Langsung ke konten utama

Menata-Ulang Proses Bisnis Pelayanan Publik

Dalam pemberantasan korupsi dan peningkatan pelayanan publik, sebenarnya Pemerintah telah memiliki visi dan misi yang cukup jelas. Visi dan misi tersebut telah didukung dengan beberapa program kerja yang cukup komprehensif. Salah satunya adalah dengan terbitnya beberapa perangkat hukum, seperti Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi.

Sayangnya, di lapangan, usaha Pemerintah ini kurang mendapat dukungan dari birokrasi. Akhirnya, usaha Pemerintah tersebut cenderung hanya sekedar menjadi jargon-jargon politik Pemerintah, yang makin membuat frustasi masyarakat. Sebab, kenyataan di lapangan, tidak banyak perubahan berarti yang dapat mereka rasakan.

Salah satu penyebab hal tersebut adalah kelemahan mesin birokrasi dalam mengeksekusi kebijakan Presiden. Implementasi atas kebijakan Presiden juga sering kurang terkordinasi. Sebagai contoh, dalam Program Kerja 100 Hari Presiden SBY ketika pertama kali terpilih terdapat “Program Melanjutkan Reformasi Birokrasi”. Namun, sampai saat ini masyarakat belum merasakan hasil nyata reformasi ini.

Kenyataan di lapangan, pengurusan perijinan masih sulit. Misalnya, ketika seseorang ke kantor imigrasi, praktik bisnis pelayanan imigrasi masih berjalan seperti biasanya. Tanpa melewati calo atau dengan uang tips, jangan harap akan diperoleh pelayanan yang lebih baik. Begitu juga dengan pengurusan KTP dan SIM. Belum lagi jika kita berbicara tentang birokrasi perpajakan dan kepabeanan.

Dalam “Program Melanjutkan Reformasi Birokrasi”, Pemerintah telah meletakkan 2 rencana tindakan yang dianggap penting, yaitu menetapkan Peraturan Presiden tentang kebijakan reformasi birokrasi dan pelayanan publik dan melakukan penindakan kepada aparatur yang menyalahgunakan kewenangannya. Terdapat beberapa instansi yang termasuk pelaksana rencana tindakan ini. Namun, sampai saat ini belum ada sumbangsih nyata dari berbagai instansi tersebut terhadap kedua rencana tindakan ini.

Banyak instansi yang malah disibukkan dengan investigasi korupsi yang cenderung malah saling tumpang-tindih. Dengan demikian, nyatalah bahwa program yang telah diletakkan oleh Pemerintah terebut ternyata tidak berjalan dengan baik.

Menata-Ulang
Dalam hubungannya dengan reformasi sektor publik, sebenarnya terdapat tindakan nyata yang dibutuhkan, di mana keberhasilan sektor publik dalam memberikan pelayanan publik akan tergantung kepada proses pelayanan yang ada di dalam instansi pelayanan publik. Dalam kenyataannya, proses tersebut banyak yang tidak sinkron atau malah menimbulkan birokrasi yang rumit. Karena itu, proses ini harus ditata kembali.

Dari penataan proses pelayanan publik ini, kita akan memperoleh perhitungan yang tepat berapa sebenarnya sumber daya yang dibutuhkan untuk menjalankan proses tersebut. Sumber daya ini terdiri dari manusia yang dibutuhkan untuk menjalankan proses, pendanaannya, dan perangkat teknologi pendukungnya. Dengan demikian, dari penataan proses ini, Pemerintah dapat membuat program pengembangan sumber daya manusia yang ada di sektor publik. Tidak hanya dari segi jumlah yang dibutuhkan, tetapi juga kemampuan (skill) yang dibutuhkan.

Dari sini, Pemerintah akan dapat melakukan reformasi birokrasi yang komprehensif, tidak lagi bersifat parsial. Selama ini, penataan birokrasi hanya dilakukan secara terbatas pada penataan kelembagaannya. Belum secara langsung menyentuh aspek sumber daya manusianya.
Dalam rangka melakukan sebuah langkah penting dalam reformasi sektor publik, yaitu penataan proses pelayanan publik tersebut, Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dapat memberikan peran yang sangat berarti, yaitu dengan melakukan analisis proses bisnis organisasi publik.

Kegiatan yang pertama sekali harus dilakukan adalah dengan melakukan studi atau evaluasi terhadap seluruh proses bisnis sektor publik di instansi pemerintah. Studi atau evaluasi tersebut harus dilakukan secara serentak kepada seluruh instansi pemerintah, baik yang ada di pusat maupun di daerah.

Dari studi ini, akan diketahui titik-titik lemah dari proses bisnis instansi pemerintah. Kemudian, dari hasil studi ini akan dilakukan perancangan ulang proses bisnis di instansi pemerintah, khususnya yang melakukan pelayanan langsung ke publik, termasuk penentuan kembali sumber daya yang dibutuhkan untuk menjalankan masing-masing proses bisnis ini.

Hasil rancangan ini kemudian diimplementasikan di masing-masing instansi pemerintah secara berkelanjutan dengan bimbingan dari para instansi yang terkait dengan pembinaan administrasi publik, seperti Lembaga Administrasi Negara (LAN), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), konsultan independen, dan beberapa lembaga lainnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENGALAMAN MELELAHKAN DI HOTSPOT J.CO

Hari Minggu 13 April 2008 lalu saya mampir di J.CO Donuts & Coffe di Bintaro Plaza. Sambil mencicipi kopi latte seharga Rp26 ribu, yang tentunya cukup mahal bagi kantong orang sekelas saya, saya mencoba mengakses Internet dari Hotspot café ini.  Setelah membayar di kasir dan menunggu antrian dari seorang pria peracik kopi yang tidak terlalu ramah, saya kemudian dipanggil untuk mengambil kopi saya yang masuk dalam antrian. Kalau tidak bertanya, ternyata petugas kopi café ini tidak menawarkan langsung akses gratis hotspot ke Internet yang dipromosikan café ini.   Setelah saya bertanya, apa password hotspot -nya, barulah diberi tulisan password di kertas bill saya, yaitu "hazelle dazele". Cukup bingung, saya tanya ke petugasnya, apakah password itu pakai spasi atau tidak. Dia jawab, “Tidak”. Kemudian, saya mencoba men- setup akses dengan O2. Aneh juga, signal hotspot -nya hilang-hilang timbul.  Yang cukup kuat malah dari café Ola La yg berada di lantai 2. Setelah b

Menafsirkan Kerugian Negara

Teringat Kasus Indosat-IM3 dan munculnya diskusi kerugian perekonomian negara, saya jadi teringat lagi dengan tulisan lama saya beberapa dekade lalu yang sayang untuk dibuang di KONTAN EDISI 36/IV Tanggal 5 Juni 2000.   Menafsirkan Kerugian Negara Rudy M. Harahap Pengamat Akuntabilitas dan Transparansi Pemerintah                                       Saya pernah bertanya kepada mahasiswa di kelas, ketika menyajikan kuliah akuntansi perbankan. Menurut saya, pertanyaan ini mestinya cukup sulit dijawab: "Misalkan Anda menjadi manajer bank dan ada kredit nasabah yang macet. Tentu, Anda tidak ingin gara-gara kredit macet ini kinerja Anda dinilai jelek. Apa yang akan Anda lakukan?" Ternyata, beberapa mahasiswa merasa tak sulit menjawab pertanyaan itu. Dengan enteng, mereka menjawab: "Ya, diskedul ulang saja, Pak. Terus, naikkan plafon pokok utangnya. Selisih antara pokok utang yang lama dengan pokok utang yang baru dikompensasikan saja ke tunggakan cicilan pokok dan tung

MANAJEMEN KINERJA: MENGGUNAKAN SISTEM PENGENDALIAN SECARA STRATEGIS SEBAGAI ‘REM’ DAN ‘GAS’ DI ORGANISASI SEKTOR PUBLIK

Secara regulasi, Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 11 Tahun 2015  ternyata telah mengarahkan perubahan birokrasi kita dari yang dulunya kebanyakan berorientasi pada peraturan ( rules-oriented)  menjadi berorientasi kinerja ( performance-oriented). Dengan kata lain, regulasi kita telah mengarahkan agar kita berubah dari tadinya lebih menekankan pada pengendalian administratif ( administrative control ) menjadi lebih menekankan pada pengendalian hasil ( results control ). Namun, nyatanya, masih banyak yang ragu-ragu dan mempertanyakan apakah kita mesti lebih berorientasi pada peraturan atau lebih berorientasi pada kinerja  (Hartanto, 2018) . Keraguan terkait orientasi tersebut konsisten dengan keluhan beberapa kali Presiden Joko Widodo ketika melihat perilaku birokrasi kita. Ber kal -kali ia telah menyatakan bahwa organisasi sektor publik di Indonesia (baca: instansi pemerintah) kebanyakan menggunakan sumber dayanya ( resources ) hanya untuk ke