Langsung ke konten utama

Tentang Integrasi

Di negeri ini banyak yang salah kaprah, terutama di dunia TI. Salah kaprah yang sering adalah definisi "integrasi". Masyarakat awam yang belajar end-user computing, apalagi yang dasar ilmunya bukan TI (termasuk saya), banyak berkembang di Indonesia. Salah kaprah itu diperparah ketika mereka biasanya belum pernah melewati fase mainframe (kecuali kalau sudah iseng-iseng pernah baca buku mainframe). 

Salah kaprah di persilatan TI Indonesia  adalah dalam mengartikan integrasi adalah integrasi aplikasinya (sisi interface). Padahal, ini adalah salah. Akibatnya, banyak programmer yang tidak berpengalaman mencoba-coba untuk menggabung beberapa aplikasi/fasilitas yang memang mestinya secara interface terpisah, ternyata dipaksa untuk digabung. 

Sebenarnya, yang perlu diintegrasikan adalah datanya (data integration). Namun, perkembangan berikutnya, ternyata data integration pun sulit dilakukan. Karena itu, muncullah "information integration". Itulah kenapa muncul istilah datawarehouse, cube, dan sejenisnya.  Sistem Kendali Akuntabilitas Presiden (PASS) yang dimotori oleh BPKP adalah salah satu contoh ketika kita bicara integrasi informasi, yang bukan lagi bicara pada level integrasi data. Begitu juga ketika kita mulai memasuki dunia Portal. 

Kemudian, saat ini berkembang topik "application integration". Namun, perlu diingat, ini sebenarnya juga bukan aplikasinya yang diintegrasikan, tetapi bagaimana membuat cara di sebuah sistem sehingga data/informasinya bisa dipertukarkan dan diintegrasikan. Nanti, di masing-masing sistem akan dipasang sebuah adapter atau sejenisnya sehingga pertukaran dan integrasi data itu bisa tercapai. Biasanya, di tengah-tengah sistem pertukaran akan dibuat semacam hub. Beberapa hal seperti XML dan web services adalah awalan munculnya topik application integration

Jadi, supaya ke depan tidak bingung dan tidak salah arah, kita semua perlu menyadari prinsip dan definisi dari integrasi ini terlebih dahulu.

Sebenarnya, integration itu ada 3 macam, yaitu:
- Tight integration
- Moderate integration
- Loose integration

Kemudian, integration itu juga mencakup 4 aspek:
- Business process integration
- Application/system integration
- Data/Information integration
- IT infrastructure integration

Kita sering mengasumsikan bahwa dalam kehidupan ini bisa dilakukan tight integration. Itu adalah salah. Ketika kita membicarakan tight integration, sebenarnya seperti kita membicarakan cita-cita yang setinggi langit. Dalam praktiknya, orang hanya bisa optimal dan berusaha melakukan moderate integration, yaitu dengan teknologi datawarehouse. Biasanya, ini berjalan dengan baik jika inisiatif integrasi dilakukan dalam satu entiti. Dalam hal tertentu, jika moderate integration tidak bisa dilakukan, yang paling optimal adalah melakukan loose integration, yaitu pertukaran data (data exchange). Ini biasanya terjadi dalam praktik B to B system

Yang sering juga kita lupa, kita sering hanya membahas data/information integration, tanpa menengok lebih dulu business process integration. Beberapa hal menjadi bermasalah karena tidak adanya pengkajian BP integration terlebih dahulu. Mestinya, BP-nya dulu yang diintegrasikan, baru kemudian kita bicara data/information integration. Kemudian, perlu dilihat apakah memang application system-nya perlu diintegrasikan, termasuk IT infrastructure-nya. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENGALAMAN MELELAHKAN DI HOTSPOT J.CO

Hari Minggu 13 April 2008 lalu saya mampir di J.CO Donuts & Coffe di Bintaro Plaza. Sambil mencicipi kopi latte seharga Rp26 ribu, yang tentunya cukup mahal bagi kantong orang sekelas saya, saya mencoba mengakses Internet dari Hotspot café ini.  Setelah membayar di kasir dan menunggu antrian dari seorang pria peracik kopi yang tidak terlalu ramah, saya kemudian dipanggil untuk mengambil kopi saya yang masuk dalam antrian. Kalau tidak bertanya, ternyata petugas kopi café ini tidak menawarkan langsung akses gratis hotspot ke Internet yang dipromosikan café ini.   Setelah saya bertanya, apa password hotspot -nya, barulah diberi tulisan password di kertas bill saya, yaitu "hazelle dazele". Cukup bingung, saya tanya ke petugasnya, apakah password itu pakai spasi atau tidak. Dia jawab, “Tidak”. Kemudian, saya mencoba men- setup akses dengan O2. Aneh juga, signal hotspot -nya hilang-hilang timbul.  Yang cukup kuat malah dari café Ola La yg berada di lantai 2. Setelah b

Menafsirkan Kerugian Negara

Teringat Kasus Indosat-IM3 dan munculnya diskusi kerugian perekonomian negara, saya jadi teringat lagi dengan tulisan lama saya beberapa dekade lalu yang sayang untuk dibuang di KONTAN EDISI 36/IV Tanggal 5 Juni 2000.   Menafsirkan Kerugian Negara Rudy M. Harahap Pengamat Akuntabilitas dan Transparansi Pemerintah                                       Saya pernah bertanya kepada mahasiswa di kelas, ketika menyajikan kuliah akuntansi perbankan. Menurut saya, pertanyaan ini mestinya cukup sulit dijawab: "Misalkan Anda menjadi manajer bank dan ada kredit nasabah yang macet. Tentu, Anda tidak ingin gara-gara kredit macet ini kinerja Anda dinilai jelek. Apa yang akan Anda lakukan?" Ternyata, beberapa mahasiswa merasa tak sulit menjawab pertanyaan itu. Dengan enteng, mereka menjawab: "Ya, diskedul ulang saja, Pak. Terus, naikkan plafon pokok utangnya. Selisih antara pokok utang yang lama dengan pokok utang yang baru dikompensasikan saja ke tunggakan cicilan pokok dan tung

MANAJEMEN KINERJA: MENGGUNAKAN SISTEM PENGENDALIAN SECARA STRATEGIS SEBAGAI ‘REM’ DAN ‘GAS’ DI ORGANISASI SEKTOR PUBLIK

Secara regulasi, Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 11 Tahun 2015  ternyata telah mengarahkan perubahan birokrasi kita dari yang dulunya kebanyakan berorientasi pada peraturan ( rules-oriented)  menjadi berorientasi kinerja ( performance-oriented). Dengan kata lain, regulasi kita telah mengarahkan agar kita berubah dari tadinya lebih menekankan pada pengendalian administratif ( administrative control ) menjadi lebih menekankan pada pengendalian hasil ( results control ). Namun, nyatanya, masih banyak yang ragu-ragu dan mempertanyakan apakah kita mesti lebih berorientasi pada peraturan atau lebih berorientasi pada kinerja  (Hartanto, 2018) . Keraguan terkait orientasi tersebut konsisten dengan keluhan beberapa kali Presiden Joko Widodo ketika melihat perilaku birokrasi kita. Ber kal -kali ia telah menyatakan bahwa organisasi sektor publik di Indonesia (baca: instansi pemerintah) kebanyakan menggunakan sumber dayanya ( resources ) hanya untuk ke