Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Desember, 2008

Tanggapan Lemahnya Manajemen Proyek TI Instansi Pemerintah

Saya mendapat respon tulisan saya tentang lemahnya manajemen proyek TI instansi pemerintah:  "Kalau yang dimaksud keberhasilan pengadaan adalah selesainya tugas Panitia Pengadaan, saya rasa memang harusnya begitu khan ya Pak? Bukannya tugas Panitia hanya mengadakan? Sama seperti idenya Unit Layanan Pengadaan khan ya Pak?" Nach, ini dia, kesalahan persepsi selama ini. Ternyata kalau kita baca Keppres 80/2003 lebih dalam, apalagi setelah beberapa revisinya, Keppres tersebut tidak hanya mengatur pengadaan dalam arti sempit, tetapi sudah sampai ke urusan serah-terima dan manajemen kegiatannya. Walaupun namanya adalah Keppres tentang "Pedoman PengadaanI instansi...", dalam Keppres tersebut ternyata diatur bahwa PPK adalah juga "pengguna barang/jasa". Artinya, PPK dianggap manusia super yang tangung-jawab akhir atas keberhasilan atau kegagalan pengadaan, termasuk pemanfaatannya, adalah pada dirinya. 

Manajemen Proyek TI Instansi Pemerintah

Selama ini sering saya temui bahwa jika sebuah proses pengadaan di instansi pemerintah telah selesai, maka selesailah semua urusan. Seolah-olah bahwa keberhasilan pengadaan diukur hanya sampai terpilihnya penyedia barang/jasa. Padahal, itu barulah awal dari sebuah kerja yang melelahkan. Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), sebagai penanggung-jawab pengadaan, sering mengabaikan pengendalian pekerjaan penyedia barang/jasa. Seolah-olah, bahwa penyedia yang terpilih--karena telah melalui proses yang baik-- adalah yang qualified sehingga PPK sering hanya mengandalkan penyedia dalam proses implementasinya. Padahal, keberhasilan sebuah pengadaan sangat tergantung kepada seberapa jauh PPK mampu mengendalikan pekerjaan penyedia. Dalam pengadaan yang terkait dengan teknologi informasi, jelas sekali kemampuan PPK dalam memonitor dan mengendalikan pekerjaan penyedia sangat penting. Banyak kegagalan implementasi pengadaan yang terkait dengan teknologi informasi di instansi pemerintah karena faktor ini.

Internal Auditor dan Jasa Consulting

Pernyataan berikut sering muncul: “Bahwa BPKP itu fungsinya audit. Audit itu mencocokan apakah sesuatu sesuai dengan suatu standar tertentu. Jadi harus ada standardnya dulu. Kemudian ada pekerjaan atau proses melakukan sesuatu (yang diatur oleh standardnya) terlebih dulu. Baru kemudian bisa di audit. Oleh BPKP Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan? Nah kalau BPKP mendampingi … mestinya ya nggak tepat ??? Kapan meng-audit dan assessment-nya? Kalau ada yang menyimpang, yang salah yang menyimpang atau yang mendampingi?” Hal itu tidaklah salah total. Sebab, masyarakat awam selama ini sering menganggap bahwa kegiatan auditor hanyalah membandingkan antara apa yang diimplementasikan di lapangan dengan apa yang seharusnya. Kegiatan audit ini biasanya dikenal sebagai compliance audit yang sebenarnya hanyalah salah satu peran yang dapat diberikan oleh internal auditor sebagai bagian dari jasa assurance. Padahal, sebenarnya banyak kegiatan jasa assurance lainnya yang dapat diberikan auditor. Ar

Jembatan Barelang

Minggu lalu, saya sempat menghadiri acara focused group discussion yang diorganisasikan oleh Setwapres. Pada kesempatan tersebut, saya sempat mengunjungi jembatan Barelang sebagaimana tampak pada gambar.