Langsung ke konten utama

Buah Simalakama Sistem Pencairan Anggaran Akhir Tahun

Seorang direktur di sebuah kementerian mengeluhkan tentang adanya keanehan dalam proses pengajuan pembayaran seorang kontraktor teknologi informasi di kementeriannya. Melalui pesan singkatnya, ia menyatakan bahwa inspektorat jenderalnya pun merasakan keanehan dengan pengajuan pembayaran tersebut. Sebab, progress pekerjaan, berdasarkan yang diamati oleh mereka, belum tampak kemajuan nyata dari proyek tersebut. Anehnya, pembayarannya sudah diproses.

Pada saat akhir tahun seperti ini, memang ada yang aneh dalam sistem penganggaran kita, di mana kita sangat kaku menerapkan cash basis dalam sistem pengelolaan keuangan negara. Akhirnya, tidak ada pembayaran sama sekali yang dibolehkan setelah tanggal 31 Desember. Akibatnya, semua pembayaran harus sudah diproses ke kantor pelayanan perbendaharaan negara (KPPN) pada waktu menjelang akhir tahun. Dalam sebuah sosialisasi, dipresentasikan deadline masing-masing proses pembayaran tersebut, yaitu:

No

Jenis SPM

SPM Paling Lambat Disampaikan (sebelum akhir TA)

SP2D Paling Lambat Diterbitkan(sebelum akhir TA)

1

SPM-GUP/UP

16 hari kerja (8 Des)

13 hari kerja (13 Des)

2

SPM-TUP

13 hari kerja (13 Des)

11 hari kerja (15 Des)

3

SPM-LS

8 hari kerja (20 Des)

2 hari kerja (29 Des)

4

SPMKP/KB/ KC/IB
SPM-KPBB/KBPHTB

8 hari kerja (20 Des)

2 hari kerja (29 Des)

5

SPM-GUP Nihil (tertanggal akhir TA)

4 hari kerja (7 Jan) SETELAH AKHIR TA

6 hari kerja (11 Jan) SETELAH AKHIR TA

6

SPM-LS Gaji Januari 2010

14 hari kerja (10 Des)

Paling Lambat 29 Des (Tertanggal 3 Januari 2011)

Khusus terhadap pembayaran ke pihak ketiga, atau biasa disebut pekerjaan yang bersifat kontraktual, terdapat catatan sebagai berikut:

  1. SPM LS diajukan ke KPPN paling lambat tanggal 20 Desember 2010 dengan dilampiri :
    • Surat Perjanjian Pembayaran (KPA dgn Rekanan);
    • Asli Jaminan Bank (berlokasi dalam wilayah KPPN)
    • Asli Surat Kuasa Pencairan Jaminan Bank;
    • Surat Pernyataan Keabsahan Jaminan Bank;
    • Surat Pernyataan kesanggupan menyelesaikan pekerjaan sesuai kontrak dari Pihak Ketiga/Rekanan
  2. Dalam hal pekerjaan selesai tepat pada waktunya, KPA wajib menyampaikan BAPP kepada Kepala KPPN paling lambat 5 (lima) hari sejak kontrak selesai

Nach, khusus untuk pekerjaan yang belum selesai sampai dengan tanggal 20 Desember 2010 (artinya, pekerjaan yang berdasarkan kontraknya memang diperjanjikan akan berakhir antara tanggal 21 - 31 Desember 2010), terdapat catatan sebagai berikut:

  1. KPA wajib membuat pernyataan jika pihak ketiga/rekanan telah melakukan wanprestasi (paling lambat 1 hari setelah terjadi wanprestasi).
  2. KPA menyampaikan laporan tertulis tingkat kemajuan penyelesaian pekerjaan kepada Kepala KPPN dilampiri dengan BAPP dan BAP terakhir paling lambat 5 (lima) hari kerja sejak tanggal kontrak selesai.
  3. Kepala KPPN pada hari kerja berikutnya, setelah menerima laporan, mengajukan klaim pencairan jaminan bank sebesar pekerjaan yang tidak dapat diselesaikan.
  4. Dalam hal KPA tidak menyampaikan BAPP kepada Kepala KPPN (untuk pekerjaan tepat waktu), dan laporan tertulis tingkat kemajuan penyelesaian pekerjaan (pekerjaan tidak tepat waktu), Kepala KPPN wajib menerbitkan surat teguran kepada KPA yang bersangkutan, selambat-lambatnya 2 (dua) hari sejak batas waktu yang ditentukan berakhir.
  5. Apabila dalam jangka waktu 5 (lima) hari kerja sejak surat teguran diterbitkan KPA tidak memberi tanggapan yang memadai, Kepala KPPN mengajukan KLAIM PENCAIRAN JAMINAN BANK.
  6. Dalam hal Bank tidak bersedia mencairkan jaminan bank, maka KPA wajib mengembalikan uang jaminan bank tersebut.
  7. Dalam hal Bank tidak bersedia mencairkan jaminan bank, Bank tersebut tidak diperkenankan lagi menjadi Bank Penjamin atau dalam segala bentuk jaminan pada tahun – tahun berikutnya.

Hal ini telah menjadi buah simalakama bagi kementerian/lembaga saat ini. Bisa dibayangkan, berdasarkan ketentuan tersebut, adalah dimungkinkan untuk melakukan proses pembayaraan kepada kontraktor sementara secara fisik sebenarnya pekerjaannya belum selesai dengan jaminan bank tertentu. Namun, pada awal tahun, kementerian/lembaga harus melakukan konfirmasi-ulang ke KPPN apakah benar pekerjaan tersebut telah selesai, berupa penyampaian BAPP. Jika tidak selesai, maka jaminan bank yang ada akan dicairkan ke bank oleh KPPN. Artinya, uang tersebut kembali ditarik oleh negara.

Saya tidak yakin akan cukup banyak kementerian/lembaga yang berani atau mau repot-repot melakukan konfirmasi ulang terhadap pekerjaan yang tidak selesai pada 31 Desember 2010. Apalagi, jika telah terjadi kolusi antara pihak tertentu di internal kementerian/lembaga dengan kontraktor tersebut. Akhirnya, kelalaian seorang kontraktor akan terbawa terus ke tahun berikutnya. Posisi kementerian/lembaga pun akan menjadi serba-salah.

Kondisi inilah nantinya, pada tahun berikutnya, yang akan menyebabkan pejabat, terutama menteri/pimpinan lembaganya, berurusan dengan tindak pindana korupsi. Ketika akhirnya pekerjaan kontraktor tidak benar-benar dikerjakan, maka merekalah yang pertama sekali akan berurusan dengan aparat hukum.

Sebenarnya, dalam hal implementasi cash basis, seharusnya kita tidak mengimplementasikannya secara kaku. Dalam halnya dengan akuntansi, sebenarnya kita sudah mengenal istilah subsequent event. Hanya saja, kita belum mau menerapkan itu karena malas dengan urusan yang akan merepotkan pada waktu pekerjaan closing akhir tahun.

Saya rasa, ini tidak bisa dibiarkan terus. Jika masih berlarut seperti ini, maka urusan governance di negara kita dalam hal pengelolaan keuangan negara tidak akan pernah beres. Semua pihak akhirnya terperangkap sendiri dengan sistem yang ada tersebut.

Komentar

Anonim mengatakan…
Ysh pak Rudy

ya seperti itulah kalau mengerjakan proyek di suatu instansi pemerintah...
mereka beranggapan bahwa klo lebih dari tanggal sekian di bulan desember, maka dana yang ada akan hangus... maka dari itu rata2 para pengusaha mengajukan pembayan dipercepat akan tetapi pekerjaan belum beres... itu semua gara2 aturan pemerintah sendiri... dan para birokrat di dalam nya yang ga mau repot mengkritisi aturan tsb...
pak rudy mungkin tahu kalo dalam menjalankan proyek TIK, waktu minimal rata2 pekerjaan selesai adalah sktr 60 hr.. bayangkan saja klo seorang pengusaha baru mendapatkan surat perintah kerja (SPK) di bulan november tengah/akhir ??
apa yang saya tulis ini berdasar pengalaman pribadi yang mana sawah tempat mencari rezeki mengerjakan proyek di govt....
hehehehehe

Postingan populer dari blog ini

PENGALAMAN MELELAHKAN DI HOTSPOT J.CO

Hari Minggu 13 April 2008 lalu saya mampir di J.CO Donuts & Coffe di Bintaro Plaza. Sambil mencicipi kopi latte seharga Rp26 ribu, yang tentunya cukup mahal bagi kantong orang sekelas saya, saya mencoba mengakses Internet dari Hotspot café ini.  Setelah membayar di kasir dan menunggu antrian dari seorang pria peracik kopi yang tidak terlalu ramah, saya kemudian dipanggil untuk mengambil kopi saya yang masuk dalam antrian. Kalau tidak bertanya, ternyata petugas kopi café ini tidak menawarkan langsung akses gratis hotspot ke Internet yang dipromosikan café ini.   Setelah saya bertanya, apa password hotspot -nya, barulah diberi tulisan password di kertas bill saya, yaitu "hazelle dazele". Cukup bingung, saya tanya ke petugasnya, apakah password itu pakai spasi atau tidak. Dia jawab, “Tidak”. Kemudian, saya mencoba men- setup akses dengan O2. Aneh juga, signal hotspot -nya hilang-hilang timbul.  Yang cukup kuat malah dari café Ola La yg berada di lantai 2. Setelah b

Menafsirkan Kerugian Negara

Teringat Kasus Indosat-IM3 dan munculnya diskusi kerugian perekonomian negara, saya jadi teringat lagi dengan tulisan lama saya beberapa dekade lalu yang sayang untuk dibuang di KONTAN EDISI 36/IV Tanggal 5 Juni 2000.   Menafsirkan Kerugian Negara Rudy M. Harahap Pengamat Akuntabilitas dan Transparansi Pemerintah                                       Saya pernah bertanya kepada mahasiswa di kelas, ketika menyajikan kuliah akuntansi perbankan. Menurut saya, pertanyaan ini mestinya cukup sulit dijawab: "Misalkan Anda menjadi manajer bank dan ada kredit nasabah yang macet. Tentu, Anda tidak ingin gara-gara kredit macet ini kinerja Anda dinilai jelek. Apa yang akan Anda lakukan?" Ternyata, beberapa mahasiswa merasa tak sulit menjawab pertanyaan itu. Dengan enteng, mereka menjawab: "Ya, diskedul ulang saja, Pak. Terus, naikkan plafon pokok utangnya. Selisih antara pokok utang yang lama dengan pokok utang yang baru dikompensasikan saja ke tunggakan cicilan pokok dan tung

MANAJEMEN KINERJA: MENGGUNAKAN SISTEM PENGENDALIAN SECARA STRATEGIS SEBAGAI ‘REM’ DAN ‘GAS’ DI ORGANISASI SEKTOR PUBLIK

Secara regulasi, Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 11 Tahun 2015  ternyata telah mengarahkan perubahan birokrasi kita dari yang dulunya kebanyakan berorientasi pada peraturan ( rules-oriented)  menjadi berorientasi kinerja ( performance-oriented). Dengan kata lain, regulasi kita telah mengarahkan agar kita berubah dari tadinya lebih menekankan pada pengendalian administratif ( administrative control ) menjadi lebih menekankan pada pengendalian hasil ( results control ). Namun, nyatanya, masih banyak yang ragu-ragu dan mempertanyakan apakah kita mesti lebih berorientasi pada peraturan atau lebih berorientasi pada kinerja  (Hartanto, 2018) . Keraguan terkait orientasi tersebut konsisten dengan keluhan beberapa kali Presiden Joko Widodo ketika melihat perilaku birokrasi kita. Ber kal -kali ia telah menyatakan bahwa organisasi sektor publik di Indonesia (baca: instansi pemerintah) kebanyakan menggunakan sumber dayanya ( resources ) hanya untuk ke