Langsung ke konten utama

Tanggapan Kolom "Mengatur Penyadapan KPK" dari Sulzer

Beberapa tanggapan muncul atas tulisan saya di Majalah Trust edisi No. 44/2008 yang berjudul "Mengatur Penyadapan KPK".

Berikut saya cuplik tanggapan dari Sulzer di milis e-gov Indonesia.

-------------------------------------------------------------------------------------------

Halo Pak Rudy,

Sudah lama juga Saya ngga baca-baca milis eGov.
Ternyata Pak Rudy masih setia, ya...

Mau nambahin Kolom Pak Rudy... Boleh ya..??

Kebetulan beberapa tahun lalu, Saya pernah bersama Bang Henry Siahaan pernah membedah soal sadap-me-nyadap dan mencoba memberi masukan2 ke POLRI waktu itu. Saya lupa persis kapan waktu itu, kira-kira hampir bersamaan dengan Meledaknya Bom di Kedutaan Besar Australia.
Pak DIdi Widayadi kayaknya dapat bahan-bahan dari kita juga waktu itu (Kalau memang disampaikan). Kalau beliau masih ingat.

Dan bagaimana secara teknis CALEA diterapkan untuk LI (baca:El-Ai--Bahasa orang seberang sana...= LAWFUL INTERCEPTION) digunakan untuk menyadap.
Karena Kompetensi Saya bagaimana mendesain dan mengkonfigurasi perangkat-perangkat Telco agar LI READY dan patching dengan teknology Analog Militer dan Kepolisian, dan membuat Analytical Process-nya.
Yang mana sebenarnya, semua perangkat Telco itu sudah siap digunakan untuk LI, karena memang dipersiapkan JUGA untuk begitu :-)

(Ehh... jangan-jangan ada Engineer-Engineer di Operator Telekomunikasi yang sedang mendengarkan sana-sini no. telp. pilihannya, selagi Saya mengetik ini... )

Tapi kalau soal bagaimana sadap-menyadap.... hal itu merupakan hal yang mudah sekarang ini, bukan...???
Perangkatnya sudah banyak, murah dan kadang dijual di emperan-emperan toko saja...
Jadi Siapa-pun sebenarnya bisa dengan mudah melakukannya.

Yang jadi persoalan, khan... bagaimana hasil sadapan dapat dijadikan Bahan Legal di Pengadilan.
Bagaimana mendapatkan Bahan Ilegal dari Cara-cara Legal. Itu dulu..!!!
Substansi dari Hasil Sadapan, ya itu kan ada mekanisme pemaparan-nya.

Polisi mencari Sidik Jari di gagang Pintu di Rumah yang dibobol maling, juga tidak serta merta memamerkan temuan semua sidik jari-sidik jari yang ada di gagang pintu itu.
Ada mekanismenya...

Benar kan, Pak...??

Jadi kalau sampai ada yang "BAKAL" pusing "Mendengar Percakapannya Diri Sendiri", ya pintar-pintar saja lah jaga mulut dan jaga telinga....

....CAVEAT EMPTOR...????

Bukankah katanya...;
"Dinding saja bisa mendengar.."
"Meja saja bisa bersaksi adanya serah terima uang..."

Apalagi pakai Alat khusus menyadap, bisa ngalahin "Dinding" dan "Meja", kan...???

Atau kejadian Terbakarnya data-data BLBI di BPKP Hayam Wuruk dulu... "Api aja disekolah-in", tau mesti nge-bakar apa....

Waktu memburu keberadaan Tommy Soeharto dulu, alat tracking Alat Komunikasi yg dipakai Tommy cuma seukuran kotak yang biasa dipakai tukang asongan. Dan itu kita cuma punya satu waktu itu. Dan Meng-Operasi-kannya memang persis seperti tukang asongan.
Dan ironisnya, yang meng-operasi-kan alatnya itu bukan seorang dari Kepolisian.
Jadi si Mas "O"--Orang Sipil itu, yang diseret-seret kesana kemari mengikuti perburuan.
Informasi dari sumber lain, katanya..., Polisi-nya ngga mudeng-mudeng diajarin..

Cara KPK bagaimana... ?? ........JANGAN DIJAWAB....!!!

Dari sisi CALEA untuk LI, itu sudah jelas salah.... Orang Sipil terlibat.
Nah bagaimana Penyadapan kita selama ini (yg resmi-nya..) ??


Sepertinya perlu pemberdayaan Kemampuan dan Etika lebih kepada Aparat yg diberikan wewenang menyadap.
Menurut Saya hal ini bukan soal ada-tidak-nya izin dari Pengadilan saja....


Satu lagi. Kita khan.., "SUDAH" punya TNCC (=TransNational Crime Center) yang ternyata (menurut Saya waktu itu) hanya kosong melompong...
KATANYA., secara Teknology kita sudah siap Bekerjasama dengan Interpol se-Dunia... Secara Teknology....???

Ternyata proyek itu hanya menghasilkan Gedung Megah-nya saja yang jadi.... Keberadaan Teknology-nya masih Virtual.
Tapi itu dulu.....!!!

Setelah diadakan Proses Pengadaan baru (lagi...) Walaupun Tender-nya diulang-ulang entah mengapa.
Mudah-mudahan Pak Guntur-TNCC waktu itu berhasil mewujudkan TNCC sebenarnya.
Saya sudah ngga ikut di-gocek-meng-gocek bola terakhirnya. Dan dah ngga tau lagi bagaimana... Sudah malas terlibat...

Satu lagi ilustrasi, bagaimana kita sering bersikap;
Ada Kemauan..., Tapi tidak mampu mewujudkan Teknologi-nya...
Ada Teknologi-nya...., Tapi Ngga ada Kemauan Menggunakannya...

Begini.
Hampir semua Operator GSM sekarang, mereka sebenarnya punya fasilitas GSM-R untuk komunikasi khusus pada Railway System. Sama seperti fasilitas 112, atau "Emergency Call" di HP.
Tapi entah mengapa, sampai hari ini masih banyak Operator GSM yang ogah memberikan fasilitas GSM-R itu ke Dephub atau PT.KA Indonesia.

Saya lihat sendiri bagaimana SINTELIS dimana-mana di per-kereta-api-an masih Manual, bermodalkan Kertas yang dikotak-kotak-i, Ballpen Hitam/merah, Penggaris dan Alat komunikasi seadanya mengendalikan informasi SINTELIS pada pergerakan kereta api dari Bukit Asam, sepanjang rute 600km ke Lampung.

Wuufffff..... !!!! Negara-ku memang Sadiiiiiiis.....!!!
Cobalah Pejabat-Pejabat-nya turun lihat sendiri ke Lapangan...

Saya pernah di-"beri"kan Nada Tinggi oleh salah satu anak buah Pak Asril (Dirjen Perkereta-Api-an waktu itu) ketika mengemukan hal itu di Dephub di Merdeka Barat.

"Rubah dulu donk, Undang-Undangnya....!!", Kata si Bapak yg "baik' itu.
"Kalau Undang-undang-nya bilang Roda Kereta Api masih harus pake besi, ya hari ini, itu ngga akan berubah..., walaupun itu akan memberikan manfaat besar dan keselamatan lebih bila di ganti....", imbuhnya lagi....

Hhhmmmmm..... Begini kah Mental Pejabat Bangsa ku.....???

Makanya, Saya ngga heran kalau sering terjadi Gerbong Kereta Babaranjang yang terguling dan menyibak rel-rel sepanjang ratusan meter tanpa diketahui Masinis didepannya. Panjang Gerbongnya saja bisa lebih 1 KM. Apalagi untuk diketahui oleh mereka-mereka di Stasiun-Stasiun sepanjang perjalanannya.

Padahal lagi...., angka yang Saya dapat, Kereta-Kereta Butut utk Babaranjang itu ternyata merupakan CASH COW terbesarnya PT.KA dan banyak digunakan untuk menutupi biaya Operasi SEMUA Kereta Api-Kereta Api di Jawa dengan Loco-Loco GE baru yang selalu Merugi itu...., dari DULU...!!!!
HAYO... ada yang bisa membantah...!!!????

Kembali ke Laptop...

Saya ngga tau bagaimana merangkumnya. namun bisa lah kiranya kita untuk melihat isu Penyadapan itu dari sisi lainnya agar solusi Penegakan Hukum kita merupakan hasil Pemikiran dari Multi Dimensi, Multi Disiplin.... dan mungkin juga soal Multi Kultur kita...

Demikian Pak Rudy dan Rekan KPK-nya...., terima kasih juga atas ruangnya.....

Salam,
Sulzer Jusman
(Pengamat Pak Rudy... Hanya Alumni TK, SD, SMP, SMA dan Universitas di Depok......)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENGALAMAN MELELAHKAN DI HOTSPOT J.CO

Hari Minggu 13 April 2008 lalu saya mampir di J.CO Donuts & Coffe di Bintaro Plaza. Sambil mencicipi kopi latte seharga Rp26 ribu, yang tentunya cukup mahal bagi kantong orang sekelas saya, saya mencoba mengakses Internet dari Hotspot café ini.  Setelah membayar di kasir dan menunggu antrian dari seorang pria peracik kopi yang tidak terlalu ramah, saya kemudian dipanggil untuk mengambil kopi saya yang masuk dalam antrian. Kalau tidak bertanya, ternyata petugas kopi café ini tidak menawarkan langsung akses gratis hotspot ke Internet yang dipromosikan café ini.   Setelah saya bertanya, apa password hotspot -nya, barulah diberi tulisan password di kertas bill saya, yaitu "hazelle dazele". Cukup bingung, saya tanya ke petugasnya, apakah password itu pakai spasi atau tidak. Dia jawab, “Tidak”. Kemudian, saya mencoba men- setup akses dengan O2. Aneh juga, signal hotspot -nya hilang-hilang timbul.  Yang cukup kuat malah dari café Ola La yg berada di lantai 2. Setelah b

Menafsirkan Kerugian Negara

Teringat Kasus Indosat-IM3 dan munculnya diskusi kerugian perekonomian negara, saya jadi teringat lagi dengan tulisan lama saya beberapa dekade lalu yang sayang untuk dibuang di KONTAN EDISI 36/IV Tanggal 5 Juni 2000.   Menafsirkan Kerugian Negara Rudy M. Harahap Pengamat Akuntabilitas dan Transparansi Pemerintah                                       Saya pernah bertanya kepada mahasiswa di kelas, ketika menyajikan kuliah akuntansi perbankan. Menurut saya, pertanyaan ini mestinya cukup sulit dijawab: "Misalkan Anda menjadi manajer bank dan ada kredit nasabah yang macet. Tentu, Anda tidak ingin gara-gara kredit macet ini kinerja Anda dinilai jelek. Apa yang akan Anda lakukan?" Ternyata, beberapa mahasiswa merasa tak sulit menjawab pertanyaan itu. Dengan enteng, mereka menjawab: "Ya, diskedul ulang saja, Pak. Terus, naikkan plafon pokok utangnya. Selisih antara pokok utang yang lama dengan pokok utang yang baru dikompensasikan saja ke tunggakan cicilan pokok dan tung

MANAJEMEN KINERJA: MENGGUNAKAN SISTEM PENGENDALIAN SECARA STRATEGIS SEBAGAI ‘REM’ DAN ‘GAS’ DI ORGANISASI SEKTOR PUBLIK

Secara regulasi, Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 11 Tahun 2015  ternyata telah mengarahkan perubahan birokrasi kita dari yang dulunya kebanyakan berorientasi pada peraturan ( rules-oriented)  menjadi berorientasi kinerja ( performance-oriented). Dengan kata lain, regulasi kita telah mengarahkan agar kita berubah dari tadinya lebih menekankan pada pengendalian administratif ( administrative control ) menjadi lebih menekankan pada pengendalian hasil ( results control ). Namun, nyatanya, masih banyak yang ragu-ragu dan mempertanyakan apakah kita mesti lebih berorientasi pada peraturan atau lebih berorientasi pada kinerja  (Hartanto, 2018) . Keraguan terkait orientasi tersebut konsisten dengan keluhan beberapa kali Presiden Joko Widodo ketika melihat perilaku birokrasi kita. Ber kal -kali ia telah menyatakan bahwa organisasi sektor publik di Indonesia (baca: instansi pemerintah) kebanyakan menggunakan sumber dayanya ( resources ) hanya untuk ke