tidak. Dia jawab, “Tidak”. Kemudian, saya mencoba men- setup akses dengan O2. Aneh juga, signal hotspot -nya hilang-hilang timbul.  Yang cukup kuat malah dari café Ola La yg berada di lantai 2. Setelah b

Menafsirkan Kerugian Negara

Teringat Kasus Indosat-IM3 dan munculnya diskusi kerugian perekonomian negara, saya jadi teringat lagi dengan tulisan lama saya beberapa dekade lalu yang sayang untuk dibuang di KONTAN EDISI 36/IV Tanggal 5 Juni 2000.   Menafsirkan Kerugian Negara Rudy M. Harahap Pengamat Akuntabilitas dan Transparansi Pemerintah                                       Saya pernah bertanya kepada mahasiswa di kelas, ketika menyajikan kuliah akuntansi perbankan. Menurut saya, pertanyaan ini mestinya cukup sulit dijawab: "Misalkan Anda menjadi manajer bank dan ada kredit nasabah yang macet. Tentu, Anda tidak ingin gara-gara kredit macet ini kinerja Anda dinilai jelek. Apa yang akan Anda lakukan?" Ternyata, beberapa mahasiswa merasa tak sulit menjawab pertanyaan itu. Dengan enteng, mereka menjawab: "Ya, diskedul ulang saja, Pak. Terus, naikkan plafon pokok utangnya. Selisih antara pokok utang yang lama dengan pokok utang yang baru dikompensasikan saja ke tunggakan cicilan pokok dan tung

MANAJEMEN KINERJA: MENGGUNAKAN SISTEM PENGENDALIAN SECARA STRATEGIS SEBAGAI ‘REM’ DAN ‘GAS’ DI ORGANISASI SEKTOR PUBLIK

Secara regulasi, Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 11 Tahun 2015  ternyata telah mengarahkan perubahan birokrasi kita dari yang dulunya kebanyakan berorientasi pada peraturan ( rules-oriented)  menjadi berorientasi kinerja ( performance-oriented). Dengan kata lain, regulasi kita telah mengarahkan agar kita berubah dari tadinya lebih menekankan pada pengendalian administratif ( administrative control ) menjadi lebih menekankan pada pengendalian hasil ( results control ). Namun, nyatanya, masih banyak yang ragu-ragu dan mempertanyakan apakah kita mesti lebih berorientasi pada peraturan atau lebih berorientasi pada kinerja  (Hartanto, 2018) . Keraguan terkait orientasi tersebut konsisten dengan keluhan beberapa kali Presiden Joko Widodo ketika melihat perilaku birokrasi kita. Ber kal -kali ia telah menyatakan bahwa organisasi sektor publik di Indonesia (baca: instansi pemerintah) kebanyakan menggunakan sumber dayanya ( resources ) hanya untuk ke